Rabu, 09 September 2015

Sejarah dan Perkembangan HAM di Indonesia



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Hak-hak asasi manusia adalah hak-hak dasar yang dibawa manusia sejak lahir sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa dan hukum pemberian penguasa. Bila berbicara tentang hak-hak asasi maka tidak dapat dilepaskan kewajiban-kewajiban asasi.
Berhubungan dengan hal itu maka pelaksanaannya harus diatur sesuai dengan sadar kehendak dan sadar hukum yang pada akhirnya terwujud dalam kesadaran kehendak dan kesadaran hukum. Pengaturan kesadaran hukum ini adalah pengekangan dari dalam diri manusia sendiri berupa etik, norma, adat kebiasaan dan lain-lainnya, dan pengekangan dari luar diri manusia sendiri berupa peraturan, ketentuan dan perundangan yang disepakati dan dipatuhi manusia dan masyarakat bersama. Maka pada kesempatan kali ini kami akan membahas tentang Sejarah dan Perkembangan HAM di Indonesia agar kita semua lebih memahami tentang Hak Asasi Manusia.


BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian dan Hakekat HAM
   Menurut Jan Materson dari komisi HAM PBB, hak asasi manusia adalah  hak-hak yang melekat pada setiap manusia, yang tanpa hak-hak tersebut manusia mustahil dapat hidup sebagai manusia. Pengertian tersebut dapat dibaca dalam ABC, Teaching Human Rights, yang merumuskan HAM dengan pengertian. “Human rights could be generally defined as those rights which are inherent in our nature and without which can not live as human being”.
Hak asasi manusia adalah hak dasar atau hak pokok manusia yang dibawa sejak lahir sebagai anugerah Tuhan yang Maha Esa, bukan pemberian manusia atau penguasa. Hak ini sifatnya sangat mendasar bagi hidup dan kehidupan manusia yang bersifat kodrati yakni ia tidak bisa terlepas dari dan dalam kehidupan manusia.
Dalam undang-undang tentang hak asasi manusia pasal 1 dinyatakan: “Hak asasi manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjug tinggi, dan dilindungi oleh Negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan  harkat dan martabat manusia”.[1]
Sedangkan hakikat HAM Merupakan upaya menjaga keselamatan eksistensi manusia secara utuh melalui aksi keseimbangan yaitu keseimbangan antara hak dan kewajiban serta keseimbangan antara kepentingan perseorangan dengan kepentingan umum, begitu juga upaya dalam menghormati melindungi dan menjunjung tinggi HAM menjadi kewajiban dan tanggung jawab bersama antara individu pemerintah (Aparatur Pemerintah baik sipil maupun militer) dan Negara.[2]

B.     Perkembangan Pemikiran HAM
   Hak asasi manusia adalah hak yang dimiliki manusia yang telah diperoleh dan dibawanya bersamaan dengan kelahiran atau kehadirannya didalam kehidupan masyarakat. Hak-hak ini dimiliki manusia tanpa perbedaan bangsa, ras, agama atau kelamin, karenanya bersifat asasi atau universal.
Setelah dunia mengalami dua perang yang melibatkan hampir seluruh kawasan dunia, dimana hak-hak asasi manusia diinjak-injak, timbul keinginan untuk merumuskan hak-hak asasi manusia itu di dalam suatu naskah internasional. Usaha ini baru dimulai  pada tahun 1948 dengan diterimanya Universal Declaration of Human Rights (pernyataan dunia tentang hak-hak asasi manusia) oleh Negara yang tergabung dalam perserikatan bangsa-bangsa.
Terwujudnya deklarasi Hak Asasi Manusia Universal yang dideklarasikan pada tanggal 10 desember 1948 harus melewati proses yang cukup panjang. Dalam proses ini telah lahir beberapa naskah HAM yang mendasari kehidupan manusia, dan yang bersifat universal dan asasi. Naskah-naskah tersebut adalah sebagai berikut :
1.      Magna Charta (Piagam Agung 1215): suatu dokumen yang mencatat beberapa hak  yang diberikan oleh Raja Jhon dari Inggris kepada beberapa bangsawan bawahannya atas tuntutan mereka. Naskah ini sekaligus membatasi kekuasaan Raja Jhon itu.
2.      Bill of Rights (Undang-undang hak 1689): suatu undang-undang yang diterima oleh parlemen Inggris sesudah berhasil dalam tahun sebelumnya, mengadakan perlawanan terhadap Raja James II dalam suatu revolusi hak berdarah yang dikenal dengna istilah The Glorious Revolution of 1688.
3.      Declaration des Droits de I’homme et du citoyen (pernyataan hak-hak manusia dan warga Negara. 1789): suatu naskah yang dicetuskan pada permulaan revolusi Perancis, sebagai perlawanan terhadap kewenangan regim lama.
4.      Bill of Rights (undang-undang hak): suatu naskah yang disusun oleh rakyat Amerika pada tahun 1769 dan kemudian menjadi bagian dari undang-undang dasar pada tahun 1791.
Pada abad ke-20 hak-hak politik dianggap kurang sempurna. Dan mulailah dicetuskan hak-hak lain yang lebih luas cakupanya. Satu diantaranya yang sangat terkenal ialah empat hak ynag dirumuskan oleh Presiden Amerika Serikat F.D. Roosevelt pada awal PD II: The four Freedom.
Sejalan dengan pemikiran ini maka PBB memprakasai berdirinya sebuah komisi HAM untuk pertama kali yang diberi nama Comission on Human Rights pada tahun 1946. Komisi inilah yang kemudian menetapkan secara terperinci beberapa hak-hak ekonomi dan social, disamping hak-hak politis yaitu:
1.      Hak hidup, kebebasan dan keamanan pribadi (pasal 3)
2.      Larangan perbudakan (pasal 4)
3.      Larangan penganiayaan (pasal 5)
4.      Larangan penangkapan, penahanan atau pengasingan yang sewenang-wenang (pasal 9)
5.      Hak atas pemeriksaan pengadilan yang jujur (pasal 10)
6.      Hak atas kebebasan bergerak (pasal 13)
7.      Hak atas harta dan benda (pasal 17)
8.      Hak atas kebebasan berfikir, menyuarakan hati nurani dan beragama (pasal 180)
9.      Hak atas mengemukakan pendapat dan mencurahkan pikiran (passal 19)
10.  Hak atas kebebasan berkumpul dan berserikat(pasal 200)
11.  Hak untuk turut serta dalam pemerintahan (pasal 21)
Deklarasi sedunia ini juga menyebut beberapa hak social dan ekonomi yang penting:
1.      Hak atas pekerjaan (pasal 23)
2.      Hak atas taraf hidup yang layak, termasuk makanan, pakaian, perumahan dan kesehatan (pasal 25)
3.      Hak atas pendidikan (pasal 26)
4.      Hak kebudayaan meliputi hak untuk turut serta dalam kehidupan kebudayaan masyarakat, ambil bagian dalam kemajuan ilmu pengetahuan dan hak atas perlindungan kepentingan moral dan material yang timbul dari hasil karya cipta seseorang dalam bidang ilmu, kesusastraan, dan seni (pasal 21).[3]
Di Indonesia sebenarnya pernyataan hak asasi manusia ini telah mendahului piagam umum pernyataan Perserikatan Bangsa-bangsa tersebut.
Proklamasi kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 agustus 1945 dalam Undang-undang Dasar Negara Indonesia mencantumkan dengan tegas tentang hak-hak asasi manusia ini, baik dalam pembukaan maupun dalam Batang Tubuh UUD 1945 tersebut. Negara kita menghormati hak-hak asasi manusia dan martabat manusia.[4]
C.    Bentuk-bentuk HAM
Manusia selalu memilki hak-hak dasar (basic rights) antara lain:
1.      Hak hidup
2.      Hak untuk hidup tanpa ada perasaan takut dilukai atau dibunuh oleh orang lain
3.      Hak kebebasan
4.      Hak untuk bebas, hak untuk memiliki agama/kepercayaan, hak untuk meperoleh informasi, hak menyatakan pendapat, hak berserikat, dan sebagainya
5.      Hak pemilikan
6.      Hak untuk memilih sesuatu, seperti pakaian, rumah, mobil, perusahaan, pabrik, dan sebagainya
Sedangkan menurut deklarasi HAM PBB secara singkat dijelaskan seperangkat hak-hak dasar manusia yang sangat sarat dengan hak-hak yuridis, seperti hak untuk hidup, tidak menjadi budak, tidak disiksa dan tidak ditahan, dipersamakan dimuka hukum (equality before the law), mendapatkan praduga tidak bersalah dan sebagainya. Hak-hak lain juga dimuat dalam deklarasi tersebut seperti seperti hak-hak akan nasionalitas, pemilikan, pemikiran, agama, pendidikan, pekerjaan dan kehidupan berbudaya.[5]
D.    Nilai-nilai HAM Universal dan Partikular
Perdebatan tentang nilai-nilai HAM apakah universal (artinya nilai-nilai HAM berlaku umum di suatu Negara) atau particular (artinya nilai-nilai HAM sangat konstekstual yaitu mempunyai kekhususan dan tidak berlaku untuk setiap Negara karena  ada keterikatan dengan nilai-nilai kultural yang tumbuh dab berkembang pada suatu Negara) terus berlanjut. Berkaitan dengan nilai-nilai HAM, ada tiga teori yang dapat diajdikan kerangka analisis yaitu teori realitas (realistic theory), teori relativisme kultural (cultural relativision theory) dan teori radikal universalisme (radical universalism).
Teori realitas mendasari pandangannya pada asumsi adanya sifat manusia yang menekankan self interest dan egoisme dalam bertindak anarkis. Dalam situasi anarkis, seseorang mementingkan dirinya sendiri, sehingga menimbulkan chaos dan tindakan tidak manusiawi diantara individu dalam memperjuangkan egoism dan self interest-nya. Dengan demikian, dalam situasi anarkis prinsip universalitas moral yang dimiliki setiap individu tidak dapat berlaku dan berfungsi. Untuk mengatasi situasi demikian Negara harus mengambil tindakan berdasarkan power dan security yang dimiliki dalam rangka menjaga kepentingan nasional dan keharmonisan social dibenarkan. Tindakan yang dilakukan Negara yang seperti diatas tidak termasuk dalam kategori tindakan pelanggaran HAM oleh Negara.
Sementara itu teori relativitas kultural berpandangan bahwa nilai-nilai moral dan budaya bersifat particular (khusus). Hal ini berarti bahwa nilai-nilai moral HAM bersifat lokal dan spesifik, sehingga berlaku khusus pada suatu Negara. Dalam kaitanya dengan penegakan HAM, menurut teori ini ada tiga model penerapan HAM yaitu:
1.      Penerapan HAM yang lebih menekankan pada hak sipil, hak politik, dan hak kepemilikan pribadi.
2.      Penerapan HAM yang lebih menekankan pada hak ekonomi dan sosial
3.      Penerapan HAM yang lebih menekankan pada hak penentuan nasib sendiri (self administration) dan pembangunan ekonomi.
Model pertama banyak dilakukan oleh Negara-negara yang tergolong dunia maju, model kedua banyak diterapkan di dunia berkembang untuk model ketiga banyak diterapkan di dunia terbelakang. Selanjutnya, teori radikal universalitas berpandangan bahwa semua nilai termasuk nilai-nilai HAM adalah bersifat universal dan tidak sejarah suatu Negara. Kelompok radikal universal menganggap bahwa ada satu paket pemahaman mengenai HAM bahwa nilai-nilai HAM berlaku sama di semua tempat dan disembarang waktu serta dapat diterapkan pada masyarakat yang mempunyai latar belakang budaya dan sejarah yang berbeda. Dengan demikian pemahaman dan pengakuan terhadap nilai-nilai HAM berlaku sama dan universal bagi semua Negara dan bangsa. Dalam kaitan dengan ketiga teori tentang nilai-nilai HAM itu ada dua arus pemikiran atau pandangan yang saling tarik menarik dalam melihat relativitas  nilai-nilai HAM yaitu atrong relativist dan weak relativist. Strong relativist beranggapan bahwa nilai HAM dan nilai-nilai HAM local (particular) dan nilai-nilai HAM yang universal. Sementara Weak relativist memberi penekanan bahwa nilai-nilai HAM bersifat universal dan sulit untuk dimodifikasi berdasarkan pertimbangan budaya tertentu. Berdasarkan pandangan ini nampak tidak adanya pengakuan terhadap nilai-nilai HAM local melainkan hanya mengakui adanya nilai-nilai HAM universal.[6]
E.     HAM dalam perspektif Islam
   Islam sebagai agama universal mengandung prinsip-prinsip hak asasi manusia. Sebagai sebuah konsep ajaran, Islam menempatkan manusia pada kedudukan yang sejajar dengan manusia lainnya.
Menurut ajaran Islam, perbedaan antara  satu individu dengan individu lain bukan terjadi karena haknya sebagai manusia, melainkan didasarkan keimanan dan ketakwaannya. Adanya perbedaan itu tidak menyebabkan perbedaan dalam kedudukan sosial. Hal ini merupakan dasar yang sangat kuat  dan tidak dapat dipungkiri telah memberikan konstribusi pada perkembangan prinsip-prinsip hak asasi manusia di dalam masyarakat internasional.
Dalam sejarah konstitusi Islam terhadap dua deklarasi yang memuat hak-hak asasi manusia yang dikenal dengan Piagam Madinah dan Deklarasi Kairo (Cairo Declaration).
Terdapat dua landasan pokok bagi kehidupan bermasyarakat yang diatur dalam Piagam Madinah, yaitu:
1.      Semua pemeluk Islam adalah satu umat walaupun mereka berbeda suku bangsa.
2.      Hubungan antar komunitas Muslim dan Non-muslim didasarkan pada primsip-prinsip:
a.       Berinteraksi secara baik dengan sesama tetangga
b.      Saling membantu dalam menghadapi musuh bersama
c.       Membela mereka yang teraniaya
d.      Saling menasihati
e.       Menghormati kebebasan beragama
Negara-negara Islam yang tergabung  dalam Organization of the Islamic Conference (OIC/OKI) pada tanggal 5 Agustus menegluarkan deklarasi tentang kemanusiaan sesuai syariat Islam di Kairo. Konsep hak asasi manusia hasil rumussan OKI ini selanjutnya dikenal dengan sebutan Deklarasi Kairo. Deklarasi ini berisi 24 pasal tentang hak asasi manusia berdasarkan Al-Qur’an dan Sunnah yang dalam penerapan dan realitasnya memiliki beberapa persamaan dengan pernyataan semesta hak-hak  asasi manusia (The Universal Declaration of Human Rights/UDHR) yang dideklarasikan oleh PBB tahun 1948.[7]
Semangat kaum feminis menyuarakan “kedirian” perempuan menjadi fenomena tak terbantahkan oleh zaman. Dimulai sejak abad ke-17 (ketika istilah feminism pertama kali digunakan), para perjuangan hak-hak perempuan bergerak terus mendesak perubahan nasib  bagi perempuan menuju kondisi yang lebih baik dan adil, bangkit dari kejayaan patriarki, yakni dunia yang didominasi laki-laki.[8]
F.     Perkembangan penegakan HAM di Indonesia
Perkembangan penegakan HAM di Indonesia rasanya semakin baik. Ini didorong pertumbuhan pemahaman HAM secara internasional. Dulu, penegakan HAM itu lebih bersifat soft law. Tetapi perkembangan di dunia  internasional kini justru  mengarah menjadi hard law.
Di tingkat dunia nanti, akan dibentuk Internasional Criminla of Court. Bila ada lembaga ini, salah satu kejahatan yang akan diadili, adalah pelanggaran HAM. Yang perlu di khawatirkan adalah nanti seseorang yang langsung melanggar HAM di Indonesia, keluar negeri bisa ditangkap dan diadili di peradilan criminal internasional itu.
Jadi sekalipun lambat, tetapi secara terencana kita harus mulai meratifikasi konvensi mengenai HAM. Kalau konvensi internasional itu diratifikasi memang akan muncul persoalan mengenai kedaulatan Negara kita. Seorang anggota Komisi HAM PBB pun bisa masuk ke Indonesia dan melakukan investigasi. Namun ini bukan alasan bagi kita, untuk tidak segera meratifikasi konvensi PBB. Yang perlu segera diratifikasi, adalah konvensi yang menyangkut hak ekonomi, social, dan budaya masyarakat. Konvensi yang menyangkut sipil dan politik baru berikutnya, karena kita harus siap lebih dahulu, sehingga kedaulatan kita tidak dilanggar. Apabila kita belum siap dan sudah meratifikasi konvensi itu nanti bisa malu.
Menurut Prof. Dr.Muladi mau diakui atau tidak, kinerja Komnas HAM selama ini banyak menyelamatkan muka diplomat kita di luar negeri. Artinya banyak membantu diplomasi, menciptakan image yang positif. Sebab sering kali berita yang dilansir  media luar negeri, banyak didramatisir serta menyudutkan Indonesia dalam masalah penghormatan HAM.
            Di samping itu, Komnas HAM sungguh berusaha menyebarluaskan wawasan tentang HAM, melakukan pemantauan, pendidikan HAM, serta melakukan hubungan luar negeri. Dengan demikian, kita telah memiliki suatu lembaga yang betul-betul obyektif untuk menilai masalah HAM ini. Komnas HAM juga telah mendorong semua orang, baik sipil atau ABRI kini mulai bicara tentang HAM. Soal pelanggaran HAM di mana-mana memang tetap terjadi. Namun yang sungguh diharapkan, adalah rencana aksi nasional tentang HAM yang disebut sebagai “the nation plan of action” perlu segera dirumuskan. Ini penting, antara lain mengenai rencana pembentukan Tap MPR tentang HAM, yang merupakan ketetapan MPR non Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN).[9] 

G.    Penanggungjawab dalam penegak, pelindung, dan pemenuhan HAM di Indonesia
Dalam upaya penegakan hak asasi manusia di Indonesia, dibutuhkan sarana dan prasarana. Sarana dan prasarana penegakan HAM tersebut dikategorikan menjadi dua bagian yakni:
1.      Sarana yang berbentuk institusi atau kelembagaan seperti lahirnya Lembaga advokasi tentang HAM yang dibentuk LSM, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Komisi Nasional HAM Perempuan dan institusi lainnya.
2.      Sarana yang berbentuk peraturan atau undang-undang, seperti adanya beberapa pasal dalam .konstitusi UUD 1945 yang memuat tentang HAM, UU RI No. 39 Th. 1999, Keppres RI No. 50 Th. 1993, Keppres RI No. 129 Th. 1998, Keppres RI No. 181 Th. 1998 dan Inpres RI No. 26 Th. 1998. Kesemua  perangkat hukum tersebut merupakan sarana pendukung perlindungan HAM.[10]
Tanggung jawab pemajuan, penghormatan, dan perlindungan HAM tidak saaj dibebankan Negara meliankan juga kepada individu warga Negara. Artinya Negara dan individu sama-sama memiliki tanggung jawab terhadap pemajuan penghormatan dan perlindungan HAM.
Dalam kaitannya dengan individu tersebut,  Mickel mengajukan tiga alasan:
1.      sejumlah besar problem HAM tidak hanya melibatkan aspek pemerintah tetapi juga kalangan swasta atau kalangan diluar Negara, dalam hal ini adalah rakyat.
2.      HAM sejatinya bersandar pada pertimbangan-pertimbangan normatif agar umat manusia diperlakukan dengan human-dignity-nya.
3.      Individu memiliki tanggung jawab atas dasar prinsip-prinsip demokrasi dimana setipa orang memilki kewajiban-kewajiban atau ikut mengewasi tindakan pemerintah. Dalam masyrakat demokratis, sesuatu yang menjadi kewajiban pemerintah juga menjadi kewajiban rakyat.[11]
Secara normatif, penegakkan HAM di Indonesia mengacu dalam peraturan perundang-undangan. Dalam peraturan perundang-undangan RI terdapat empat bentuk hukum tertulis yang memuat aturan tentang HAM, yaitu.
1. Undang-undang Dasar Negara (UUD 1945).
2. Ketetapan MPR (TAP MPR).
3. Undanag-undang.
4. Peraturan pelaksanaan perundang-undangan, seperti peraturan pemerintah, keputusan presiden, dan peraturan pelaksana lainnya.[12]

H.    Pelanggar dan Pengadilan HAM
            Pelanggaran Hak Asasi Manusia adalah setiap perbuatan seseoarang atau kelompok orang termasuk aparat negara baik disengaja maupun tidak disengaja atau kelalaian yang secara melawan hukum mengurangi, menghalangi, membatasi dan atau mencabut Hak Asasi Manusia seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh Undang-undang, dan tidak mendapatkan atau dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyelesaian hukum yang adil dan benar berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku (Pasal 1 angka 6 UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM).
            Pengadilan Hak Asasi Manusia adalah Pengadilan Khusus terhadap pelanggaran Hak Asasi Manusia yang berat. Pelanggaran HAM yang berat diperiksa dan diputus oleh
Pengadilan HAM meliputi :
  1. Kejahatan genosida;
  2. Kejahatan terhadap kemanusiaan
            Kejahatan genosida adalah setiap perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk menghancurkan atau memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok bangsa, ras, kelompok etnis, kelompok agama, dengan cara :
  1. Membunuh anggota kelompok;
  2. mengakibatkan penderitaan fisik atau mental yang berat terhadap anggota-anggota kelompok;
  3. menciptakan kondisi kehidupan kelompok yang akan mengakibatkan kemusnahan secara fisik baik seluruh atau sebagiannya;
  4. memaksakan tindakan-tindakan yang bertujuan mencegah kelahiran di dalam kelompok; atau
  5. memindahkan secara paksa anak-anak dari kelompok tertentu ke kelompok lain.
            Kejahatan terhadap kemanusiaan adalah salah satu perbuatan yang dilakukan sebagian dari serangan yang meluas atau sistematik yang diketahuinya bahwa serangan tersebut ditujukan secara langsung terhadap penduduk sipil, berupa :
  1. pembunuhan;
  2. pemusnahan;
  3. perbudakan;
  4. pengusiran atau pemindahan penduduk secara paksa;
  5. perampasan kemerdekaan atau perampasan kebebasan fisik lain secara sewenang-wenang yang melanggar (asas-asas) ketentuan pokok hukum internasional;
  6. penyiksaan;
  7. perkosaan, perbudakan seksual, palcuran secara paksa, pemaksaan kehamilan, pemandulan atau sterilisasi secara paksa atau bentuk-bentuk kekerasan seksual lain yang setara;
  8. penganiayaan terhadap suatu kelompok tertentu atau perkumpulan yang didasari persamaan paham politik, ras kebangsaan, etnis, budaya, agama, jenis kelamin atau alasan lain yang telah diakui secara universal sebagai hal yang dilarang menurut hukum internasional;
  9. penghilangan orang secara paksa; atau
  10. kejahatan apartheid.
(Penjelasan Pasal 7, 8, 9 UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM)
            Penyiksaan adalah setiap perbuatan yang dilakukan dengan sengaja, sehingga menimbulkan rasa sakit atau penderitaan yang hebat, baik jasmani maupun rohani, pada seseoarang untuk memperoleh pengakuan atau keterangan dari seseorang dari orang ketiga, dengan menghukumnya atau suatu perbuatan yang telah dilakukan atau diduga telah dilakukan oleh seseorang atau orang ketiga, atau mengancam atau memaksa seseorang atau orang ketiga, atau untuk suatu alasan yang didasarkan pada setiap bentuk diskriminasi, apabila rasa sakit atau penderitaan tersebut ditimbulkan oleh, atas hasutan dari, dengan persetujuan, atau sepengetahuan siapapun dan atau pejabat publik (Penjelasan Pasal 1 angka 4 UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM)
            Penghilangan orang secara paksa adalah tindakan yang dilakukan oleh siapapun yang menyebabkan seseorang tidak diketahui keberadaan dan keadaannya (Penjelasan Pasal 33 ayat 2 UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM).[13]






                [1] PUSLIT IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Pendidikan Kewargaan  Demokrasi, HAM, dan Masyarakat Madani,(Jakarta:IAIN Jakarta Pres, 2000) hlm 207
                [2] http://taufiq-hidayat92.blogspot.com/2013/10/makalah-hak-asasi-manusia.html, diakses pada kamis, 21 Mei 2015 pukul 14:15
                [3] PUSLIT IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Pendidikan Kewargaan …..hlm 210-212
                [4] Widjaja, Pedoman Pelaksanaan Pendidikan Pancasila Pada Perguruan Tinggi, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002), hlm 222
                [5] PUSLIT IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Pendidikan Kewargaan …..hlm 207-208
                [6] http://taufiq-hidayat92.blogspot.com/2013/10/makalah-hak-asasi-manusia.html, diakses pada kamis, 21 Mei 2015 pukul 14:15
                [7] PUSLIT IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Pendidikan Kewargaan …..hlm 214-216
                [8] Abdul Rozak, Pendidikan Kewarganegaraan, (Jakarta: IAIN Jakarta, 2004), hlm 182
                [9] http://taufiq-hidayat92.blogspot.com/2013/10/makalah-hak-asasi-manusia.html, diakses pada kamis, 21 Mei 2015 pukul 14:15
                [10] PUSLIT IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Pendidikan Kewargaan …..hlm 218
                [11] http://taufiq-hidayat92.blogspot.com/2013/10/makalah-hak-asasi-manusia.html, diakses pada kamis, 21 Mei 2015 pukul 14:15
                [12] http://sriargarini.blogspot.com/2012/05/hak-asasi-manusia.html , diakses pada Kamis, 21 Mei 2015 pukul 14:33
                [13] http://einsteinfisika.blogspot.com/2011/06/makalah-ham-hak-asasi-manusia.html, diakses pada Kamis, 21 Mei 2015 pukul 14:19

Tidak ada komentar:

Posting Komentar