BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Ekonomi pada umumnya di definisikan
sebagai pengetahuan tentang perilaku manusia dalam hubungannya dengan
pemanfaatan sumber-sumber produktif yang langka untuk memproduksi barang-barang
atau jasa serta mendistribusikannya untuk keperluan konsumsi.
Agama, baik Islam maupun nonislam,
pada esensinya merupakan panduan bagi perilaku manusia. Panduan moral tersebut
secara garis besar bertumpu kepada ajaran akidah, syariah, dan moral yang
luhur. Dalam hal ini Islam berperan sebagai panduan moral terhadap fungsi
produksi, distribusi, dan konsumsi. Maka dalam makalah ini kami akan membahas
mengenai Akad berkenaan dengan fiqih muamalah.
B.
Rumusan
Masalah
1. Apa
pengertian akad ?
2. Apa
perbedaan akad, wa’ad, tasharruf, dan iltizam ?
3. Bagaimana
pembentukan akad ?
4. Apa
syarat-syarat akad ?
5. Bagaimana
dampak akad ?
6. Bagaimana
pembagian akad ?
7. Apa
saja sifat-sifat akad ?
8. Bagaimana
akhir akad ?
C.
Tujuan
1. Untuk
memahami pengertian akad
2. Untuk
mengetahui perbedaan akad, wa’ad, tasharruf, dan iltizam
3. Untuk
mengetahui pembentukan akad
4. Untuk
mengetahui syarat-syarat akad
5. Untuk
mengetahui dampak akad
6. Untuk
mengetahui pembagian akad
7. Untuk
mengetahui sifat-sifat akad
8. Untuk
mengetahui akhir akad
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Akad
Kata ‘aqad dalam dalam istilah bahasa
berarti ikatan dan tali pengikat. Akad dalam termonologi ahli bahasa mencakup
makna ikatan, pengokohan dan penegasaan dari satu pihak atau kedua belah pihak.
Adapun makna akad secara syar’i yaitu: “Hubungan antara ijab dan qabul
dengan cara yang dibolehkan oleh syariat yang mempunyai pengaruh secara
langsung. “Ini artinya bahwa akad termasuk dalam kategori hubungan yang
mempunyai nilai menurut pandangan syara’ antara dua orang sebagai hasil dari
kesepakatan antara keduanya yang kemudian dua keinginan itu dinamakan ijab
dan qobul.[1]
Sedangkan kata akad dalam bahasa Arab
al-‘aqad bentuk jamaknya al-‘uqud yang mempunyai arti antara lain:
1. Mengikat (al-rabith)
2. Sambungan (al-‘aqd)
3. Janji (al-‘ahd)
Dari keterangan di atas dapat
disimpulakan bahwa pengertian akad paling tidak mencakup:
1. Perjanjian
(al-‘ahd)
2. Persetujuan
dua buah perjanjian atau lebih
3. Perikatan
(al-‘aqd)
Adapun
secara istilah (terminologi) ada beberapa definisi akad, pengertian tersebut
ada yang bersifat umum dan berssifat khusus.
1. Pengertian
akad secara umum adalah:
كل ما عز م المر ء على فعله سوا ء
صدر يا را دة منفرد ة كا لو قف ام احتجا ج الى اراد ين كا لبيع
“Setiap yag diinginkan manusia untuk
mengerjakan, baik keiginan tersebut berasal dari kehendaknya sendiri, misalnya
dalam hal wakaf, atau kehendak tersebut timbul dari dua orang, misalnya dalam
hal jual bel, ijarah”.
2. Pengertian
akad secara khusus adalah:
ار
تبا ط ايجا ب بقبو ل على وجه مشر و ع يثبت اثره فى محله
“Perikatan yang ditetapkan dengan ijab-qabul
berdasarkan ketentuan syara’ yang berdampak pada obyeknya”.
3. Pengertian-pengertian
akad, sebagaimana dikemukakan oleh Hendi Suhendi, adalah:
مجموع
ايجا ب احد الطر فين مع قبول الا خر او الكلا م الواحدالقا ئم مقا مهما
“Berkumpulnya serah terima diantara dua
pihak atau perkataan seseorang ynag berpengaruh pada kedua pihak”.
ربط
اجزاء التصرف با لا يجا ب والقبو ل شر عا
“Ikatan atas bagian-bagian tasharruf
menurut syara’ dengan cara serah terima”.
Dalam akad pada dasarnya dititik tekankan
pada kesepakatan antara dua belah pihak yang ditandai dengan ijab-qabul. Dengan
demikian ijab-qabul adalah suatu perbuatan atau pernyataan untuk menunjukan
suatu keridhaan dalam berakad yang dilakukan oleh dua orang atau lebih,
sehingga terhindar atau keluar dari suatu ikatan yang tidak berdasarkan syara’.
Karena itu, dalam Islam tidak semua bentuk kesepakatan atau perjanjian dapat
dikategorikan sebagai akad, terutama kesepakatan yang tidak didasarkan pada
keridhaan dan syari’ah Islam.[2]
Sedangkan
menurut WJS. Poerwadarminta dalam bukunya Kamus Besar Bahasa Indonesia
memberikan definisi perjanjian yaitu :
“persetujuan
(tertulis atau dengan lisan) yang dibuat oleh dua pihak atau lebih yang mana
berjanji akan menaati apa yang tersebut diperjanjian itu”[3]
Jadi
dari pengertian-pengertian akad di atas dapat disimpulkan akad adalah
kesepakatan antara dua pihak atau lebih terhadap suatu objek.
B.
Perbedaan
Akad, Wa’ad, Tasharruf, dan Iltizam
Berikut
perbedaan dari akad, wa’ad, tasharruf dan juga iltizam:
1. Akad,
sebagai sebab timbulnya iltizam.
2. Wa’ad,
janji antara satu pihak dengan pihak lain. Pihak yang diberi janji tidak
memikul kewajiban apapun kepada phak pemberi janiji. Terms and conditionnya tidak well
defined atau
Belum ada kewajiban yang ditunaikan
oleh pihak manapun, walaupunterms danconditionsnya sudah well
defined. Bila janji tidak terpenuhi maka
sanksi yang diterima adalah sanksi moral[4]
3. Tasharruf,
segala ucapan atau tindakan yang dilakukan seseorangatas
kehendaknya, dan memiliki implikasi hukum tertentu, baik hal inimemberikan
kemaslahatan bagi dirinya atau pun tidak.
4. Ilzam,
setiap transaksi yang dapat menimbulkan
pindahnya,munculnya ataupun berakhirnya suatu hak, baik transaksi tersebut
terbentukatas kehendak pribadi (diri sendiri) atau terkait dengan kehendak
orang lain.[5]
C.
Pembentukan
Akad
1. Rukun Akad
Akad juga terbentuk karena adanya
rukun-rukun yang membentuknya. Menurut ahli-ahli hukum Islam kontemporer, rukun
yang membentuk akad itu ada empat, yaitu:
a. Para pihak yang membuat akad
(al-aqidan)
b.
Pernyataan kehendak para pihak (shigatul-‘aqd)
c.
Objek akad (mahallul-‘aqd), dan
d.
Tujuan akad (maudhu’ al-‘aqd)
2.
Unsur-Unsur Akad
Az-Zarqa’ menyebutkan empat unsur akad, yaitu sebagai
berikut:
a. Para pihak
b. Objek akad
c. Tujuan akad
d. Rukun akad[6]
D.
Syarat-syarat
Akad
Setiap
pembentuk akad mempunyai syarat yang ditentukan syara’ yang wajib
disempurnakan, syarat terjadinya akad dibagi menjadi dua macam:
1. Syarat-syarat
yang bersifat umum, yaitu syarat-syarat yang wajib sempurna wujudnya dalam
berbagai akad.
2. Syarat-syarat
yang bersifat khusus, yaitu syarat-syarat yang wujudnya wajib ada dalam
sebagian akad, syarat khusus ini juga disebut sebagai syarat idhafi (tambahan)
yang harus ada di samping syarat-syarat yang umum.
Syarat-syarat umum yang harus
dipenuhi dalam berbagai macam akad:
a. Kedua
orang yangg melakukan akad cakap bertindak (ahli), maka akad orang yang tidak cakap
(orang gila, orang ynag berada di bawah pengampuan (mahjur) karena boros dan
lainnya) akadnya tidak sah.
b. Yang
dijadikan obyek akad dapat menerima hukumnya.
c. Akad
itu diizinkan oleh syara’, dilakukan oleh orang yamg mempunyai hak
melakukannya, walaupun dia bukan aqid yang memiliki barang.
d. Akad
bukan jenis akad yang dilarang, seperti jual beli mulamasah.
e. Akad
dapat memberikan faedah, maka tidaklah sah apabila akad rahn dianggap sebagai
amanah.
f. Ijab
harus berjalan terus, maka ijab tidak sah apabila ijab tersebut dicabut
(dibatalkan) sebelum adanya qabul.
g. Ijab
dan qabul harus bersambung, jika seseorang melakukan ijab dan berpisah sebelum
terjadinya qabul, maka ijab yang demikian dianggap tidak sah (batal).[7]
E.
Dampak
Akad
Berikut dampak dari akad:
§ Dampak khusus, adalah hukum adat,
yakni dampak asli dalam pelaksanaan suatu akad atau maksud utama dilaksanakanya
suatu akad, seperti pemindahan kepemilikan dalam jual-beli, upah, hibah, wakaf.
§ Dampak Umum, segala sesuatu yang
mengiringi setiap atau sebagian besar akad, baik dari segi hukum maupun hasil.[8]
F.
Pembagian
Akad
Akad dibagi menjadi beberapa macam
yaitu sebagai berikut :
1. ‘Aqad
Munjis yaitu akad yang dilaksanakan langsung pada saat selesainya akad.
2. ‘Aqad
Mu’alaq yaitu akad yang dalam pelaksanaannya terdapat syarat-syarat yang telah
ditentukan dalam akad, seperti penentuan penyerahan barang-barang yang
diakadkan setelah adanya pembayaran.
3. ‘Aqad
Mudhaf yaitu akad yang dalam pelaksanaanya terdapat syarat-syarat mengenai
penanggulangan pelaksanaan akad, pernyataan yang pelaksanaanya ditangguhkan
hingga waktu yang ditentukan, perkataan tersebut sah dilakukan pada waktu akad,
tetapi belum mempunyai akibat hukum sebelum tibanya waktu yang telah
ditentukan.
Disamping
akad Munjis, muu’alaq, dan mudhaf, pada dasarnya macam-macam akad masih banyak
jenisnya tergantung dari sudut tinjauanya. Perbedaan-perbedaan tinjauan akad
dapat diklasifikasikan dari segi :
1. Ada
dan tidaknya qismah pada akad, dalam segi ini akad dibagi menjadi dua bagian :
a. Akad
Musmmah
b. Akad
ghair musammah
2. Disyari’atkan
dan tidaknya akad, ditinjau dari segi ini akad dibagi menjadi dua bagian :
a. Akad
musyara’ah
b. Akad
mamnu’ah ialah
3. Sah
dan batalnya akad, ditinjau dari segi ini dibagi menjadi :
a. Akad
Shahihah
b. Akad
fasidah
4. Sifat
bendanya, ditinjau dari sifat ini benda akad terbagi menjadi :
a. Akad
‘aniyah
b. Akad
ghair ‘aniyah
5. Akad
ditinjau dari segi cara melakukannya,
terbagi :
a. Akad
yang harus dilakukan dengan upacara tertentu
b. Akad
ridha’iyah
6. Berlaku
dan tidakny akad, dari segi ini dapat dibagi menjadi dua bagian :
a. Akad
nafidzah
b. Akad
mauqufah
7. Luzum
dan dapat dibatalkannya, dari segi ini akad dapat dibagi empat :
a. Akad
lazim yang menjadi hak kedua belah pihak yang tidak dapat dipindahkan
b. Akad
lazim yang menjadi hak kedua belah pihak dan dapat dipindahkan dan dirusakan.
c. Akad
lazim yang menjadi salah satu pihak
d. Akad
lazimah yang menjadi hak dua belah pihak tanpa menunggu persetujuan salah satu
pihak
8. Tukar
menukar hak, daris egi ini akd dibagi menjadi tiga bagian :
a. Akad
mu’awadhah
b. Akad
tabarru’at
c. Akad
tabarru’at pada awalnya dan menjadi akad mu’awadhah pada akhirnya seperti
qaradh dan kafalah
9. Harus
dibayar ganti dan tidaknya, dari segi ini akad dibagi menjadi tiga bagian :
a. Akad
dhaman
b. Akad
amanah
c. Akad
yang dipengaruhi beberapa unsur, salah satu segi merupakan dhaman, dari segi
yang lain merupakan dhaman, ddari segi lain merupakan amanah, seperti rahn
(gadai)
10. Tujuan
akad yaitu dari segi tujuannya akad dapat dibagi menjadi lima golongan :
a. Bertujuan
memiliki (tamlik)
b. Bertujuan
untuk mengadakn hal bersama
c. Bertujuan
memperkokoh kepercayaan
d. Bertujuan
menyerahkan kekuasaan
11. Temporer
dan berkesinambungan, dari segi ini akad dibagi menjadi dua bagian :
a. Akad
fauriyah
b. Akad
istimrar
12. Ashliyah
dan Thabi’iyah, dari segi ini akad
dibagi menjadi dua bagian :
a. Akad
ashliyah
b. Akad
thabi’iyah[9]
G.
Sifat-sifat
Akad
Pembaagian akad berdasarkan sifatnya
dari aspek syara’, terbagi menjadi beberapa jenis yaitu sahih (صحيح) , batil (باطل),
nafiz (نافذ), mauquf (موقوف),
lazim (لازم) dan ja’iz (جائز)
:
1. Akad sahih
ialah perjanjian yang sempurna semua rukun dan syaratnya yang ditetapkan oleh
syara’ dan tidak ada satu unsur yang meragukan. Hukum kontrak ini ialah sah.
2. Akad batil
ialah perjanjian yang tidak sempurna (cacat) syarat dan rukunnya. Hukum perjanjian
seperti ini ialah tidak sah.
3. Akad nafiz
ialah kesepakatan dari seseorang yang mempunyai kelayakan dan kuasa untuk
melakukannya.
4. Akad mauquf
ialah kesepakatan dari seseorang yang mempunyai kelayakan untuk berakad, tetapi
dia tidak mempunyai kuasa untuk melakukannya seperti akad yang dilakukan oleh anak-anak
yang mumaiyiz bagi kontrak yang ada risiko untung dan rugi. Hukumnya adalah perjanjian
ini tidak boleh melainkan setelah mendapat persetujuan oleh pemilik hak yang
berkuasa melakukannya. Jika pemilik hak tidak mempersetujui maka kontrak itu
menjadi batal.
5. Akad lazim
ialah perjanjian yang tidak membolehkan salah satu pihak membatalkan kontrak
tanpa persetujuan pihak yang lain seperti akad sewa dan jual beli.
6. Akad jaiz
ialah perjanjian yang membolehkan salah satu pihak yang berkontrak
membatalkannya tanpa persetujuan pihak yang lain seperti akad wakalah.[10]
H.
Akhir
Akad
Berakhirnya akad
dapat disebabkan karena fasakh, kematian atau karena tidak adanya pihak lain
dalam hal akad mauquf.
1. Berakhirnya
akad karena fasakh. Hal-hal yang dapat menyebabkan timbulnya fasakhnya akad
adalah sebagai berikut :
a. Fasakh
karena akadnya fasid (rusak)
b. Fasakh
karena khiyar
c. Fasakh
berdasarkan iqalah
d. Fasakh
karena tidak ada realisasi
e. Fasakh
karena jatuh tempo atau karena tujuan akad telah terealisasi
2. Berakhirnya
akad karena kematian. Akad fasakh karena kematian adalah sebagai berikut :
a. Akad
dalam ijarah
b. Akad
dalam rahn dan kafalah
c. Akad
dalam syirkah dan wakalah
3. Berakhirnya
akad karena tidak adanya izin pihak lain.
Akad akan
berakhir apabila pihak yang mempunyai wewenang tidak mengizinkannya atau
meninggal dunia sebelum dia memberikan izin[11]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1. Akad
adalah kesepakatan antara dua pihak atau lebih untuk melakukan suatu perbuatan
tertentu
2. Akad,
sebagai sebab timbulnya iltizam. Wa’ad, janji antara satu pihak dengan pihak
lain. Pihak yang diberi janji tidak memikul kewajiban apapun kepada phak
pemberi janiji. Terms and conditionnya tidak well
defined atau
Belum ada kewajiban yang ditunaikan
oleh pihak manapun, walaupunterms danconditionsnya sudah well
defined. Bila janji tidak terpenuhi maka
sanksi yang diterima adalah sanksi moral. Tasharruf, segala ucapan atau tindakan yang dilakukan seseorangatas
kehendaknya, dan memiliki implikasi hukum tertentu, baik hal inimemberikan
kemaslahatan bagi dirinya atau pun tidak.. Ilzam, setiap transaksi yang dapat menimbulkan pindahnya,munculnya
ataupun berakhirnya suatu hak, baik transaksi tersebut terbentukatas kehendak
pribadi (diri sendiri) atau terkait dengan kehendak orang lain.
3. Pembentukan akad terdiri dari
orang yang berakad, barang yang diakadkan, dan ijab qobul atau shigot.
4. Syarat-syarat
umum yang harus dipenuhi dalam berbagai macam akad:
Kedua orang yangg melakukan akad cakap bertindak
(ahli), maka akad orang yang tidak cakap (orang gila, orang ynag berada di bawah
pengampuan (mahjur) karena boros dan lainnya) akadnya tidak sah.
Yang dijadikan obyek akad dapat menerima hukumnya.
Akad itu diizinkan oleh syara’, dilakukan oleh orang
yamg mempunyai hak melakukannya, walaupun dia bukan aqid yang memiliki barang.
Akad bukan jenis akad yang dilarang, seperti jual
beli mulamasah.
Akad dapat memberikan faedah, maka tidaklah sah
apabila akad rahn dianggap sebagai amanah.
Ijab harus berjalan terus, maka ijab tidak sah
apabila ijab tersebut dicabut (dibatalkan) sebelum adanya qabul.
Ijab dan qabul harus bersambung, jika
seseorang melakukan ijab dan berpisah sebelum terjadinya qabul, maka ijab yang
demikian dianggap tidak sah
5. Dampak khusus, adalah hukum adat,
yakni dampak asli dalam pelaksanaan suatu akad atau maksud utama dilaksanakanya
suatu akad, seperti pemindahan kepemilikan dalam jual-beli, upah, hibah, wakaf.
Dampak Umum,
segala sesuatu yang mengiringi setiap atau sebagian besar akad, baik dari segi
hukum maupun hasil
6. Akad terdiri dari: akad munjis, akad
muallaq, dan akad mudhaf
7. Sifat-sifat akad yaitu akad shahih,
akad bathil, akadd nafiz, akad mauquf, akad lazim, dan akad jaiz
8. Berakhirnya akad:
a.
Karena fasakh
b.
Karena kematian
c.
Karena tidak
adanya izin pihak lain
B.
Saran
Demikianlah tugas penyusunan makalah
ini. Harapan kami dengan adanya makalah ini bisa menjadikan kita untuk lebih
memahami tentang akad, Serta dengan harapan dapat
bermanfaat dan bisa difahami oleh para pembaca. Kritik dan saran sangat kami
harapkan dari teman-teman
dan dosen ,Apabila ada kekurangan dalam penyusunan makalah ini,
kami mohon maaf yang sebesar-besarnya.
[5]
http://www.academia.edu/5206135/3_Pengantar_Muamalah_Lengkap
diakses pada Rabu, 25 Maret 2015 pukul 12:48
[8]
https://elkafilah.wordpress.com/category/fiqh-muamalah/
diakses pada Rabu, 25 Maret 2015 Pukul 12:50
Tidak ada komentar:
Posting Komentar