BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Islam masuk ke
Indonesia tidak lepas dari pedagang-pedagang muslim yang masuk ke kepulauan
Indonesia sambil menyebarkan agama Islam. Para saudagar atau pedagang muslim
tersebut mengislamkan masyarakat pribumi dengan beberapa cara diantaranya
melalui perkawinan, dakwah, kesenian, dan lain-lain. Ajaran-ajaran yang
diberikan kepada masyarakat pribumi tak jarang masih menjadi kepercayaan bahkan
menjadi rutinan yang dilakukan ditengah masyarakat indonesia. Banyak
peninggalan-peninggalan dari perjuangan penyebar agama islam di Indonesia yang
masih digunakan dalam berbagai bidang oleh masyarakat Indonesia. Oleh sebab itu
pemakalah memberikan penjelasan tentang Sejarah Masuknya Islam di Indonesia.
B.
Rumusan
Masalah
1. Bagaimana
masuknya Islam di Indoneesia ?
2. Bagaimana
kondisi dan situasi politik kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia ?
3. Bagaimana
saluran atau cara-cara Islamisasi di Indonesia ?
C.
Tujuan
1. Untuk
memahami proses masuknya Islam di Indonesia
2. Untuk
mengetahui kondisi dan situasi politik kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia
3. Untuk
mengetahui saluran atau cara-cara Islamisasi di Indonesia
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Islam
Masuk di Indonesia
Sejak zaman prasejarah, pendudduk
kepulauan Indonesia dikenal sebagai pelayar-pelayar yang sanggup mengarungi
lautan lepas. Sejak awal abad Masehi sudah ada rute-rute pelayaran dan
perdagangan antara kepulauan Indonesia
dengan beerbagai daerah di daratan Asia Tenggara. Wilayah barat nusantara dan
sekitar Malaka sejak masa kuno merupakan wilayah yang menjadi titik perhatian,
terutama karena hasil bumi yang dijual disana menarik bagi para pedagang dan menjadi daerah
lintasan penting antara China dan India.
Pedagang Muslim asal Arab, Persia, dan
India juga ada yang sampai ke kepulauan Indonesia untuk berdagang sejak abad
ke-7 (abad I H), ketika Islam pertama kali berkembang di Timor Tengah Malaka,
jauh sebelum ditaklukkan Portugis (1511), merupakan pusat utama lalau-lintas
perdagangan dan pelayaran. Melalui Malaka, hasil hutan dan rempah-rempah dari
seluruh pelosok Nusantara dibawa ke China dan India, terutama Gujarat, yang
melakukan hubungan dagang langsung dengna Malaka pada waktu itu.
Menurut
J.C van Leur, berdasarkan berbagai cerita perjalanan dapat diperkirakan bahwa
sejak 674 M ada koloni-koloni Arab di barat laut Sumatera, yaitu di Barus,
daerah penghasil kapur terkenal. Dari berita China bisa diketahui bahwa di masa
Dinasti Tang (abad ke 9-10) orang-orang Ta-Shih sudah ada di Kanton (Kan-fu)
dan Sumatera. Perkembangan pelayaran dan perdagangan yang bersifat
Internasional antara negeri-negeri di Asia bagian Barat dan Timur mungkin
disebabkan oleh kerajaan-kerajaan Islam di bawah Bani Umayah di bagian baratdan
kerajaan China zaman dinasti Tang di Asia bagian timur serta kerajaan Sriwijaya
di Asia Tenggara.
Baru
pada zaman-zaman breikutnya, penduduk kepulauan ini masuk Islam, bermula dari
penduduk pribumi di koloni-koloni pedagang muslim itu. Menjelang abad 13 M,
masyarakat muslim sudah ada di Samudera Pasai, Perlak, dan Palembang di
Sumatera. Di Jawa, makam Fatimah binti Maimun di Leran (Gresik) tahun 475 H
(1082 M), dan makam-makam Islam di Tralaya yang berasal dari abad ke-13 M
merupakan bukti berkembangnya komunitas Islam, termasuk di pusat kekuasaan
Hindu-Jawa ketika itu, Majapahit.
Sampai
berdirinya kerajaan-kerajaan Islam itu, perkembangan agama Islam di Indonesia
dapat dibagi menjadi tiga fase. (1) Singgahnya pedagang-pedagang Islam di
pelabuhan-pelabuhan Nusantara. (2) Adanya komunitas-komunitas Islam di beberapa
daerah kepulauan Indonesia . (3) Berdirinya kerajaan-kerajaan Islam.[1]
Menurut kesimpulan “Seminar Masuknya Islam
ke Indonesia” di Medan tahun 1963, Islam masuk ke Indonesia sudah semenjak abad
pertama Hijriyah atau abad ke-7 M.
“Seminar
Masuknya Islam di Indonesia” tersebut menghasilkan keputusan sebagai berikut.
1. Menurut
sumber-sumber yang kita ketahui, Islam untuk pertama kalinya telah masuk ke
Indonesia pada abad pertama Hijriyah (abad ke-7 Masehi) dan langsung dari Arab.
2. Daerah
yang pertama di datangi oleh Islam adalah pesisir Sumatra, dan bahwa setelah
terbentuknya masyarakat Islam, maka raja Islam yang pertama berada di Aceh.
3. Dalam
proses pengislaman selanjutnya, orang-orang Indonesia ikut aktif mengambil
bagian.
4. Mubaligh-mubaligh
Islam yang pertama-tama itu selain sebagai penyiar Islam juga sebagai saudagar.
5. Penyiaran
Islam di Indonesia dilakukan dengan cara damai.
6. Kedatangan
Islam ke Indonesia, membawa kecerdasan dan peradaban yang tinggi dalam
membentuk kepribadian bangsa Indonesia.
Harry
W. Hazard, dalam Atlas of Islamic History, menulis bahwa:
The first moslem to visit Indonesian were presumably
seventh century Arab trades who stopped at Sumatra an route to Cina. Their
successor were merchant from Gujarat the delat in pepper, and who had by 1100
established the unique combination of commercial and proselytizing which
characterized the appeared of Islam Indonesia.
Orang
Islam pertama mengunjungi Indonesia kemungkinan besas adalah saudagar Arab pada
abad ke-7 yang singgah di Sumatera dalam perjalanan menuju ke China. Menyusul
mereka adalah saudgaar dari Gujarat yang berdagang lada dan yang telah
membangun sejak tahun 1100 percampuran yang unik antara perdagangan dengan
usaha mengembangkan Islam di Indonesia.
Menurut
hemat penulis, pendapat yang megatakan bahwa Islam masuk ke Indonesia sejak
abad pertaam hijriyah (abad ke-7 M), dan langsung dari Arab, itu lebih kuat, mengingat beberapa
alas an telah dikemukakan di atas. Bahkan dimungkinkan bahwa sejak sejak masa
hidup Nabi Muhammad SAW agama Islam telah masuk ke daerah Nusantara. Menurut
literature kuno Tiongkok, sekitar tahun tahun 625 M telah ada sebuah
perkampungan Arab Islam di pesisir Sumatra (Barus). Jadi hanya 9 tahun sejak
Rosululloh SAW memproklamirkan dakwah Islam secara terbuka, di pesisir Sumatra
sudah terdapat sebuah perkampungan Islam. Menengok catatan sejarah, pada
seperempat abad ke-7 M, kerajaan budha Sriwijaya tengah berkuasa atas Sumatra.
Untuk bisa mendirikan sebuah perkampungan ysnsg berbeda dari agama resmi
kerajaan perkampungan Arab Islam tentu membutuhkan waktu bertahun-tahun sebelum
diizinkanoleh penguasa atau raja. Harus bersosialisasi dengan baik terlebih
dahulu kepada penguasa hingga akrab dan dipercaya oleh kalangan kerajaan maupun
rakyat sekitar. Di samping itu, menambah populasi muslim di wilayah yang sama,
yang berarti para pedagang Arab ini melakukan pembauran ddengan jalan menikahi
perempuan-perempuan pribumi dan memiliki anak, setelah semua syarat itu
terpenuhi baru mereka para pedagang Arab Islam ini bisa mendirikan sebuah
kampong di mana nilai-nilai Islam bisa hidup di bawah kekuasaan kerajaan Budha
Sriwijaya.
Adapun perkembangan selanjutnya, Islam berkembang secara
lebih besar pada abad ke-12 M yang dibawa oleh para mubaligh Islam, yang
disamping menyebarkan Islam, mereka juga sebagai saudagar. Adapun pada periode
ini Islam dikembangkan oleh saudagar dari Arab dan mungkin saudagar dari
Gujarat serta pendudduk pribumi sendiri.
Sejak Islam dikenal itulah, Islam terus berkembang dengan
pesat. Menurut para sejarawan, Islam masuk ke Indonesia melalui berbagai jalur,
sehingga dengan cepat diterima oleh masyarakat Indonesia yang saat itu masih
kuat menganut paham lama, yatu menganut Hindu, Budha, bahkan Animisme dan
Dinamisme.[2]
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa proses
Islamisasi di Indonesia terjadi dengan proses yang sangat pelik dan panjang.
Diterimanya Islam oleh penduduk pribumi
secara bertahap membuat Islam terintegrasi dengan tradisi, norma, dan cara
hidup keseharian penduduk local. Hal ini, menurut Andi Faisal Bakti, menunjukan
bahwa bangsa Indonesia mudah menerima nilai-nilai dari luar dan menjadi bhakti
akan keterbukaan sikap mereka. Sikap ini pada gilirannya telah ikut membentuk
komunitas-komunitas Muslim di daerah pesisir yang pada mulanya sebagai tempat
interaksi antara penduduk local dengan bangsa-bangsa asing, seperti Arab,
Persia, India, China, dan sebagainya. Salah satu bukti kehadiran bangsa-bangsa
asing ini adalah adanya perkampungan yang disebut Pokajan dan Pachinan di
beberapa tempat di Indonesia. Komunitas bumi yang telah terintegrasi ke dalam
Islam, selanjutnya terlembagakan secara politis
dalam bentuk negara-negara Islam di kawasan ini sejak masa yang paling
awal.[3]
B.
Kondisi
dan situasi politik kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia
Cikal bakal kekuasaan
Islam dirintis sejak abad ke-7 dan ke-8 M, semuanya tenggelam hegemoni maritim Sriwijaya
yang berpusat di Palembang dan kerajaan hindu-Jawa seperti Singasari dan
Majapahit di Jawa Timur pada periode ini
para pedagang dan mubaligh. Muslim membentuk komunitas-komunitas islam. Mereka
memperkenalkan Islam yang mengajarkan slam toleransi dan persamaan derajad diantara
sesama. Sementara ajaran hindu Jawa menekankan perbedaan derajad manusia.
Ajaran Islam ini sangat menarik perhatian penduduk setempat. Oleh karena itu Islam
cepat tersebar di kepulaun Indonesia meski penyebarannya dengan cara
damai.
Masuknya Islam kedaerah-
daerah Indonesia tidak dalam waktu yang bersamaan. Datangnya orang-orang Islam
ke daerah-daerah yang baru disinggahi sama sekali belum memperlihatkan dampak
politik karena pada awalnya mereka datang hanya untuk usaha pelayaran dan perdagangan.
Akhir abad ke-2 M,
kerajaan Sriwijaya mulai memasuki masa kemunduran dibidang politik dan ekonomi,
yang dipercepat oleh usaha-usaha kerajaan Singasari yang sedang bangkit di Jawa.
Kelemahan Sriwijaya dimanfaatkan oleh pedagang muslim untuk mendapatkan
keuntungan politk dan perdagangan.
Karena kekacauan
dalam negeri sendiri akibat perebutan kekuasaan di istana, kerajaan di Singsari
dan Majapahit, tidak mampu mengontrol daerah melayu dan selat malaka dengan
baik. Sehingga samudra pasai dan malaka dapat berkembang dan mencapai puncak
kekuasaannya hingga abad ke 16 M.
Demikian pula
kerajaan majapahit ketika hayam wuruk dengan patih gajah mada masih berkuasa,
situasi politik pusat nusantara mengakui dibawah perlindungannya. Tetapi sejak
gajah mada meninggal dunia pada tahun 1364 M dan disusul hayam wuruk tahun 1389
M situasi majapahit mengalami keguncangan yang akhirnya menyebabkan kerjaan
majapahit melemah.
Akhirnya kerjaan Sriwijaya,
Singasari, dan Majapahit semakin melemah dan tidak memiliki kekuatan yang
berarti. Demikian sejarah situasi nya ketika Islam pertama kali datang ke
wilayah Indonesia pada sekitar abad ke-7 M.
Tidak lama kemudian
muncul beberapa kerjaan Islam yang juga bersama dengan pengembangan agama Islam
di Indonesia, yaitu kerjaan Samudra Pasai (abad ke 13 M)
Di Aceh. Kemudian diteruskan kerjaan
Aceh Darusalam (abad ke 15M).[4]
C.
Saluran
atau Cara-cara Islamisasi di Indonesia
Sejak masuk dan berkembangnya, Islam di Indonesia
memerlukan proses yang sangat panjang dan melalui saluran-saluran Islamisasi
yang beragam, seperti perdagangan, perkawinan, tarekat (tasawuf), pendidikan,
dan kesenian. Pada tahap awal Islamisasi, saluran perdagangan sangat
dimungkinkan. Hal ini sejalan dengan kesibukan lalu lintas perdagangan abad
ke-7 sampai abad ke-16. Para pedagang dari Arab, Persia, India, dan China ikut
ambil bagian dalam aktivitas perdagangan dengan masyarakat di Asia: Barat,
Timur, dan Tenggara.[5]
Menurut Uka Tjandrasasmita,
saluran-saluran Islamisasi yang berkembang ada enam, yaitu:
1.
Saluran Perdangan
Pada taraf permulaan,
saluran islamisasi adalah perdagangan. Kesibukan lalu lintas perdagangan pada abad ke-7 hingga
ke-16 M. Membuat pedagang-pedagang muslim (Arab, Persia, dan Indonesia) turut
mabil bagian dalam perdagangan dri negeri-negeri
bagian barat, tenggara, Timur Benua Asia. Saluran Islamisasi melalui
perdagangan ini sangat menguntungkan karena para raja dan bangsawan turut serta
dalam kegiatan perdagangan, bahkan mereka menjadi pemilik kapal dan saham.
Mengutip pendapat Tome Pires berkenaan dengan saluran islamisasi melalui
perdagangan ini di pesisir pulau Jawa, Uka Tjandrasasmita menyebutkan bahwa para
pedagang muslim banyak yang bermukim di pesisir pulau Jawa yang penduduknya
ketika itu masih kafir. Mereka berhasil mendirikan masjid-masjid dan
mendatangkan mullah-mullah dari luar sehingga jumlah mereka menjadi banyak, dan
karenanya anak-anak muslim itu menjadi orang Jawa dan kaya-kaya. Di beberapa
tempat penguasa-penguasa Jawa, yang menjabat sebagai Bupati-bupati Majapahit
yang ditempatkan di pesisir utara Jawa banyak yang masuk Islam, bukan karena
hanya factor politik dalam negeri yang sedang goyah, tetapi terutama karena
factor hubungan ekonomi dengan pedagang-pedagang Muslim. Dalam perkembangan
selanjutnya, mereka kemudian mengambil alih perdagangandan kekuasaan di
tempat-tempat tinggalnya.
2.
Saluran
Perkawinan
Dari sudut ekonomi,
para pedagang muslim memiliki status social yang lebih baik daripada kebanyakan
pribumi, sehingga penduduk pribumi, terutama putri-putri bangsawan tertarik
untuk menjadi istri saudagar-saudagar itu Sebelum kawin mereka di Islamkan
terlebih dahulu. Setelah mereka mempunyai keturunan, lingkungan mereka makin luas.
Akibatnya, timbul kampung-kampung, daerah-daerah, dan kerajaan-kerajaan Muslim.
Apabila terjadi antara saudagar Muslim dengan anak bangsawan atau anak raja dan
anak adipati, Karena raja, adipati, atau bangsawan itu kemudian mempercepat
proses islamisasi. Demikian yang terjadi antara Raden Rahmat atau Sunan Ngampel
dengan Nyai Manila, Sunan Gunung Jati dengan putri Kawunganten, Brawijaya
dengan putri Campa yang meurunkan Radeb Patah (raja pertama Demak), dan
lain-lain.
3.
Saluran Tasawuf
Pengajar-pengajar
tasawuf atatu para sufi, mengajarkan teosofi yang bercampur dengan ajaran yang
sudah dikenal luas oleh masyarakat Indonesia. Mereka mahir dalam soal-soal
magis dan mempunyai kekuatan-kekauatan menyembuhkan. Di antara mereka ada juga yang
mengawini putri-putri bangsawan setempat. Dengan tasawuf, bentuk Islam
diajarkan kepada penduduk pribumi mempunyai persamaan dengan alam pikiran
mereka yang sebelumnya menganut agama Hindu, sehingga agama baru itu mudah
dimengerti dan diterima. Di antara ahli-ahli tasawuf yang memberikan ajaran
yang mengandung persamaan dengan alam pikiran Inodnesia pra-Islam itu adalah
Hamzah Fnasuri di Ace, Syaikh Lemah Abang, dan Sunan Pnaggung di Jawa.
4.
Saluran
Pendidikan
Islamisasi juga
dilakukan melalui pendidikan, baik pesantren maupun pondok yang diselenggarakan
oleh guru-guru agama, kiai-kiai, dan ulama-ulama. Di pesantren atau pondok itu,
calon ulama, guru agama, dan kiai mendapatkan pendidikan agama. Setelah keluar dari pesantren, mereka pulang
ke kampung masing-masing kemudian berdakwah ke tempat tertentu mengajarkan
Islam. Misalnya, pesantren yang didirikan oleh Raden Rahmat di Ampel Denta
Surabaya dan Sunan Giri di Giri.
5.
Saluran Kesenian
Saluran Islamisasi
melalui kesenian yang paling terkenal adalah pertunjukan wayang. Di katakana,
Sunan Kalijaga adalah tokoh yang paling mahir dalam mementaskan wayang. Dia
tidak pernah meminta upah pertunjukna, tetapi ia meminta para penonton untuk
mengikutinya mengucapkan kalimat syahadat. Sebagian besar cerita wayang masih
dipetik dari cerita Mahabharata dan Ramayana, tetapi di dalam cerita itu
disisipkan ajaran dan nama-nama pahlawan Islam. Kesenian-kesenian lain juga
dijadikan alat Islamisasi, seperti sastra (hikayat, babad, dan sebagainya),
seni bangunan, dan seni ukir.
6.
Saluran Politik
Di Maluku dan
Sulawesi Selatan, kebanyakan rakyat masuk Islam setelah rajanya memeluk Islam
terlebih dahulu. Pengaruh politik raja sangat membantu tersebarnya Islam di
daerah ini. Di samping itu, baik di Sumatera dan Jawa maupun Indonesia bagian
timur, demi kepentingan politik, kerajaan-kerajaan Islam memerangi
kerajaan-kerajaan non-Islam. Kemenangan kerajaan Islam secara politis banyak
menarik penduduk kerajaan bukan Islam itu masuk Islam.[6]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1. Diterimanya
Islam oleh penduduk pribumi secara
bertahap membuat Islam terintegrasi dengan tradisi, norma, dan cara hidup
keseharian penduduk local. Hal ini menunjukan bahwa bangsa Indonesia mudah
menerima nilai-nilai dari luar dan menjadi bhakti akan keterbukaan sikap
mereka. Sikap ini pada gilirannya telah ikut membentuk komunitas-komunitas
Muslim di daerah pesisir yang pada mulanya sebagai tempat interaksi antara
penduduk local dengan bangsa-bangsa asing, seperti Arab, Persia, India, China,
dan sebagainya. Salah satu bukti kehadiran bangsa-bangsa asing ini adalah
adanya perkampungan yang disebut Pokajan dan Pachinan di beberapa tempat di
Indonesia.
2. Masuknya
Islam kedaerah-daerah Indonesia tidak dalam waktu yang bersamaan. Datangnya
orang-orang Islam ke daerah-daerah yang baru disinggahi sama sekali belum
memperlihatkan dampak politik karena pada awalnya mereka datang hanya untuk
usaha pelayaran dan perdagangan.
3. Sejak
masuk dan berkembangnya, Islam di Indonesia memerlukan proses yang sangat
panjang dan melalui saluran-saluran Islamisasi yang beragam, seperti
perdagangan, perkawinan, tarekat (tasawuf), pendidikan, dan kesenian.
B.
Saran
Penyusun sangat menyadari bahwa
didalam menyusun makalah ini masih terdapat banyak kekurangan., dan masih jauh
dari kata sempurna. Oleh karena itu, penyusun menyarankan kepada semua pihak
pembaca dan pembahas makalah ini, agar dapat menambah literature-literature
supaya dapat menambah pengetahuan-pengetahuan kita terhadap mata kuliah Sejarah
Perdaban Islam. Kritik dan saran bersifat membangun sangat kami harapkan demi
baiknya makalah ini dikemudian hari.
[1]
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta:Raja Grafindo Persada,
2008) hlm 191-193
[2]
Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam,(Jakarta:Amzah,2015) hlm.303-306
[3]
Nor Huda, Islam Nusantara, (Jogjakarta:Ar-Ruzz Media, 2013) hlm 44
[4]
Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam, hlm.309-310
[5]
Nor Huda, Islam Nusantara, hlm 44
Tidak ada komentar:
Posting Komentar