Rabu, 09 September 2015

Akad



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
            Ekonomi pada umumnya di definisikan sebagai pengetahuan tentang perilaku manusia dalam hubungannya dengan pemanfaatan sumber-sumber produktif yang langka untuk memproduksi barang-barang atau jasa serta mendistribusikannya untuk keperluan konsumsi.
            Agama, baik Islam maupun nonislam, pada esensinya merupakan panduan bagi perilaku manusia. Panduan moral tersebut secara garis besar bertumpu kepada ajaran akidah, syariah, dan moral yang luhur. Dalam hal ini Islam berperan sebagai panduan moral terhadap fungsi produksi, distribusi, dan konsumsi. Maka dalam makalah ini kami akan membahas mengenai Akad berkenaan dengan fiqih muamalah.
B.     Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian akad ?
2.      Apa perbedaan akad, wa’ad, tasharruf, dan iltizam ?
3.      Bagaimana pembentukan akad ?
4.      Apa syarat-syarat akad ?
5.      Bagaimana dampak akad ?
6.      Bagaimana pembagian akad ?
7.      Apa saja sifat-sifat akad ?
8.      Bagaimana akhir akad ?
C.    Tujuan
1.      Untuk memahami pengertian akad
2.      Untuk mengetahui perbedaan akad, wa’ad, tasharruf, dan iltizam
3.      Untuk mengetahui pembentukan akad
4.      Untuk mengetahui syarat-syarat akad
5.      Untuk mengetahui dampak akad
6.      Untuk mengetahui pembagian akad
7.      Untuk mengetahui sifat-sifat akad
8.      Untuk mengetahui akhir akad



















BAB II
PEMBAHASAN
A.              Pengertian Akad
   Kata ‘aqad dalam dalam istilah bahasa berarti ikatan dan tali pengikat. Akad dalam termonologi ahli bahasa mencakup makna ikatan, pengokohan dan penegasaan dari satu pihak atau kedua belah pihak. Adapun makna akad secara syar’i yaitu: “Hubungan antara ijab dan qabul dengan cara yang dibolehkan oleh syariat yang mempunyai pengaruh secara langsung. “Ini artinya bahwa akad termasuk dalam kategori hubungan yang mempunyai nilai menurut pandangan syara’ antara dua orang sebagai hasil dari kesepakatan antara keduanya yang kemudian dua keinginan itu dinamakan ijab dan qobul.[1]
           Sedangkan kata akad dalam bahasa Arab al-‘aqad bentuk jamaknya al-‘uqud yang mempunyai arti antara lain:
1.  Mengikat (al-rabith)
2.  Sambungan (al-‘aqd)
3.  Janji (al-‘ahd)
           Dari keterangan di atas dapat disimpulakan bahwa pengertian akad paling tidak mencakup:
1.  Perjanjian (al-‘ahd)
2.  Persetujuan dua buah perjanjian atau lebih
3.  Perikatan (al-‘aqd)
Adapun secara istilah (terminologi) ada beberapa definisi akad, pengertian tersebut ada yang bersifat umum dan berssifat khusus.
1.  Pengertian akad secara umum adalah:
كل ما عز م المر ء على فعله سوا ء صدر يا را دة منفرد ة كا لو قف ام احتجا ج الى اراد ين كا لبيع
   “Setiap yag diinginkan manusia untuk mengerjakan, baik keiginan tersebut berasal dari kehendaknya sendiri, misalnya dalam hal wakaf, atau kehendak tersebut timbul dari dua orang, misalnya dalam hal jual bel, ijarah”.
2.    Pengertian akad secara khusus adalah:
ار تبا ط ايجا ب بقبو ل على وجه مشر و ع يثبت اثره فى محله
   “Perikatan yang ditetapkan dengan ijab-qabul berdasarkan ketentuan syara’ yang berdampak pada obyeknya”.
3.    Pengertian-pengertian akad, sebagaimana dikemukakan oleh Hendi Suhendi, adalah:
مجموع ايجا ب احد الطر فين مع قبول الا خر او الكلا م الواحدالقا ئم مقا مهما
   “Berkumpulnya serah terima diantara dua pihak atau perkataan seseorang ynag berpengaruh pada kedua pihak”.
ربط اجزاء التصرف با لا يجا ب والقبو ل شر عا
“Ikatan atas bagian-bagian tasharruf menurut syara’ dengan cara serah terima”.
   Dalam akad pada dasarnya dititik tekankan pada kesepakatan antara dua belah pihak yang ditandai dengan ijab-qabul. Dengan demikian ijab-qabul adalah suatu perbuatan atau pernyataan untuk menunjukan suatu keridhaan dalam berakad yang dilakukan oleh dua orang atau lebih, sehingga terhindar atau keluar dari suatu ikatan yang tidak berdasarkan syara’. Karena itu, dalam Islam tidak semua bentuk kesepakatan atau perjanjian dapat dikategorikan sebagai akad, terutama kesepakatan yang tidak didasarkan pada keridhaan dan syari’ah Islam.[2]
Sedangkan menurut WJS. Poerwadarminta dalam bukunya Kamus Besar Bahasa Indonesia memberikan definisi perjanjian yaitu :
“persetujuan (tertulis atau dengan lisan) yang dibuat oleh dua pihak atau lebih yang mana berjanji akan menaati apa yang tersebut diperjanjian itu”[3]
Jadi dari pengertian-pengertian akad di atas dapat disimpulkan akad adalah kesepakatan antara dua pihak atau lebih terhadap suatu objek.
B.     Perbedaan Akad, Wa’ad, Tasharruf, dan Iltizam
Berikut perbedaan dari akad, wa’ad, tasharruf dan juga iltizam:
1.      Akad, sebagai sebab timbulnya iltizam.
2.      Wa’ad, janji antara satu pihak dengan pihak lain. Pihak yang diberi janji tidak memikul kewajiban apapun kepada phak pemberi janiji. Terms and conditionnya tidak  well defined atau Belum ada kewajiban yang ditunaikan oleh pihak manapun, walaupunterms danconditionsnya sudah well defined. Bila janji tidak terpenuhi maka sanksi yang diterima adalah sanksi moral[4]
3.      Tasharruf, segala ucapan atau tindakan yang dilakukan seseorangatas kehendaknya, dan memiliki implikasi hukum tertentu, baik hal inimemberikan kemaslahatan bagi dirinya atau pun tidak.
4.      Ilzam, setiap transaksi yang dapat menimbulkan pindahnya,munculnya ataupun berakhirnya suatu hak, baik transaksi tersebut terbentukatas kehendak pribadi (diri sendiri) atau terkait dengan kehendak orang lain.[5]

C.    Pembentukan Akad
1.      Rukun Akad
   Akad juga terbentuk karena adanya rukun-rukun yang membentuknya. Menurut ahli-ahli hukum Islam kontemporer, rukun yang membentuk akad itu ada empat, yaitu:
a.       Para pihak yang membuat akad (al-aqidan)
b.      Pernyataan kehendak para pihak (shigatul-‘aqd)
c.       Objek akad (mahallul-‘aqd), dan
d.      Tujuan akad (maudhu’ al-‘aqd)

2.      Unsur-Unsur Akad
Az-Zarqa’ menyebutkan empat unsur akad, yaitu sebagai berikut:
a.       Para pihak
b.      Objek akad
c.       Tujuan akad
d.      Rukun akad[6]

D.    Syarat-syarat Akad
   Setiap pembentuk akad mempunyai syarat yang ditentukan syara’ yang wajib disempurnakan, syarat terjadinya akad dibagi menjadi dua macam:
1.    Syarat-syarat yang bersifat umum, yaitu syarat-syarat yang wajib sempurna wujudnya dalam berbagai akad.
2.    Syarat-syarat yang bersifat khusus, yaitu syarat-syarat yang wujudnya wajib ada dalam sebagian akad, syarat khusus ini juga disebut sebagai syarat idhafi (tambahan) yang harus ada di samping syarat-syarat yang umum.
Syarat-syarat umum yang harus dipenuhi dalam berbagai macam akad:
a.    Kedua orang yangg melakukan akad cakap bertindak (ahli), maka akad orang yang tidak cakap (orang gila, orang ynag berada di bawah pengampuan (mahjur) karena boros dan lainnya) akadnya tidak sah.
b.    Yang dijadikan obyek akad dapat menerima hukumnya.
c.    Akad itu diizinkan oleh syara’, dilakukan oleh orang yamg mempunyai hak melakukannya, walaupun dia bukan aqid yang memiliki barang.
d.   Akad bukan jenis akad yang dilarang, seperti jual beli mulamasah.
e.    Akad dapat memberikan faedah, maka tidaklah sah apabila akad rahn dianggap sebagai amanah.
f.     Ijab harus berjalan terus, maka ijab tidak sah apabila ijab tersebut dicabut (dibatalkan) sebelum adanya qabul.
g.    Ijab dan qabul harus bersambung, jika seseorang melakukan ijab dan berpisah sebelum terjadinya qabul, maka ijab yang demikian dianggap tidak sah (batal).[7]
E.     Dampak Akad
Berikut dampak dari akad:
§ Dampak khusus, adalah hukum adat, yakni dampak asli dalam pelaksanaan suatu akad atau maksud utama dilaksanakanya suatu akad, seperti pemindahan kepemilikan dalam jual-beli, upah, hibah, wakaf.
§ Dampak Umum, segala sesuatu yang mengiringi setiap atau sebagian besar akad, baik dari segi hukum maupun hasil.[8]

F.     Pembagian Akad
            Akad dibagi menjadi beberapa macam yaitu sebagai berikut :
1.      ‘Aqad Munjis yaitu akad yang dilaksanakan langsung pada saat selesainya akad.
2.      ‘Aqad Mu’alaq yaitu akad yang dalam pelaksanaannya terdapat syarat-syarat yang telah ditentukan dalam akad, seperti penentuan penyerahan barang-barang yang diakadkan setelah adanya pembayaran.
3.      ‘Aqad Mudhaf yaitu akad yang dalam pelaksanaanya terdapat syarat-syarat mengenai penanggulangan pelaksanaan akad, pernyataan yang pelaksanaanya ditangguhkan hingga waktu yang ditentukan, perkataan tersebut sah dilakukan pada waktu akad, tetapi belum mempunyai akibat hukum sebelum tibanya waktu yang telah ditentukan.
   Disamping akad Munjis, muu’alaq, dan mudhaf, pada dasarnya macam-macam akad masih banyak jenisnya tergantung dari sudut tinjauanya. Perbedaan-perbedaan tinjauan akad dapat diklasifikasikan dari segi :
1.      Ada dan tidaknya qismah pada akad, dalam segi ini akad dibagi menjadi dua bagian :
a.       Akad Musmmah
b.      Akad ghair musammah
2.      Disyari’atkan dan tidaknya akad, ditinjau dari segi ini akad dibagi menjadi dua bagian :
a.       Akad musyara’ah
b.      Akad mamnu’ah ialah
3.      Sah dan batalnya akad, ditinjau dari segi ini dibagi menjadi :
a.       Akad Shahihah
b.      Akad fasidah
4.      Sifat bendanya, ditinjau dari sifat ini benda akad terbagi menjadi :
a.       Akad ‘aniyah
b.      Akad ghair ‘aniyah
5.      Akad ditinjau  dari segi cara melakukannya, terbagi :
a.       Akad yang harus dilakukan dengan upacara tertentu
b.      Akad ridha’iyah
6.      Berlaku dan tidakny akad, dari segi ini dapat dibagi menjadi dua bagian :
a.       Akad nafidzah
b.      Akad mauqufah
7.      Luzum dan dapat dibatalkannya, dari segi ini akad dapat dibagi empat :
a.       Akad lazim yang menjadi hak kedua belah pihak yang tidak dapat dipindahkan
b.      Akad lazim yang menjadi hak kedua belah pihak dan dapat dipindahkan dan dirusakan.
c.       Akad lazim yang menjadi salah satu pihak
d.      Akad lazimah yang menjadi hak dua belah pihak tanpa menunggu persetujuan salah satu pihak
8.      Tukar menukar hak, daris egi ini akd dibagi menjadi tiga bagian :
a.       Akad mu’awadhah
b.      Akad tabarru’at
c.       Akad tabarru’at pada awalnya dan menjadi akad mu’awadhah pada akhirnya seperti qaradh dan kafalah
9.      Harus dibayar ganti dan tidaknya, dari segi ini akad dibagi menjadi tiga bagian :
a.       Akad dhaman
b.      Akad amanah
c.       Akad yang dipengaruhi beberapa unsur, salah satu segi merupakan dhaman, dari segi yang lain merupakan dhaman, ddari segi lain merupakan amanah, seperti rahn (gadai)
10.  Tujuan akad yaitu dari segi tujuannya akad dapat dibagi menjadi lima golongan :
a.       Bertujuan memiliki (tamlik)
b.      Bertujuan untuk mengadakn hal bersama
c.       Bertujuan memperkokoh kepercayaan
d.      Bertujuan menyerahkan kekuasaan
11.  Temporer dan berkesinambungan, dari segi ini akad dibagi menjadi dua bagian :
a.       Akad fauriyah
b.      Akad istimrar
12.  Ashliyah dan Thabi’iyah, dari segi ini  akad dibagi menjadi dua bagian :
a.       Akad ashliyah
b.      Akad thabi’iyah[9]

G.    Sifat-sifat Akad
Pembaagian akad berdasarkan sifatnya dari aspek syara’, terbagi menjadi beberapa jenis yaitu sahih (صحيح) , batil (باطل), nafiz (نافذ), mauquf  (موقوف), lazim (لازم) dan ja’iz (جائز) :
1.      Akad sahih ialah perjanjian yang sempurna semua rukun dan syaratnya yang ditetapkan oleh syara’ dan tidak ada satu unsur yang meragukan. Hukum kontrak ini ialah sah.
2.      Akad batil ialah perjanjian yang tidak sempurna (cacat) syarat dan rukunnya. Hukum perjanjian seperti ini ialah tidak sah.
3.      Akad nafiz ialah kesepakatan dari seseorang yang mempunyai kelayakan dan kuasa untuk melakukannya.
4.      Akad mauquf ialah kesepakatan dari seseorang yang mempunyai kelayakan untuk berakad, tetapi dia tidak mempunyai kuasa untuk melakukannya seperti akad yang dilakukan oleh anak-anak yang mumaiyiz bagi kontrak yang ada risiko untung dan rugi. Hukumnya adalah perjanjian ini tidak boleh melainkan setelah mendapat persetujuan oleh pemilik hak yang berkuasa melakukannya. Jika pemilik hak tidak mempersetujui maka kontrak itu menjadi batal.
5.      Akad lazim ialah perjanjian yang tidak membolehkan salah satu pihak membatalkan kontrak tanpa persetujuan pihak yang lain seperti akad sewa dan jual beli.
6.      Akad jaiz ialah perjanjian yang membolehkan salah satu pihak yang berkontrak membatalkannya tanpa persetujuan pihak yang lain seperti akad wakalah.[10]



H.    Akhir Akad
            Berakhirnya akad dapat disebabkan karena fasakh, kematian atau karena tidak adanya pihak lain dalam hal akad mauquf.
1.      Berakhirnya akad karena fasakh. Hal-hal yang dapat menyebabkan timbulnya fasakhnya akad adalah sebagai berikut :
a.       Fasakh karena akadnya fasid (rusak)
b.      Fasakh karena khiyar
c.       Fasakh berdasarkan iqalah
d.      Fasakh karena tidak ada realisasi
e.       Fasakh karena jatuh tempo atau karena tujuan akad telah terealisasi
2.      Berakhirnya akad karena kematian. Akad fasakh karena kematian adalah sebagai berikut :
a.       Akad dalam ijarah
b.      Akad dalam rahn dan kafalah
c.       Akad dalam syirkah dan wakalah
3.      Berakhirnya akad karena tidak adanya izin pihak lain.
     Akad akan berakhir apabila pihak yang mempunyai wewenang tidak mengizinkannya atau meninggal dunia sebelum dia memberikan izin[11]





BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
1.      Akad adalah kesepakatan antara dua pihak atau lebih untuk melakukan suatu perbuatan tertentu
2.      Akad, sebagai sebab timbulnya iltizam. Wa’ad, janji antara satu pihak dengan pihak lain. Pihak yang diberi janji tidak memikul kewajiban apapun kepada phak pemberi janiji.  Terms and conditionnya tidak well defined atau Belum ada kewajiban yang ditunaikan oleh pihak manapun, walaupunterms danconditionsnya sudah well defined. Bila janji tidak terpenuhi maka sanksi yang diterima adalah sanksi moral. Tasharruf, segala ucapan atau tindakan yang dilakukan seseorangatas kehendaknya, dan memiliki implikasi hukum tertentu, baik hal inimemberikan kemaslahatan bagi dirinya atau pun tidak.. Ilzam, setiap transaksi yang dapat menimbulkan pindahnya,munculnya ataupun berakhirnya suatu hak, baik transaksi tersebut terbentukatas kehendak pribadi (diri sendiri) atau terkait dengan kehendak orang lain.
3.      Pembentukan akad terdiri dari orang yang berakad, barang yang diakadkan, dan ijab qobul atau shigot.
4.      Syarat-syarat umum yang harus dipenuhi dalam berbagai macam akad:
Kedua orang yangg melakukan akad cakap bertindak (ahli), maka akad orang yang tidak cakap (orang gila, orang ynag berada di bawah pengampuan (mahjur) karena boros dan lainnya) akadnya tidak sah.
Yang dijadikan obyek akad dapat menerima hukumnya.
Akad itu diizinkan oleh syara’, dilakukan oleh orang yamg mempunyai hak melakukannya, walaupun dia bukan aqid yang memiliki barang.
Akad bukan jenis akad yang dilarang, seperti jual beli mulamasah.
Akad dapat memberikan faedah, maka tidaklah sah apabila akad rahn dianggap sebagai amanah.
Ijab harus berjalan terus, maka ijab tidak sah apabila ijab tersebut dicabut (dibatalkan) sebelum adanya qabul.
     Ijab dan qabul harus bersambung, jika seseorang melakukan ijab dan berpisah sebelum terjadinya qabul, maka ijab yang demikian dianggap tidak sah
5.    Dampak khusus, adalah hukum adat, yakni dampak asli dalam pelaksanaan suatu akad atau maksud utama dilaksanakanya suatu akad, seperti pemindahan kepemilikan dalam jual-beli, upah, hibah, wakaf.
     Dampak Umum, segala sesuatu yang mengiringi setiap atau sebagian besar akad, baik dari segi hukum maupun hasil
6.    Akad terdiri dari: akad munjis, akad muallaq, dan akad mudhaf
7.    Sifat-sifat akad yaitu akad shahih, akad bathil, akadd nafiz, akad mauquf, akad lazim, dan akad jaiz
8.    Berakhirnya akad:
a.         Karena fasakh
b.         Karena kematian
c.         Karena tidak adanya izin pihak lain
B.     Saran
Demikianlah tugas penyusunan makalah ini. Harapan kami dengan adanya makalah ini bisa menjadikan kita untuk lebih memahami tentang akad, Serta dengan harapan dapat bermanfaat dan bisa difahami oleh para pembaca. Kritik dan saran sangat kami harapkan dari teman-teman dan dosen ,Apabila ada kekurangan dalam penyusunan makalah ini, kami mohon maaf yang sebesar-besarnya.




                [1]  Abdul Aziz Muhammad Azzam, Fiqh Muamalat Sistem transaksi dalam Islam, (Jakarta:Amzah, 2010), hlm 15-17
                [2] Qomarul Huda, Fiqh Muamalah, (Tulungagung:STAIN Tulungagung, 2006), hlm 19-21
                [3] Chairuman Pasaribu, Hukum Perjanjian Islam (Jakarta: Sinar Grafindo, 2004), hal 1-2
                [4] serewax.blogspot.com/2013/04/fiqh-akad.html diakses pada Rabu,  25 Maret 2015 pukul 12:30
                [5] http://www.academia.edu/5206135/3_Pengantar_Muamalah_Lengkap diakses pada Rabu, 25 Maret 2015 pukul 12:48
                [6] Syamsul Anwar, Hukum Perjanjian Syariah, (Jakarta:PT Raja Grafindo, 2007), hlm 96-97
                [7] Qomarul Huda, Fiqh Muamalah….. hlm 24-25
                [8] https://elkafilah.wordpress.com/category/fiqh-muamalah/ diakses pada Rabu, 25 Maret 2015 Pukul 12:50
                [9] Qomarul Huda, Fiqh Muamalah….. hlm 25-30
                [10] http://jurnaldhohir.blogspot.com/2012/03/teori-akad.html diakses pada Senin, 23 Maret 2015
                [11] Qomarul Huda, Fiqh Muamalah….. hlm 36-38

Tidak ada komentar:

Posting Komentar