BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Apakah
filsafat itu sesuatu ilmu yang membuat
seseorang ingin berfilsafat? Pertanyaan
ini wajar muncul adanya. Bermacam-macam pendapat dari para pemikir tentang hakikat ilmu filsafat, yang membuat penulis
ingin memberikan sedikit konstribusi untuk megulas salah satu pemikir dari
berbagai pemikir yang berkonstribusi atas pemikiran-pemikirannya untuk hakikat
filsafat itu sendiri.
Aristoteles
dalam historisnya, bahwa pemikirannya tentang filsafat banyak menggunakan
logika bahasa dan menggunakan metode pendekatan secara empiris. Karenanya, ia
di sebut sebagai pemikir yang berfilsafat realisme. Dan masih banyak lagi
pemikirannya yang begitu sangat berpengaruh pada zamnnya. Untuk itu penulis akan sedikit
mengulas tentang kemenarikan dari Aristoteles atas pemikirannya tentang
filsafat itu sendiri.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian filsafat?
2. Bagaimana sejarah filosofis Aristoteles?
3. Bagaimana filsafat Aristotelse?
4. Bagaimana berakhirnya filsafat
Aristoteles?
5. Bagaimana pembagian filsafat menurut
Aristoteles?
6. Apa saja karya-karya Aristoteles?
C. Tujuan Makalah
1. Untuk mengetahui pengertian filsafat.
2. Untuk mengetahui sejarah filosofis
Aristoteles.
3. Untuk mengetahui filsafat Aristoteles.
4. Untuk mengetahui berakhirnya filsafat
Aristoteles.
5. Untuk mengetahui pembagian filsafat
menurut Aristoteles.
6. Untuk mengetahui karya-karya
Aristoteles.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Filsafat
Istilah filsafat berasal dari bahasa
Yunani “philosophia” yang dalam perkembangan berikutnya dikenal didalam bahasa
lain yaitu : philosophie (Jerman, Belanda dan Perancis), philosophy (Inggris),
philosophia (latin), dan falsafah (Arab). Pengertian filsafat berdasarkan asal
kata tersebut diatas akan menghasilkan pengertian yang berbeda-beda dalam makna
yang tidak hakiki, jadi perbedaan tersebut hanya bersifat gradasi. Aktifitas
akal budi yang dilakukan oleh filsuf yang berupa philosopien memiliki dua unsur
pokok, yaitu: pertama philien dan sophos, kedua philos dan sophia. Philien
berarti mencintai, dan sophos berarti bijaksana. Secara istilah mencintai akan
hal-hal yang bersifat bijaksana. Istilah philosophia dengan akar kata philos
dan sophia berarti kawan kebijaksanaan. Philosophie menurut arti katanya adalah
cinta akan kebijaksanaan dan berusaha untuk memilikinya.
Dari uraian tersebut diatas dapat
dipahami bahwa filsafat (philosophia) berarti cinta kebijaksanaan. Seorang
filsuf adalah pencari kebijaksanaan, ia
adalah pencinta kebijaksanaan dalam arti hakikat. Seorang filsuf mencintai atau
mencari kebijaksanaan dalam arti sedalam-dalamnya.
Menurut Aristoteles filsafat adalah ilmu
(pengetahuan) yang meliputi kebenaran yang terkandung didalamnya ilmu-ilmu
metafisika, logika, retorika, etika, ekonomi, politik dan estetika (filsafat
keindahan).[1]
Berbeda dengan Aristoteles, Hatta mengemukakan
bahwa pengertian filsafat itu lebih baik tidak dibicarakan lebih dulu,[2]
setelah seorang telah banyak membaca atau mempelajari filsafat, orang itu akan
mengerti dengan sendirinya apa filsafat itu menurut konotasi filsafat yang
ditangkapnya. Sama halnya dengan Langeveld, ia mengatakan setelah orang
berfilsafat sendiri, barulah ia mengerti apa filsafat itu. Dan semakin dalam ia
berfilsafat, akan semakin mengerti apa filsafat itu.[3]
Pendapat Hatta dan Lavengeld ini ada
benarnya, karena filsafat merupakan keinginan yang berasal dari diri sendiri.[4]
B. Sejarah Aristoteles
Aristoteles adalah murid guru Plato,
adalah orang yang mendapat pendidikan baik sebelum menjadi filosof. Keluarganya
adalah orang-orang yang tertarik pada ilmu kedokteran, Ayahnya seorang dokter
pribadi raja Macedonia Amyntas. Sifat berfikir sientific ini besar pengaruhnya
pada Aristoteles. Oleh karen itu, kita menyaksikan filsafat Aristoteles berbeda
warnanya dengan filsafat Plato yang sistematis dan sangat dipengaruhi oleh
metode empiris. Ia juga banyak mempelajari filsafat, matematika, astronomi,
retorika, dan ilmu-ilmu lainnya. Dengan kecerdasannya yang luar biasa, ia
hampir menguasai berbagai ilmu yang berkembang pada masanya.[5]
Aristoteles
adalah filsuf besar Yunani terakhir dan paling berpengaruh. Lahir pada tahun
384 SM di Stagyra, sebuah kota di thrace Yunani Utara. Ayahnya meninggal ketika
ia masih sangat muda. Ia diambil oleh Proxenus, dan orang ini memberikan
pendidikan yang istimewa kepadanya. Ketika Aristoteles berusia sekitar 18 tahun,
ia dikirim ke Athena dan dimasukkan ke Akademia Plato, kira-kira selama 20
tahun hingga Plato meninggal. Pada saat itu merupakan kebiasaan orang
mengirimkan anaknya ke tempat yang jauh yang merupakan pusat-pusat perkembangan
intelektual.[6]
Dalam
pergaulan tingkat atas, Aristoteles bisa dikatakan lebih berhasil dari pada Plato,
setelah Plato meninggal dunia, Aristoteles bersama rekannya Xenokrates
meninggalkan Athena, karena ia tidak setuju dengan pendapat Plato di Akademia
tentang filsafat. Tiba di Assos, Aristoteles dan rekannya mengajar disekolah
phythia. Pada 345 SM kota Assos diserang oleh tentara Persia, rajanya (rekan
Aristoteles) dibunuh, kemudian Aristoteles dengan rekan-rekannya melarikan diri
ke Mytilene di pulau Lesbos, ia tidak jauh dari Assos. Tahun 342 SM,
Aristoteles diundang Raja Philippos dari Macedonia untuk mendidik anaknya
Alexander Agung.[7] Aristoteles
mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap sejarah dunia, Alexander tidak
hanya menerima seluruh idea dan rencananya, melainkan beserta pola pikirnya.
Antara tahun 340-335 SM Aristoteles menekuni riset di Stagira, dibantu oleh
Theophratus yang juga alumnus Athena. Riset yang intensif itu dibiayai oleh
Alexander, dan menghasilkan kemajuan dalam Sains dan filsafat.[8]
Pada
tahun 334 SM Alexander berperang di Asia, ketika itu Aristoteles kembali ke
Athena, bukan sebagai murid, melainkan ia mendidirkan sekolah yang bernama Lyceum. Terjadilah persaingan hebat
antara Lyceum dan Akademi. Persaingan
ini mendorong Aristoteles untuk meningkatkan penelitiannya, alhasil dia tidak
hanya dapat menjelaskan prinsip-prinsip Sains, tetapi ia juga mengajarkan
politik, retorika, dan dialektika.
Orang-orang
Athena yang anti Macedonia memandang Aristoteles sebagai penyebar pengaruh yang
bersifat subversif dan dituduh sebagai seorang yang atheis, oleh karena itu ia
berfikir lebih bijak untuk meninggalkan Athena. Kemudian ia pindah ke Chalcis
dan meninggal disana pada tahun 322 SM. Banyak karyanya yang hilang, tetapi
masih ada yang dapat menjelaskan bahwa ia seorang pekerja keras. Karangannya
tentang logika yang berjudul Organon yang
berisi tentang chategories. Beberapa
bukunya diantaranya On Interpretation
yg membahas berbagai tipe proposisi, Prior
Analytics yang membicarakan Silogisme, Posterior
Analytics yang memberikan penjelasan ilmiah tentang pengetahuan Sains. Dan
masih banyak lagi.
C. Filsafat Aristoteles
Pokok soal yang dibahas Aristoteles
dalam organon atau yang kemudian lebih dikenal dengan nama logika tradisional
itu meliputi pengertian dan penggolongan artian, keterangan, batasan, susunan
pikir, penyimpulan langsung, dan sesat pikir,[9]
adalah butir-butir pemikiran yang bertaut erat dengan bahasa. Keseluruhan
maksud dalam putusan yang diutarakan dengan kata atau rangkaian kata (gatra)
itu disebut kalimat. Bahasa (dengan kata dan kalimat) adalah alat dan
penjelmaan dalam berpikir. Sebab itu logika erat hubungannya dengan bahasa.[10]
Disinilah terlihat besarnya pengaruh yang ditanamkan Aristoteles terhadap
pemikiran kaum Atonisme Logik dan Positivisme Logik, sebab dalam pemikiran
mereka tampak kecenderungan yang kuat untuk menerapkan aturan pikir ke dalam
bahasa filsafat.[11]
Perkembangan
penting dalam filsafat dibantu oleh klasifikasi yang dibantu oleh Aristoteles,
ia tertarik pada fakta yang spesifik dan yang umum (universal). Ia biasanya
memulai dari gejala partikular menuju konklusi universal, jadi, induksi menuju
generalisasi. Sedikit berbeda dengan Plato, ia sangat tertarik pada pengatahuan
kealaman dalam filsafatnya, dan karena itu ia mementingkan observasi.
Didalam
dunia filsafat, Aristoteles terkenal sebagai bapak logika. Logikanya disebut
logika tradisional karena nantinya akan berkembang dan disebut logika modern,
logika Aristoteles sering juga disebut logika formal. Jika orang-orang sofis
banyak yang menganggap manusia tidak akan mampu memperoleh kebenaran,
Aristoteles dalam Metaphysics
menyatakan bahwa manusia dapat mencapai kebenaran. Salah satu teori Metafisika Aristoteles
yang penting ialah pendapatnya yang mengatakan bahwa matter dan form itu bersatu, matter memberikan
subtansi sesuatu, form memberikan
pembungkusnya. Setiap objek terdiri atas matter dan form.[12]
Jadi ia telah mengatasi dualisme Plato yang memisahkan matter dan form. Bagi Plato matter dan form berada sendiri-sendiri. Ia juga
berpendapat bahwa matter itu potensial dan form
itu aktualitas. Namun ada subtansi yang murni
form, tanpa potentiality, jadi
tanpa matter yaitu Tuhan. Aristoteles percaya adanya Tuhan. Bukti adanya Tuhan
menurutnya adalah Tuhan sebagai penyebab gerak (a first cause of motion). Tuhan menurut Aristoteles berhubungan
dengan dirinya sendiri. Ia tidak berhubungan dengan alam ini. Ia bukan persona,
ia tidak memperhatikan doa dan keinginan manusia. Dalam mencintai Tuhan, kita
tidak usah berharap Ia akan mencintai kita. Ia adalah kesempurnaan tertinggi,
dan kita mencontoh kesana untuk perbuatan dan pikiran-pikiran kita.[13]
Pada
Aristoteles kita menyaksikan bahwa pemikiran Aristoteles lebih maju,
dasar-dasar sains diletakkan, Tuhan dicapai dengan akal, tetapi ia percaya pada
Tuhan. Jasanya dalam menolong Plato dan Socrates memerangi orang sofis ialah
karena bukunya yang menjelaskan palsunya logika yang digunakan oleh tokoh-tokoh
sofisme. Kuasa akal mulai dibatasi; ada kebenaran yang umum, jadi tidak semua
kebenaran relatif. Sains dapat diperselisihkan sebagian dan di pegang sebagian.
Filsafat
Yunani yang rasional itu boleh dikatakan berakhir setelah Aristoteles selesai
menggelarkan pemikirannya, akan tetapi sifat rasional itu masih digunakan
selama beberapa abad setelah Aristoteles, sebelum filsafat benar-benar memasuki
dan tenggelam dalam abad pertengahan.
Namun jelas, setelah periode SPA (Socrates, Plato, Aristoteles), mutu filsafat
semakin merosot.[14]
Kemunduran filsafat itu sejalan dengan kemunduran politik ketika itu, yaitu
sejalan dengan terpecahnya menjadi pecahan-pecahan kecil imperium besar yang
dibangun oleh Alexander.[15]
1. Realisme Aristoteles
Berbeda dengan Plato tentang persoalan
kontradiktif antara tetap dan menjadi, Aristoteles menerima yang berubah dan
menjadi, yang bermacam-macam bentuknya, yang semuanya itu berada di dunia
pengalaman sebagai realitas yang sesungguhnya. Itulah sebabnya filsafat
Aristoteles disebut sebagai realisme.
Meskipun selama 20 tahun menjadi murid
Plato, Aristoteles menolak ajaran Plato tentang idea. Menurutnya tidak ada
idea-idea abadi. Apa yang oleh Plato dipahami sebagai idea sebenarnya tidak
lain adalah bentuk abstrak yang tertanam dalam realitas indriawi sendiri. Dari
realitas indriawi konkret akal budi manusia mengabstraksikan paham-paham abstrak
yang bersifat umum. Begitu misalnya akal budi mengabstrasikan akal “orang” atau
“manusia” dari orang-orang konkret nyata yang kita lihat, yang masing-masing
berbeda satu sama lain. Menurut Aristoteles ajaran Plato tentang idea-idea
merupakan tentang interprestasi salah terhadap kenyataan bahwa manusia dapat
membentuk konsep-konsep universal tentang hal-hal yang empiris. Untuk
menjelaskan kemampuan itu tidak perlu menerima alam idea-idea abadi,
Aristoteles menjelaskannya dengan kemampuan akal budi manusia untuk membuat
abstraksi, untuk mengangkat bentuk-bentuk universal dari relitas empiris
individual. Pendekatan Aristoteles adalah empiris, ia bertolak dari relitas
nyata indriawi. Itulah sebabnya ia lebih mementingkan penelitian di alam dan
mendukung ilmu-ilmu khusus.[16]
Tak hanya itu Aristoteles juga menolak
paham Plato tentang idea yang baik dan bahwa hidup yang baik tercapai dengan
kontemplasi atau penyatuan dengan idea yang baik tersebut. Menurut Aristoteles
paham yang baik itu sedikitpun tidak membantu seorang pekerja untuk mngetahui
bagaimana ia harus bekerja dengan baik, atau seorang negarawan untuk mengetahui
bagaimana ia harus memimpin negaranya. Apa yang membuat kehidupan manusia
bermutu harus dicari dengan bertolak dari realitas manusia sendiri. Dalam bahasanya, ia mengatakan bahwa setiap
benda tersusun dari hule dan morfe, yang kemudian terkenal dengan
teori hulemorfistik. Hule adalah dasar permacam-macaman.
Karena hule-nya maka suatu benda
adalah benda itu sendiri. Misal, si A bukan si B karena hule-nya. Sedangkan morfe adalah dasar kesatuan, yang
menjadi inti dari sesuatu. Karena morfe-nya
sesuatu itu sama dengan yang lain (satu inti), yakni termasuk kedalam jenis
yang sama. Morfe ini berbeda dengan hule. Misal si A, si B dan si C yang
berbeda-beda itu berada di dalam morfe
sama yaitu sebagai manusia. Namun demikian baik hule maupun morfe adalah
kesatuan yang tak terpisahkan. Dengan hule-nya
maka sesuatu itu maujud didalam realitas, dan dengan morfe-nya sesuatu itu mengandung arti hakiki sebagai suatu hal.
Pandangan hulemorfis-nya itu sejalan dengan teorinya tentang aktus dan potensia-nya. Aktus adalah dasar kesunguhan sedangkan potensia
adalah dasar kemungkinan. Sesuatu itu benar-benar ada karena aktus-nya, dan
sesuatu itu mungkin (mengalami perubahan dinamis) karena potensia-nya. Jika
dipakai untuk memahami sesuatu yang konkret, maka hule merupakan potensia-nya
dan morfe adalah aktus-nya. Segala macam perubahan dan perkembangan
(permacam-macaman) ini terjadi karena hule yang mengandung potensi dinamis,
bergerak menuju ke bentuk-bentuk aktus murni. Sedangkan aktus murni itu tidak
mengandung potensi apa-apa, jadi bersifat tetap, tidak berubah dan abadi.[17]
Untuk mengetahui makna hakiki setiap
sesuatu, Aristoteles mengembangkan suatu teori pengetahuan dengan menempuh
jalan atau metode “abstraksi”. Menurutnya, pengetahuan itu ada dua yaitu a)
pengetahuan indra, dan b) pengetahuan budi. Pengetahuan indra bertujuan
mencapai pengenalan pada hal-hal yang konkret yang bermacam-macam dan serba
berubah. Sedangkan pengetahuan budi bertujuan mencapai pengetahuan abstrak,
umum dan tetap. Pengetahuan budi inilah yang disebutnya ilmu pengetahuan. Objek
pengetahuan itu bermacam-macam dan bersifat konkret. Oleh karena itu selalu
berada dalam perubahan-perubahan dan perbedaan-perbedaan. Objek seperti ini
dikenal oleh indra, kemudian diolah oleh budi. Budi bertugas mencari idea yang
sama yang terkandung didalam permacam-macaman itu, sebagai pengetahuan yang
macamnya hanya satu sehingga bersifat umum dan bersama-sama dengan macam-macam
hal yang konkret. Jadi idea itu ada didalam relitas konkret. Sebagai contoh,
didalam realitas konkret ada bermacam-macam manusia, didalam permacam-macaman
itu terkandung kesamaan sebagai manusia. Aristoteles menerima, baik
permacam-macamn maupun idea-idea itu dengan keduanya bersifat realistis.
Sedangkan Plato menolak permacam-macaman itu sebagai kebenaran (yang menurutnya
hanya bayangan) dan menerima dunia idea sebagai kebenaran satu-satunya.
Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa
kebaikan terletak di tengah-tengah antara dua ujung yang paling jauh. Sebagai
contoh pemberani adalah sifat baik yang terletak diantara pengecut dan nekat,
sedangkan dermawan terletak diantara kikir dan pemboros, dan lain sebagainya.
Karenanya manusia harus pandai menguasai diri agar tidak terombanga-ambing oleh
hawa nafsu.[18]
2. Filsafat politik Aristoteles
Dalam bidang politik Aristoteles
mengklasifikasikan negara atas dasar pengumpulan yang fakta ada tentang negara
itu. Untuk menyiapkan bukunya politika, ia mengadakan penyelidikan terlebih
dahulu terhadap 158 konstitusi-konstitusi yang berlaku dalam polis-polis
(negara kota) di Yunani. Bila Plato menggunakan metode deduktif maka
Aristoteles memakai metode induktif (Empiris). Dalam bukunya ia membedakan tiga
bentuk negara yang sempurna, yakni negara yang dipimpin oleh seorang (monarki),
sejumlah kecil orang (aristokrasi), dan banyak orang (politeia).[19]
Tugas utama suatu negara menurut
Aristoteles adalah menyelenggarakan kepentingan umum (public interest).
Konstitusi dan pemerintahan mempunyai arti yang sama,. Tetapi, pemerintahan
disini merupakan kekuasaan tertinggi dalam negara, dan harus berada ditangan
satu orang, atau sejumlah kecil orang atau banyak orang. Karena itu,
bentuk-bentuk pemerintahan yang benar adalah bentuk-bentuk ketika penguasa yang
satu, yang sedikit dan yang banyak itu, memerintah dengan memperhatikan
kepentingan umum. Sementara pemerintah yang memerintah dengan memerhatikan
kepentingan pribadi adalah bentuk pemerintahan yang menyeleweng dan perlu
dilawan. Aristoteles merupakan pelopor berdirinya suatu cabang ilmu politik,
yakni perbandingan pemerintahan dan politik. Dari 158 studi yang dilakukannya
hanya satu yang ada sampai saat ini yaitu konstitusi Athena yang ditemukan pada
tahun 1890 dan juga dalam buku Filsafat
Politik. Inti pemikiran politiknya
ada empat premis etis dan filosofis yang sangat terkenal yaitu:
a. Manusia adalah mahluk rasional yang
memiliki kehendak bebas.
b. Politik adalah ilmu praktis.
c. Ada hukum moral universal yang harus
dipatuhi semua manusia.
d. Negara adalah konstitusi alamiah.
Premis Aristotelian yang selanjutnya, ia
memandang watak suatu objek sebagai suatu yang yang berada pada tujuannya.
Tujuan manusia sebagaimana manusia lainnya adalah pemenuhan watak dan kebutuhannya. Jika seorang diri manusia
tidak akan mampu memenuhi tujuan tersebut. Dia memerlukan institusi-institusi
lain untuk memenuhi baik kebutuhan material maupun intelektualnya, keluarga dan
negara merupakan institusi yang ilmiah bagi manusia, dan merupakan bagian dari
pola kehidupan manusia yang universal. Dalam bukunya Ethics, Aristoteles
menekankan bahwa tujuan alamiah manusia adalah kebahagiaan. Dia menyimpulkan
bahwa kebahagiaan adalah aktivitas jiwa agar sesuai dengan kebijakan yang
sempurna. Kabahagiaan yang sejati hanya mampu dicapai dengan mengupayakan
kehidupan moral dan kebaikan intelektual. Aristoteles menekankan bahwa
pelacakan yang sungguh-sungguh pada watak manusia merupakan hal pokok bagi
teori politik. Karena jika fungsi utama negara adalah untuk membantu individu
dalam mencapai tujuannya, maka penting bagi negarawan untuk menyadari tujuan
ini. Dalam konteks semacam ini, pengkaji politik harus mengetahui fakta-fakta
mengenai jiwa. Aristoteles juga memberikan kejelasan bahwa ilmuwan politik
harus menguasai bidang yang lain, seperti psikologi dan ekonomi, jika dia ingin
memperoleh pemahaman tentang negara. Sebagai mahluk hidup manusia memerlukan
kebersamaan sosial dan politik dengan semua yang implikasinya untuk memperoleh
keuntungan, kesempatan pendidikan, pertumbuhan asketik, keilmuan moral dan
pengetahuan yang luas. Terbentuknya suatu negara yang bermula dari kehidupan
manusia secara terpisah yang kemudian membentuk komunitas yang lebih besar
merupakan proses alamiah yang didirikan atas struktur faktual watak manusia.
Bagi Aristoteles, fungsi negara harus
peduli dengan karakter warganya, bukan memihak pada elite politiknya. Ia juga
menganjurkan partisipasi warga negara dengan baik. Meskipun ia tidak
menggambarkan suatu pola pemerintahan yang universal namun ia tetap merasa
yakin bahwa ilmu politik mampu menemukan tipe negara yang paling ideal dan bisa
dipraktikan.[20]
D. Berakhirnya Filsafat Aristoteles
Sebelum
ke abad pertengahan kita melalui pemikiran Helenis terlebih dahulu, pada zaman
Helenis kita menyaksikan reaksi-reaksi yang menentang Metafisika. Istilah
Helenisme adalah istilah modern yang diambil dari bahasa Yunani kuno
hellenizein, yang berarti berbicara atau berkelakuan seperti orang Yunani.
Dalam pengertian yang lebih luas, Hellenisme adalah istilah yang menunjuk kebudayaan
yang merupakan gabungan antara budaya Yunani dan budaya Asia kecil, Siria,
Mesopotamia, dan Mesir yang lebih tua. Gabungan itu terjadi selama tiga abad
setelah meninggalnya Alexander pada tahun 323 SM. Istilah periode Helenistik
mulai digunakan pada abad ke-19 oleh
sejarahwan Jerman, Droysen. Menurut Droysen, periode Helenistik dimulai dari
meninggalnya Alexander (323 SM), berakhir kira-kira pada tahun 30 SM. Jika itu
benar maka periode filsafat Helenisme dapat dimulai sejak Aristoteles (322 SM)
sampai pada zaman Philo (20 SM-54 M). Untuk lebih mudahnya, periode Helenistik
adalah periode pemikiran sejak meninggalnya Aristoteles sampai mulai
berkembangnya agama Kristen (kurang lebih selama 300 tahun).
Menurut
Mayer (315), jatuhnya filsafat langsung disambung oleh neo-Phytagorean dan
neo-Platonysme. Jadi dapat disimpulkan bahwa kelompok-kelompok filosof yang
dapat dipandang sebagai pengisi zaman helenisme yaitu sinisisme, Cyrenaic,
Peripatetics, Epicureanisme, stoisisme, skeptisisme, Philo dan ditutup oleh
jatuhnya filsafat.[21]
E. Pembagian Filsafat
1. Arti pembagian filsafat
Agar
dalam belajar filsafat maju dengan teratur, maka bidang filsafat itu harus
dibagi dan diperinci, adanya pembagian itu disebabkan oleh obyek yang dipandang
dalam filsafat itu sangat luas. Serta sangat beraneka ragam
pertanyaan-pertanyaan yang harus dijawab oleh filsafat. Filsafat adalah suatu
ilmu yang untuk menjawab pertanyaan dengan melihat problema-problema yang
timbul, oleh karena itu terdapat pembagian filsafat.[22]
2. Pembagian Aristoteles
Aristoteles
mengemukakan pembagian yang lebih terperinci bila dibandingkan dengan Plato,
yaitu sebagai berikut:
a. Logika yaitu tentang bentuk susunan
pikiran. Aristoteles mengatakan bahwa dasar dari semua argumen adalah
Silogisme. kemudian Aristoteles mendaftar semua Silogisme yang mungkin, dan
menunjukkan mana yang sahih mana yang tidak. Logika merupakan alat untuk
mempertajam pencarian pengetahuan.[23]
b. Filosofia teoritika yang diperinci atas:
1) Fisika yaitu tentang dunia materiil
(ilmu alam dan sebagainya).
2) Matematika yaitu tentang barang menurut
kuantitasnya.
3) Metafisika yaitu tentang “ada”. Usaha
Aristoteles disini menghasilkan suatu teori tandingan terhadap forma-forma
Plato. Seperti Plato, ia menolak relativisme sophis seperti reletivisme
Protagoras, tetapi merasa bahwa forma-forma tidak menyebabkan perubahan,dan
tidak membantu memahami apa yang nyata dan apa yang dapat diketahui. Bahkan ia
mengusulkan bahwa subtansi merupakan senyawa dari Materia dan Forma. Untuk
menerangkan perubahan, Aristoteles menggunakan ide-ide aktualis dan
potensialitas. Subtansi merupakan pembawa potensial kualitas-kualitas yang
menjadi nyata(aktual) didalamnya. Maka, mengatakan bahwa minyak dapat
dibakarberarti bahwa potensinya untuk terbakar sudah ada didalamnya, tetapi
membutuhkan korek api untuk menghasilkan kemungkinan itu benar-benar terbakar.[24]
c. Filosofia praktika yaitu tentang hidup
kesusilaan (berbuat,bertindak)
1) Etika yaitu tentang kesusilaan dalam
hidup perseorangan. Aristoteles mempunyai ajaran mengenai jiwa yang lebih monistik
daripada Plato.
2) Ekonomia yaitu tentang kesusilaan dalam
hidup kekeluargaan.
3) Politika yaitu tentang kesusilaan dalam
hidup kenegaraan. Aristoteles tidak melampaui negara-kota model Plato. Ketika
kekaisaran surut, ia bebicara mengenai sempurnanya sebuah kota yang tidak lebih
dari pada yang bisa dilihat sekilas dari atas bukit. Rumusannya mengenai
stabilitas politik sangatlah bernada kelas menengah, untuk menciptakan jalan
tengah antara tirani dan demokrasi. Aristoteles tidak melawan perbudakan dan
berpendapat bahwa wanita tidak cocok untuk hak-hak bebas dan politik. Tetapi ia
memang punya kehendak untuk membebaskan budak-budaknya.[25]
4) Biologi. Dalam penyelidikan Aristoteles
yang mendalam, ia menunjukkan lebih dari 500 spesies berbeda. Ia menekankan
penyelidikan atas dasar hal-hal partikuar.[26]
d. Filosofia poetika/aktiva
(pencipta/filsafat kesenian)
Pembagian ini meliputi
seluruh ilmu pengetahuan pada saat itu, jadi apa yang sekarang dipandang termasuk
ilmu pengetahuan, dimasukkan didalamnya (khususnya bagian fisika). Sekarang
dengan tegas dibedakan antara filsafat dan ilmu pengetahuan. Maka pembagian
filsafat seperti yang dikemukakan Aristoteles masih harus disesuaikan dengan
perkembangan zaman.[27]
F.
Karya-Karya
Aristoteles
1. Karya-karya yang mengumpulkan
bahan-bahan yang dapat digunakan dalam risalah-risalah ilmiah.
Menurut
kesaksian masa kuno, Aristoteles mengarang banyak karya yang memuatdokumentasi
ilmiah. Kiranya dapat diandiakan bahwa sebagian karya-karya itu disusun oleh
Aristoteles sendiri dan sebagian oleh murid-muridnya di bawah pimpinannya.
Agaknya kebanyakan karya ini berasal dari periode Aristoteles mengajar dalam
Lykeion. Hampir semua karya itu sekarang sudah tidak ada lagi. Yang masih
disimpan adalah karya yang biasanya ditunjukan dengan nama Latin Historia
animalium (Penyelidikan mengenai binatang-binatang). Suatu karya lain yang
bernama Athenaion politeia ditemukan pada tahun 1890 dalam padang pasir
di Mesir. Karya tersebut merupakan satu bagian saja dari suatu karya raksasa
yang mengumpulkan undang-undang dasar dari 158 negara Yunani.
2. Karya-karya yang sifatnya lebih kurang
populer yang diterbitkan oleh Aristoteles sendiri
Karya-karya
ini sebagian besar ditulis ketika Aristoteles berada di academia dan kebnayakan
berupa dialog. Karya-karya ini dibaca ramai dalam masa kuno, tetapi sekarang
semua sudah hilang.Dari beberapa karya ini kita masih mempunyai
fragmen-fragmen. Menurut kesaksian masa
kuno, yang dibenarkan oleh fragmne-fragmen yang masih ada, semua karya dikarang
dengan bahasa memikat hati.
a. Eudemos atau perihal jiwa
Dialog ini mengambil dilog Plato yang bernama Phaidon
sebagai contohnya. Seperti judulny asudah menyatakan, dialog ini membicarakan
persoalan-persoalan menegnai jiwa. Aristoteles disini tanpa ragu –ragu menerima
beberapa pokok ajaran Plato.
b. Protreptikos
Protreptikos
mempertentangkan pengetahuan teoritas yang diutamakan dalam academia dengan
pragmatis yang dipraktekan dalam sekolah Isokrates , saingan academia. Biarpun
dalam karya ini terdapat cukup banyak gagasan yang mengingatkan kita akan
Plato, namun kita menjumpai juga beberapa pikiran Aristotelian yang khas.
c. Perihal Filsafat
Dialog ini terdiri dari
tiga buku. Buku I menyajikan uraian mengenai perkembangan umat mnausia. Buku II
memberikan suatu kritik tajam atas ajaran Plato mengenai ide-ide. Buku III
memuat pendapatnya tentang Allah dan susunan kosmos.[28]
3. Karya-karya yang mengumpulkan
bahan-bahan yang dapat digunakan dalam risalah-risalah ilmiah.
Menurut
kesaksian masa kuno, Aristoteles mengarang banyak karya yang memuatdokumentasi
ilmiah. Kiranya dapat diandiakan bahwa sebagian karya-karya itu disusun oleh
Aristoteles sendiri dan sebagian oleh murid-muridnya di bawah pimpinannya.
Agaknya kebanyakan karya ini berasal dari periode Aristoteles mengajar dalam
Lykeion. Hampir semua karya itu sekarang sudah tidak ada lagi. Yang masih
disimpan adalah karya yang biasanya ditunjukan dengan nama Latin Historia
animalium (=Penyelidikan mengenai binatang-binatang). Suatu karya lain yang
bernama Athenaion politeia ditemukan pada tahun 1890 dalam padang pasir
di Mesir. Karya tersebut merupakan satu bagian saja dari suatu karya raksasa
yang mengumpulkan undang-undang dasar dari 158 negara Yunani.
4. Karya-karya yang dikarang Aristoteles
sehubungan dengan karya-karyanya.
Karya-karya ini pasti tidak dikarang untuk
diterbitkan. Buku ini terdiri dari cacatan yang dibuat Aristoteles untuk
kuliah-kuliahnya. Sesudah kematian Aristoteles , murid-muridnya menyusun
buku-buku dengan bahasa ynag sudah ada. Konon Theophratos mewasiatkan
manuskrip-manuskrip Aristoteles kepada anggota Lykeion lain yang bernama Neleus
dan Skepsis. Pengikut-pengikut Neleus menyembunyikan manuskrip-manuskrip itu
dalam suatu gudang di bawah tanah. Disitu Apellikon, seorang perwira dlam
tentara raja Pontos ynag bernama Mithridates, menemukna manuskrip-manuskrip itu
dalam keadaan kurang baik. Ia membawa semua naskah itu ke Athena kira-kira pada
tahun 100SM. Pada tahun 84SM. Konsul Romawi yang bernama Sulla membawa
manuskrip-manuskrip Aristotelles kep Roma dan menyuruh sarjana-sarjana
menerbtkan karya-karya itu. Penerbitan itu dilaksanakan oleh Andronikos dari
Rhodos sekitar tahun 40 SM.
Karya-karya Aristoteles secara
sistematis, maka karya tersebut dibedakan menurut delapan pokok. Karena hampir
semua karangan tersebut sejarah filsafat menyebutkan karya-karya Aristoteles
dengan nama Latin. [29]
Aristoteles banyak menghasilkan
karya-karya hasil penelitian dan pemikiran-pemikiran filsafat. Tetapi banyak
karyanya yang hilang. Didalam dunia filsafat Aristoteles terkenal sebagai bapak
logika.logikanya disebut logika tradisional karena nantinya berkembang apa yang
disebut logika modern. Logika Aristoteles itu sering juga disebut “logika
formal”. Bila orang-orang sophis banyak yang menganggap manusia tidak akan
mampu memperoleh kebenaran, Aristoteles dalam mhetaphysics menyatakan bahwa
manusia dapat mencapai kebenaran.
Secara umum karya-karyanya dapat
dikelompokkan dalam delapan pokok
bahasan, yaitu:
a. Logika, terdiri dari:
1) Categoric
(kategori-kategori).
2) De
Interpretatione (perihal penafsiran).
3) Analytics priora (analitika logika yang
lebih dahulu).
4) Analytica
posteiora (analitika logika yang
kemudian).
5) Topica.
6) De
Sophostics Elenchis (tentang cara berargumen kaum Sophis).
b. Filsafat Alam, terdiri dari:
1) Phisica.
2) De
caelo (perihal langit).
3) De
generatione et corruptione (timbul-hilangnya
mahluk-mahluk jasmani).
4) Meteorologica
(ajaran tentang badan-badan jagad raya).
c. Psikologi, terdiri dari:
1) De
anima (perihal jiwa).
2) Parva
naturalia (karangan-karangan kecil
tentang pokok-pokok alamiah).
d. Biologi, terdiri dari:
1) De
partibus anemalium (perihal bagian-bagian binatang).
2) De
mutu animalium (perihal gerak binatang).
3) De
incessu animalium (tentang binatang yang berjalan).
4) De
generatione animalium (perihal kejadian binatang-binatang).
e. Metafisika, oleh Aristoteles dinamakan
sebagai filsafat pertama atau theologia.
f. Etika, terdiri dari:
1) Ethica
nicomachea.
2)
Magna moralia (karangan besar tentang moral).
3) Ethica
eudemia
g. Politik dan ekonomi, terdiri dari:
1) Politics.
2) Economics.
h. Retorika dan poetika, terdiri dari:
1) Rhetorica.
2) Poetica.
Menurut Aristoteles pandangan filsafat
tentang etika adalah sarana untuk mencapai kebahagiaan. Sebagai hal tertinggi
dalam kehidupan, etika dapat mendidik manusia supaya memiliki sikap yang pantas
dalam segala perbuatan. Sedangkan ilmu metafisika diharapkan lebih melakukan
pengkajian pada persoalan tentang hakikat segala sesuatu. Menurut Aristoteles,
ilmu metafisika inilah yang paling utama dari filsafat atau intinya filsafat.
Berkaitan dengan filsafat praktis,
cabang ini mencakup dua macam ilmu. Pertama, ilmu etika yang mengatur
kesusilaan dan kebahagiaan dalam hidup perseorangan. Kedua, ilmu ekonomi yang
mengatur kesusilaan dan kemakmuran dalam keluarga dan masyarakat.[30]
5. Perkembangan dalam karya-karya
Aristoteles
Para
ahli beranggapan bahwa karya karangan Aristoteles yang dimiliki, mencerminkan
secara sistemtis pelajaran Lykeion. Buku-buku yang masih dimilki, tidak keluar
dari tangan Aristoteles dalam bentuk yang kita kenal sekarang ini. Murid-murid
Aristoteles telah munyusun karya-karya itu dengan mengumpulkan semua bahan yang
menyangkut suatu pokok tetentu.
a. W. Jaeger
Sarjana
yang untuk pertama kalinya memusatkan perhatian para ahli kepada perkembangan
dalam karya-karya Arisstoteles adalah orang Jerman yang bernama Werner Jaeger
(1888-1961). Pada tahun 1923 ia menerbitkan bukunya Aristoteles. Grundlegung
einer Geschichte seiner Entwicklung (=Aristoteles. Pendasaran sejarah
perkembangannya),yang mengubah secara radikal pandangan para ahli menegenai
filsafat Aristoteles. Pada tahun 1912, ia menerbitkan suatu karangan kecil yang
melukiskan pendapatnya mengenai perkembangan buku Aristoteles yang berjudul
Metaphysica.
Menurut
W. Jaeger perkembangan filsafat Aristoteles meliputi tiga zaman sebagai
berikut.
1)
Dalam
zaman pertama, diwaktu Aristoteles berada dalam Akademia, ia menganut filsafat
Plato, termasuk juga ajarannya mengenai ide-ide.
2) Zaman kedua mencakup waktu Aristoteles
berada di Assos, Mytilene dan di dalam
istana di Pella. Dalam periode ini Aristoteles berbalik dari gurunya Plato,
antara lain dengan mengkritik ajaran-ajaran mengenai ide-ide, dan membentuk
filsafatnya sendiri.
3) Dalam zaman ketiga Aristoteles mengajar
dalam Lykeion di Athena. Sekarang minatnya berbalik dari filsafat spekulatifdan
terutama di pusatkan kepada penyelidiknan empiris.
b. F. Nuyens
Diantara
para ahli yang telah meneruskan penyelidikan Jaeger tentubleh disebut sarjana
Belanda ynag bernama F. Nuyens. Ia mencari satu norma yang memungkinkan untuk
menetukan perkembanganfilsafat Aristoteles dalam seluruh karyanya. Norma yang
diususlkan ialah pendapat Aristoteles
tentang hubungan mengenai hubungan antara jiwa dan tubuh. Ketig apendapat itu
masing-masing dengan suatu periode dalam perkembangan filsafat Aristoteles. [1]
pertama menganut suatu dualisme dengan menganggap jiwa bertentngan dengan
tubuh. [2] Kemudian ia menekankan kerja sama antar jiwa dan tubuh; tubuh
dipandang sebagai alat yang dipergunakan oleh jiwa. [3] Akhirnya. Ia melukiskan
jiwa sebagai entelekheia tubuh; kesatuan jiwa dan tubuh sangat
ditekankan; jiwa tidak dianggap lagi sebagai baka.[31]
6.
Penyebab
Menurut
Aristoteles tugas ilmu pengetahuan ialah mencari penyebab-penyebab objek yang
diselidiki. Aristoteles berpendapat bahwa tiap-tiap kejadian mempunyai empat
penyebab. Dua penyebab menetukan
kejadian dari luar dan karena itu bersifat lahiriah. Dua penyebab lain
bersifat intern. Kedua penyebab intern sebetulnya sudah disebut , ketika kita
menguraikan analisis Aristoteles mengenai perubahan.
Untuk
mengartikan suatu kejadian, keempat penyebab berikut ini harus dibedakan.
a. Penyebab efisien (“efficient cause”):
inilah factor yang menjalankan kejadian. Misalnya, tukang kayu yang membikin
sebuah kursi.
b. Penyebab final (“final cause”): inilah
tujuan yang menjadi arah seluruh kejadian. Misalnya, kursi dibikin supaya
supaya orang dapat duduk di atasnya.
c. Penyebab material (“material cause”):
inilah bahan dari mana bneda dibikin. Misalnya, kursi dibuat dari kayu.
d. Penyebab formal (“formal cause”): inilah
bentuk yang menyusun bahan. Misalnya, bentuk “kursi” ditambah pada kayu,
sehingga kayu meenjadi sebuah kursi.[32]
7. Kritik atas Plato
Diantara
semua karya Aristoteles, terutama dalam Metaphysica terdapat kritik Aristoteles
atas ajaran gurunya mengenai ide-ide
atau bentuk-bentuk. Dalam satu argumen Aristoteles menjelaskan bahwa Plato dan
murid-muridnya memperduakan
realitas dengan cara berlebihan, karena tidak ada gunanya untuk menerima
bentuk-bentuk yang berdiri sendiri disamping banyak benda yang kongkret.
Suatu
Argumen lain menandaskan bahwa ide
atau bentuk mau tidak mau
bersifat individual dan tidak mungkin bersifat umum, sebagaimana dikehendaki
Plato.
Aristoteles
sendiri berpendirian bahwa setiap bentuk tertuju kepada materi dan tidak dapat
dilepaskan daripadanya. Bentuk itu merupakan esensi suatu benda. Aristoteles
menyetujui pendapat Plato bahwa ilmu pengetahuan berbicara tentang umum dan bukan tentang yang
individual. Aristoteles Matematika
umpamanya membahas bukan suatu segitiga tertentu, melainkan segitiga pada
umumnya, terlepas dari sifat-sifat yang individual. Tetapi esensi itu tidak
berdiri sendiri. Yang ada dalam kenyataan hanya benda-benda konkret saja.
Tetapi rasio manusia seakan-akan melepaskan esensi dari benda-benda konkret.
Proses ini disebut abstraksi..[33]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Aristoteles
adalah murid guru Plato, Dengan kecerdasannya yang luar biasa, ia hampir
menguasai berbagai ilmu yang berkembang pada masanya. Menurut Aristoteles filsafat adalah ilmu
(pengetahuan) yang meliputi kebenaran yang terkandung didalamnya ilmu-ilmu
metafisika, logika, retorika, etika, ekonomi, politik dan estetika (filsafat
keindahan).
Dengan
kepiawanannya sebagai pemikir tentang filsafat, yang menggunakan logika bahasa
dengan observasi atau pendekatan secara empiris terhadap apa yang ia kaji. ia
sangat berpengaruh pada zamannya. Baik
itu pemikirannya tentang ekonomi, sosial, dan budaya. Terlebih dengan
penelitan-penelitian ilmiahnya. Ia membuat sejarah sebagai pemikir filsafat
yang realisme. Yang mana selalu menjadi kajian ilmu sebagai acuan atau refernsi
bagi seseorang yang belajar ilmu filsafat.
B.
Saran
Demikian
penyusunan makalah ini. Harapan kami dengan adanya makalah ini bisa menjadikan
kita lebih memahami seberapa urgensinya perencanaan atau organizing dalam
kehidupan. Serta dengan harapan semoga dapat difahami dan bermanfaat bagi para
pembaca. Kritik dan saran sangat kami harapkan, mengingat makalah masih jauh
dari kesempurnaan.
DAFTAR
PUSTAKA
Tafsir,
Ahmad, Filsafat Umum: akal dan hati sejak Thales sampai Capra.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2012.
Salam, Burhanudin,
Pengantar Filsafat. Jakarta: Bumi Aksara,
2012.
Osbonne,
Richard, Filsafat:
Untuk Pemula. Yogyakarta: Penerbit Kanisius,
2001.
Soedarsono,
Ilmu
Filsafat: Suatu Pengantar. Jakarta: Rineka Cipta, 2008.
Mustansyir,
Rizal, Filsafat Aalitik: Sejarah, Perkembngan dan Peranan
Para Tokohnya.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007.
Maksum,
Ali, Pengantar Filsafat: dari masa klasik
hingga
postmodernisme.Jogjakarta:
Ar-Ruuz Media, 2008.
[1] Soedarsono,Ilmu Filsafat: suatu pengantar,(Rineka
Cipta: Jakarta,2008),hal.10-11
[2] Hatta,1966:1:3
[3] Langeveld,1961:9
[4] Ahmad Tafsir, Filsafat Umum:akar dan hati sejak Thales
sampai Capra,(PT remaja Rosdakarya:Bandung,2012),hal. 9-10
[5] Ali Maksum, Pengantar Filsafat,(Ar-Ruuz
Media:Jogjakarta,2008), hal.81
[6] Ahmad Tafsir, Filsafat Umum:akar dan hati........... hal.60
[7] Ibid hal.81
[8] Ibid hal. 59-60
[9] The Liang Gie, Kamus Logika (Dictionary of logic), hal.
21
[10] Poedjawijatna, Logika Filsafat Berpikir, hlm. 27
[11] Rizal Mustansyir, Filsafat Analitik: Sejarah, Perkembangan
dan Peranan Para Tokohnya,(Pustaka Pelajar:Yogyakarta),2007
[12] Mayer:155
[13] Mayer:159
[14] Ibid:192
[15] Ahmad Tafsir, Filsafat Umum:akal dan hati .......hal.61-62
[16] Ali Maksum, Pengantar Filsafat:dari masa klasik hingga
postmodernisme,(Ar-Ruuz:Jogjakarta,2008),hal.85
[17] Ali Maksum, Pengantar Filsafat:dari masa klasik
.......... hal.86
[18] Ali Maksum, Pengantar Filsafat:dari masa klasik
.......... hal.87-88
[20] Ali Maksum, Pengantar Filsafat:dari masa klasik
.......... hal.90-93
[21] Ibid hal.62
[22] Burhanuddin, Pengantar Filsafat ,(Bumi Aksara:
Bandung,2012),hal.121
[23] Richard Osbonne, Filsafat Untuk Pemula,
(Kanisius:Yogyakarta,2001),hal.18
[24] Richard Osbonne, Filsafat Untuk Pemula........hal 18-19
[25] Ibid, hal.20
[27] Burhanuddin, Pengantar.....hal.125-126
[28] Bertenz, Sejarah
Filsafat Yunani, (Yogyakarta:Kanisius, 1999),
hal.157-160
[29] Bertenz, Sejarah
Filsafat Yunani..............hal. 157-160
[30] Ali Maksum, Pengantar Filsafat......hal.82-84
[31] Bertenz, Sejarah
Filsafat Yunani...................hal. 163-166
[32] Bertenz, Sejarah Filsafat
Yunani.........hal 173-174
[33] Ibid, hal.187-188
Tidak ada komentar:
Posting Komentar