Rabu, 09 September 2015

Filsafat Aristoteles



BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang
Apakah filsafat itu sesuatu ilmu  yang membuat seseorang ingin berfilsafat?  Pertanyaan ini wajar muncul adanya. Bermacam-macam pendapat dari para pemikir tentang  hakikat ilmu filsafat, yang membuat penulis ingin memberikan sedikit konstribusi untuk megulas salah satu pemikir dari berbagai pemikir yang berkonstribusi atas pemikiran-pemikirannya untuk hakikat filsafat itu sendiri.
Aristoteles dalam historisnya, bahwa pemikirannya tentang filsafat banyak menggunakan logika bahasa dan menggunakan metode pendekatan secara empiris. Karenanya, ia di sebut sebagai pemikir yang berfilsafat realisme. Dan masih banyak lagi pemikirannya yang begitu sangat berpengaruh  pada zamnnya. Untuk itu penulis akan sedikit mengulas tentang kemenarikan dari Aristoteles atas pemikirannya tentang filsafat itu sendiri.

B.  Rumusan Masalah
1.    Apa pengertian filsafat?
2.    Bagaimana sejarah filosofis Aristoteles?
3.    Bagaimana filsafat Aristotelse?
4.    Bagaimana berakhirnya filsafat Aristoteles?
5.    Bagaimana pembagian filsafat menurut Aristoteles?
6.    Apa saja karya-karya Aristoteles?

C.  Tujuan Makalah
1.    Untuk mengetahui pengertian filsafat.
2.    Untuk mengetahui sejarah filosofis Aristoteles.
3.    Untuk mengetahui filsafat Aristoteles.
4.    Untuk mengetahui berakhirnya filsafat Aristoteles.
5.    Untuk mengetahui pembagian filsafat menurut Aristoteles.
6.    Untuk mengetahui karya-karya Aristoteles.
BAB II
PEMBAHASAN
A.      Pengertian Filsafat
Istilah filsafat berasal dari bahasa Yunani “philosophia” yang dalam perkembangan berikutnya dikenal didalam bahasa lain yaitu : philosophie (Jerman, Belanda dan Perancis), philosophy (Inggris), philosophia (latin), dan falsafah (Arab). Pengertian filsafat berdasarkan asal kata tersebut diatas akan menghasilkan pengertian yang berbeda-beda dalam makna yang tidak hakiki, jadi perbedaan tersebut hanya bersifat gradasi. Aktifitas akal budi yang dilakukan oleh filsuf yang berupa philosopien memiliki dua unsur pokok, yaitu: pertama philien dan sophos, kedua philos dan sophia. Philien berarti mencintai, dan sophos berarti bijaksana. Secara istilah mencintai akan hal-hal yang bersifat bijaksana. Istilah philosophia dengan akar kata philos dan sophia berarti kawan kebijaksanaan. Philosophie menurut arti katanya adalah cinta akan kebijaksanaan dan berusaha untuk memilikinya.
Dari uraian tersebut diatas dapat dipahami bahwa filsafat (philosophia) berarti cinta kebijaksanaan. Seorang filsuf  adalah pencari kebijaksanaan, ia adalah pencinta kebijaksanaan dalam arti hakikat. Seorang filsuf mencintai atau mencari kebijaksanaan dalam arti sedalam-dalamnya.
Menurut Aristoteles filsafat adalah ilmu (pengetahuan) yang meliputi kebenaran yang terkandung didalamnya ilmu-ilmu metafisika, logika, retorika, etika, ekonomi, politik dan estetika (filsafat keindahan).[1]
Berbeda dengan Aristoteles, Hatta mengemukakan bahwa pengertian filsafat itu lebih baik tidak dibicarakan lebih dulu,[2] setelah seorang telah banyak membaca atau mempelajari filsafat, orang itu akan mengerti dengan sendirinya apa filsafat itu menurut konotasi filsafat yang ditangkapnya. Sama halnya dengan Langeveld, ia mengatakan setelah orang berfilsafat sendiri, barulah ia mengerti apa filsafat itu. Dan semakin dalam ia berfilsafat, akan semakin mengerti apa filsafat itu.[3] Pendapat Hatta  dan Lavengeld ini ada benarnya, karena filsafat merupakan keinginan yang berasal dari diri sendiri.[4]
B.       Sejarah Aristoteles
Aristoteles adalah murid guru Plato, adalah orang yang mendapat pendidikan baik sebelum menjadi filosof. Keluarganya adalah orang-orang yang tertarik pada ilmu kedokteran, Ayahnya seorang dokter pribadi raja Macedonia Amyntas. Sifat berfikir sientific ini besar pengaruhnya pada Aristoteles. Oleh karen itu, kita menyaksikan filsafat Aristoteles berbeda warnanya dengan filsafat Plato yang sistematis dan sangat dipengaruhi oleh metode empiris. Ia juga banyak mempelajari filsafat, matematika, astronomi, retorika, dan ilmu-ilmu lainnya. Dengan kecerdasannya yang luar biasa, ia hampir menguasai berbagai ilmu yang berkembang pada masanya.[5]
Aristoteles adalah filsuf besar Yunani terakhir dan paling berpengaruh. Lahir pada tahun 384 SM di Stagyra, sebuah kota di thrace Yunani Utara. Ayahnya meninggal ketika ia masih sangat muda. Ia diambil oleh Proxenus, dan orang ini memberikan pendidikan yang istimewa kepadanya. Ketika Aristoteles berusia sekitar 18 tahun, ia dikirim ke Athena dan dimasukkan ke Akademia Plato, kira-kira selama 20 tahun hingga Plato meninggal. Pada saat itu merupakan kebiasaan orang mengirimkan anaknya ke tempat yang jauh yang merupakan pusat-pusat perkembangan intelektual.[6]
Dalam pergaulan tingkat atas, Aristoteles bisa dikatakan lebih berhasil dari pada Plato, setelah Plato meninggal dunia, Aristoteles bersama rekannya Xenokrates meninggalkan Athena, karena ia tidak setuju dengan pendapat Plato di Akademia tentang filsafat. Tiba di Assos, Aristoteles dan rekannya mengajar disekolah phythia. Pada 345 SM kota Assos diserang oleh tentara Persia, rajanya (rekan Aristoteles) dibunuh, kemudian Aristoteles dengan rekan-rekannya melarikan diri ke Mytilene di pulau Lesbos, ia tidak jauh dari Assos. Tahun 342 SM, Aristoteles diundang Raja Philippos dari Macedonia untuk mendidik anaknya Alexander Agung.[7] Aristoteles mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap sejarah dunia, Alexander tidak hanya menerima seluruh idea dan rencananya, melainkan beserta pola pikirnya. Antara tahun 340-335 SM Aristoteles menekuni riset di Stagira, dibantu oleh Theophratus yang juga alumnus Athena. Riset yang intensif itu dibiayai oleh Alexander, dan menghasilkan kemajuan dalam Sains dan filsafat.[8]
Pada tahun 334 SM Alexander berperang di Asia, ketika itu Aristoteles kembali ke Athena, bukan sebagai murid, melainkan ia mendidirkan sekolah yang bernama Lyceum. Terjadilah persaingan hebat antara Lyceum dan Akademi. Persaingan ini mendorong Aristoteles untuk meningkatkan penelitiannya, alhasil dia tidak hanya dapat menjelaskan prinsip-prinsip Sains, tetapi ia juga mengajarkan politik, retorika, dan dialektika.
Orang-orang Athena yang anti Macedonia memandang Aristoteles sebagai penyebar pengaruh yang bersifat subversif dan dituduh sebagai seorang yang atheis, oleh karena itu ia berfikir lebih bijak untuk meninggalkan Athena. Kemudian ia pindah ke Chalcis dan meninggal disana pada tahun 322 SM. Banyak karyanya yang hilang, tetapi masih ada yang dapat menjelaskan bahwa ia seorang pekerja keras. Karangannya tentang logika yang berjudul Organon yang berisi tentang chategories. Beberapa bukunya diantaranya On Interpretation yg membahas berbagai tipe proposisi, Prior Analytics yang membicarakan Silogisme, Posterior Analytics yang memberikan penjelasan ilmiah tentang pengetahuan Sains. Dan masih banyak lagi.

C.       Filsafat Aristoteles
Pokok soal yang dibahas Aristoteles dalam organon atau yang kemudian lebih dikenal dengan nama logika tradisional itu meliputi pengertian dan penggolongan artian, keterangan, batasan, susunan pikir, penyimpulan langsung, dan sesat pikir,[9] adalah butir-butir pemikiran yang bertaut erat dengan bahasa. Keseluruhan maksud dalam putusan yang diutarakan dengan kata atau rangkaian kata (gatra) itu disebut kalimat. Bahasa (dengan kata dan kalimat) adalah alat dan penjelmaan dalam berpikir. Sebab itu logika erat hubungannya dengan bahasa.[10] Disinilah terlihat besarnya pengaruh yang ditanamkan Aristoteles terhadap pemikiran kaum Atonisme Logik dan Positivisme Logik, sebab dalam pemikiran mereka tampak kecenderungan yang kuat untuk menerapkan aturan pikir ke dalam bahasa filsafat.[11]
Perkembangan penting dalam filsafat dibantu oleh klasifikasi yang dibantu oleh Aristoteles, ia tertarik pada fakta yang spesifik dan yang umum (universal). Ia biasanya memulai dari gejala partikular menuju konklusi universal, jadi, induksi menuju generalisasi. Sedikit berbeda dengan Plato, ia sangat tertarik pada pengatahuan kealaman dalam filsafatnya, dan karena itu ia mementingkan observasi.
Didalam dunia filsafat, Aristoteles terkenal sebagai bapak logika. Logikanya disebut logika tradisional karena nantinya akan berkembang dan disebut logika modern, logika Aristoteles sering juga disebut logika formal. Jika orang-orang sofis banyak yang menganggap manusia tidak akan mampu memperoleh kebenaran, Aristoteles dalam Metaphysics menyatakan bahwa manusia dapat mencapai kebenaran. Salah satu teori Metafisika Aristoteles yang penting ialah pendapatnya yang mengatakan bahwa matter dan form itu bersatu, matter memberikan subtansi sesuatu, form memberikan pembungkusnya. Setiap objek terdiri atas matter dan form.[12] Jadi ia telah mengatasi dualisme Plato yang memisahkan matter dan form. Bagi Plato matter dan form berada sendiri-sendiri. Ia juga berpendapat bahwa matter itu potensial dan form itu aktualitas. Namun ada subtansi yang murni form, tanpa potentiality, jadi tanpa matter yaitu Tuhan. Aristoteles percaya adanya Tuhan. Bukti adanya Tuhan menurutnya adalah Tuhan sebagai penyebab gerak (a first cause of motion). Tuhan menurut Aristoteles berhubungan dengan dirinya sendiri. Ia tidak berhubungan dengan alam ini. Ia bukan persona, ia tidak memperhatikan doa dan keinginan manusia. Dalam mencintai Tuhan, kita tidak usah berharap Ia akan mencintai kita. Ia adalah kesempurnaan tertinggi, dan kita mencontoh kesana untuk perbuatan dan pikiran-pikiran kita.[13]
Pada Aristoteles kita menyaksikan bahwa pemikiran Aristoteles lebih maju, dasar-dasar sains diletakkan, Tuhan dicapai dengan akal, tetapi ia percaya pada Tuhan. Jasanya dalam menolong Plato dan Socrates memerangi orang sofis ialah karena bukunya yang menjelaskan palsunya logika yang digunakan oleh tokoh-tokoh sofisme. Kuasa akal mulai dibatasi; ada kebenaran yang umum, jadi tidak semua kebenaran relatif. Sains dapat diperselisihkan sebagian dan di pegang sebagian.
Filsafat Yunani yang rasional itu boleh dikatakan berakhir setelah Aristoteles selesai menggelarkan pemikirannya, akan tetapi sifat rasional itu masih digunakan selama beberapa abad setelah Aristoteles, sebelum filsafat benar-benar memasuki dan tenggelam dalam abad  pertengahan. Namun jelas, setelah periode SPA (Socrates, Plato, Aristoteles), mutu filsafat semakin merosot.[14] Kemunduran filsafat itu sejalan dengan kemunduran politik ketika itu, yaitu sejalan dengan terpecahnya menjadi pecahan-pecahan kecil imperium besar yang dibangun oleh Alexander.[15]

1.    Realisme Aristoteles
Berbeda dengan Plato tentang persoalan kontradiktif antara tetap dan menjadi, Aristoteles menerima yang berubah dan menjadi, yang bermacam-macam bentuknya, yang semuanya itu berada di dunia pengalaman sebagai realitas yang sesungguhnya. Itulah sebabnya filsafat Aristoteles disebut sebagai realisme.
Meskipun selama 20 tahun menjadi murid Plato, Aristoteles menolak ajaran Plato tentang idea. Menurutnya tidak ada idea-idea abadi. Apa yang oleh Plato dipahami sebagai idea sebenarnya tidak lain adalah bentuk abstrak yang tertanam dalam realitas indriawi sendiri. Dari realitas indriawi konkret akal budi manusia mengabstraksikan paham-paham abstrak yang bersifat umum. Begitu misalnya akal budi mengabstrasikan akal “orang” atau “manusia” dari orang-orang konkret nyata yang kita lihat, yang masing-masing berbeda satu sama lain. Menurut Aristoteles ajaran Plato tentang idea-idea merupakan tentang interprestasi salah terhadap kenyataan bahwa manusia dapat membentuk konsep-konsep universal tentang hal-hal yang empiris. Untuk menjelaskan kemampuan itu tidak perlu menerima alam idea-idea abadi, Aristoteles menjelaskannya dengan kemampuan akal budi manusia untuk membuat abstraksi, untuk mengangkat bentuk-bentuk universal dari relitas empiris individual. Pendekatan Aristoteles adalah empiris, ia bertolak dari relitas nyata indriawi. Itulah sebabnya ia lebih mementingkan penelitian di alam dan mendukung ilmu-ilmu khusus.[16]
Tak hanya itu Aristoteles juga menolak paham Plato tentang idea yang baik dan bahwa hidup yang baik tercapai dengan kontemplasi atau penyatuan dengan idea yang baik tersebut. Menurut Aristoteles paham yang baik itu sedikitpun tidak membantu seorang pekerja untuk mngetahui bagaimana ia harus bekerja dengan baik, atau seorang negarawan untuk mengetahui bagaimana ia harus memimpin negaranya. Apa yang membuat kehidupan manusia bermutu harus dicari dengan bertolak dari realitas manusia sendiri.  Dalam bahasanya, ia mengatakan bahwa setiap benda tersusun dari hule dan morfe, yang kemudian terkenal dengan teori hulemorfistik. Hule adalah dasar permacam-macaman. Karena hule-nya maka suatu benda adalah benda itu sendiri. Misal, si A bukan si B karena hule-nya. Sedangkan morfe adalah dasar kesatuan, yang menjadi inti dari sesuatu. Karena morfe-nya sesuatu itu sama dengan yang lain (satu inti), yakni termasuk kedalam jenis yang sama. Morfe ini berbeda dengan hule. Misal si A, si B dan si C yang berbeda-beda itu berada di dalam morfe sama yaitu sebagai manusia. Namun demikian baik hule maupun morfe adalah kesatuan yang tak terpisahkan. Dengan hule-nya maka sesuatu itu maujud didalam realitas, dan dengan morfe-nya sesuatu itu mengandung arti hakiki sebagai suatu hal.
Pandangan hulemorfis-nya itu sejalan dengan teorinya tentang aktus dan potensia-nya. Aktus adalah dasar kesunguhan sedangkan potensia adalah dasar kemungkinan. Sesuatu itu benar-benar ada karena aktus-nya, dan sesuatu itu mungkin (mengalami perubahan dinamis) karena potensia-nya. Jika dipakai untuk memahami sesuatu yang konkret, maka hule merupakan potensia-nya dan morfe adalah aktus-nya. Segala macam perubahan dan perkembangan (permacam-macaman) ini terjadi karena hule yang mengandung potensi dinamis, bergerak menuju ke bentuk-bentuk aktus murni. Sedangkan aktus murni itu tidak mengandung potensi apa-apa, jadi bersifat tetap, tidak berubah dan abadi.[17]
Untuk mengetahui makna hakiki setiap sesuatu, Aristoteles mengembangkan suatu teori pengetahuan dengan menempuh jalan atau metode “abstraksi”. Menurutnya, pengetahuan itu ada dua yaitu a) pengetahuan indra, dan b) pengetahuan budi. Pengetahuan indra bertujuan mencapai pengenalan pada hal-hal yang konkret yang bermacam-macam dan serba berubah. Sedangkan pengetahuan budi bertujuan mencapai pengetahuan abstrak, umum dan tetap. Pengetahuan budi inilah yang disebutnya ilmu pengetahuan. Objek pengetahuan itu bermacam-macam dan bersifat konkret. Oleh karena itu selalu berada dalam perubahan-perubahan dan perbedaan-perbedaan. Objek seperti ini dikenal oleh indra, kemudian diolah oleh budi. Budi bertugas mencari idea yang sama yang terkandung didalam permacam-macaman itu, sebagai pengetahuan yang macamnya hanya satu sehingga bersifat umum dan bersama-sama dengan macam-macam hal yang konkret. Jadi idea itu ada didalam relitas konkret. Sebagai contoh, didalam realitas konkret ada bermacam-macam manusia, didalam permacam-macaman itu terkandung kesamaan sebagai manusia. Aristoteles menerima, baik permacam-macamn maupun idea-idea itu dengan keduanya bersifat realistis. Sedangkan Plato menolak permacam-macaman itu sebagai kebenaran (yang menurutnya hanya bayangan) dan menerima dunia idea sebagai kebenaran satu-satunya.
Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa kebaikan terletak di tengah-tengah antara dua ujung yang paling jauh. Sebagai contoh pemberani adalah sifat baik yang terletak diantara pengecut dan nekat, sedangkan dermawan terletak diantara kikir dan pemboros, dan lain sebagainya. Karenanya manusia harus pandai menguasai diri agar tidak terombanga-ambing oleh hawa nafsu.[18]
2.    Filsafat politik Aristoteles
Dalam bidang politik Aristoteles mengklasifikasikan negara atas dasar pengumpulan yang fakta ada tentang negara itu. Untuk menyiapkan bukunya politika, ia mengadakan penyelidikan terlebih dahulu terhadap 158 konstitusi-konstitusi yang berlaku dalam polis-polis (negara kota) di Yunani. Bila Plato menggunakan metode deduktif maka Aristoteles memakai metode induktif (Empiris). Dalam bukunya ia membedakan tiga bentuk negara yang sempurna, yakni negara yang dipimpin oleh seorang (monarki), sejumlah kecil orang (aristokrasi), dan banyak orang (politeia).[19]
Tugas utama suatu negara menurut Aristoteles adalah menyelenggarakan kepentingan umum (public interest). Konstitusi dan pemerintahan mempunyai arti yang sama,. Tetapi, pemerintahan disini merupakan kekuasaan tertinggi dalam negara, dan harus berada ditangan satu orang, atau sejumlah kecil orang atau banyak orang. Karena itu, bentuk-bentuk pemerintahan yang benar adalah bentuk-bentuk ketika penguasa yang satu, yang sedikit dan yang banyak itu, memerintah dengan memperhatikan kepentingan umum. Sementara pemerintah yang memerintah dengan memerhatikan kepentingan pribadi adalah bentuk pemerintahan yang menyeleweng dan perlu dilawan. Aristoteles merupakan pelopor berdirinya suatu cabang ilmu politik, yakni perbandingan pemerintahan dan politik. Dari 158 studi yang dilakukannya hanya satu yang ada sampai saat ini yaitu konstitusi Athena yang ditemukan pada tahun 1890 dan juga dalam buku Filsafat Politik. Inti pemikiran politiknya ada empat premis etis dan filosofis yang sangat terkenal yaitu:
a.    Manusia adalah mahluk rasional yang memiliki kehendak bebas.
b.    Politik adalah ilmu praktis.
c.    Ada hukum moral universal yang harus dipatuhi semua manusia.
d.   Negara adalah konstitusi alamiah.
Premis Aristotelian yang selanjutnya, ia memandang watak suatu objek sebagai suatu yang yang berada pada tujuannya. Tujuan manusia sebagaimana manusia lainnya adalah pemenuhan watak  dan kebutuhannya. Jika seorang diri manusia tidak akan mampu memenuhi tujuan tersebut. Dia memerlukan institusi-institusi lain untuk memenuhi baik kebutuhan material maupun intelektualnya, keluarga dan negara merupakan institusi yang ilmiah bagi manusia, dan merupakan bagian dari pola kehidupan manusia yang universal. Dalam bukunya Ethics, Aristoteles menekankan bahwa tujuan alamiah manusia adalah kebahagiaan. Dia menyimpulkan bahwa kebahagiaan adalah aktivitas jiwa agar sesuai dengan kebijakan yang sempurna. Kabahagiaan yang sejati hanya mampu dicapai dengan mengupayakan kehidupan moral dan kebaikan intelektual. Aristoteles menekankan bahwa pelacakan yang sungguh-sungguh pada watak manusia merupakan hal pokok bagi teori politik. Karena jika fungsi utama negara adalah untuk membantu individu dalam mencapai tujuannya, maka penting bagi negarawan untuk menyadari tujuan ini. Dalam konteks semacam ini, pengkaji politik harus mengetahui fakta-fakta mengenai jiwa. Aristoteles juga memberikan kejelasan bahwa ilmuwan politik harus menguasai bidang yang lain, seperti psikologi dan ekonomi, jika dia ingin memperoleh pemahaman tentang negara. Sebagai mahluk hidup manusia memerlukan kebersamaan sosial dan politik dengan semua yang implikasinya untuk memperoleh keuntungan, kesempatan pendidikan, pertumbuhan asketik, keilmuan moral dan pengetahuan yang luas. Terbentuknya suatu negara yang bermula dari kehidupan manusia secara terpisah yang kemudian membentuk komunitas yang lebih besar merupakan proses alamiah yang didirikan atas struktur faktual watak manusia.
Bagi Aristoteles, fungsi negara harus peduli dengan karakter warganya, bukan memihak pada elite politiknya. Ia juga menganjurkan partisipasi warga negara dengan baik. Meskipun ia tidak menggambarkan suatu pola pemerintahan yang universal namun ia tetap merasa yakin bahwa ilmu politik mampu menemukan tipe negara yang paling ideal dan bisa dipraktikan.[20]
D.      Berakhirnya Filsafat Aristoteles
Sebelum ke abad pertengahan kita melalui pemikiran Helenis terlebih dahulu, pada zaman Helenis kita menyaksikan reaksi-reaksi yang menentang Metafisika. Istilah Helenisme adalah istilah modern yang diambil dari bahasa Yunani kuno hellenizein, yang berarti berbicara atau berkelakuan seperti orang Yunani. Dalam pengertian yang lebih luas, Hellenisme adalah istilah yang menunjuk kebudayaan yang merupakan gabungan antara budaya Yunani dan budaya Asia kecil, Siria, Mesopotamia, dan Mesir yang lebih tua. Gabungan itu terjadi selama tiga abad setelah meninggalnya Alexander pada tahun 323 SM. Istilah periode Helenistik mulai digunakan pada  abad ke-19 oleh sejarahwan Jerman, Droysen. Menurut Droysen, periode Helenistik dimulai dari meninggalnya Alexander (323 SM), berakhir kira-kira pada tahun 30 SM. Jika itu benar maka periode filsafat Helenisme dapat dimulai sejak Aristoteles (322 SM) sampai pada zaman Philo (20 SM-54 M). Untuk lebih mudahnya, periode Helenistik adalah periode pemikiran sejak meninggalnya Aristoteles sampai mulai berkembangnya agama Kristen (kurang lebih selama 300 tahun).
Menurut Mayer (315), jatuhnya filsafat langsung disambung oleh neo-Phytagorean dan neo-Platonysme. Jadi dapat disimpulkan bahwa kelompok-kelompok filosof yang dapat dipandang sebagai pengisi zaman helenisme yaitu sinisisme, Cyrenaic, Peripatetics, Epicureanisme, stoisisme, skeptisisme, Philo dan ditutup oleh jatuhnya filsafat.[21]

E.       Pembagian Filsafat
1.    Arti pembagian filsafat
Agar dalam belajar filsafat maju dengan teratur, maka bidang filsafat itu harus dibagi dan diperinci, adanya pembagian itu disebabkan oleh obyek yang dipandang dalam filsafat itu sangat luas. Serta sangat beraneka ragam pertanyaan-pertanyaan yang harus dijawab oleh filsafat. Filsafat adalah suatu ilmu yang untuk menjawab pertanyaan dengan melihat problema-problema yang timbul, oleh karena itu terdapat pembagian filsafat.[22]
2.    Pembagian Aristoteles
Aristoteles mengemukakan pembagian yang lebih terperinci bila dibandingkan dengan Plato, yaitu sebagai berikut:
a.    Logika yaitu tentang bentuk susunan pikiran. Aristoteles mengatakan bahwa dasar dari semua argumen adalah Silogisme. kemudian Aristoteles mendaftar semua Silogisme yang mungkin, dan menunjukkan mana yang sahih mana yang tidak. Logika merupakan alat untuk mempertajam pencarian pengetahuan.[23]
b.    Filosofia teoritika yang diperinci atas:
1)   Fisika yaitu tentang dunia materiil (ilmu alam dan sebagainya).
2)   Matematika yaitu tentang barang menurut kuantitasnya.
3)   Metafisika yaitu tentang “ada”. Usaha Aristoteles disini menghasilkan suatu teori tandingan terhadap forma-forma Plato. Seperti Plato, ia menolak relativisme sophis seperti reletivisme Protagoras, tetapi merasa bahwa forma-forma tidak menyebabkan perubahan,dan tidak membantu memahami apa yang nyata dan apa yang dapat diketahui. Bahkan ia mengusulkan bahwa subtansi merupakan senyawa dari Materia dan Forma. Untuk menerangkan perubahan, Aristoteles menggunakan ide-ide aktualis dan potensialitas. Subtansi merupakan pembawa potensial kualitas-kualitas yang menjadi nyata(aktual) didalamnya. Maka, mengatakan bahwa minyak dapat dibakarberarti bahwa potensinya untuk terbakar sudah ada didalamnya, tetapi membutuhkan korek api untuk menghasilkan kemungkinan itu benar-benar terbakar.[24]
c.    Filosofia praktika yaitu tentang hidup kesusilaan (berbuat,bertindak)
1)   Etika yaitu tentang kesusilaan dalam hidup perseorangan. Aristoteles mempunyai ajaran mengenai jiwa yang lebih monistik daripada Plato.
2)   Ekonomia yaitu tentang kesusilaan dalam hidup kekeluargaan.
3)   Politika yaitu tentang kesusilaan dalam hidup kenegaraan. Aristoteles tidak melampaui negara-kota model Plato. Ketika kekaisaran surut, ia bebicara mengenai sempurnanya sebuah kota yang tidak lebih dari pada yang bisa dilihat sekilas dari atas bukit. Rumusannya mengenai stabilitas politik sangatlah bernada kelas menengah, untuk menciptakan jalan tengah antara tirani dan demokrasi. Aristoteles tidak melawan perbudakan dan berpendapat bahwa wanita tidak cocok untuk hak-hak bebas dan politik. Tetapi ia memang punya kehendak untuk membebaskan budak-budaknya.[25]
4)   Biologi. Dalam penyelidikan Aristoteles yang mendalam, ia menunjukkan lebih dari 500 spesies berbeda. Ia menekankan penyelidikan atas dasar hal-hal partikuar.[26]
d.   Filosofia poetika/aktiva (pencipta/filsafat kesenian)
Pembagian ini meliputi seluruh ilmu pengetahuan pada saat itu, jadi apa yang sekarang dipandang termasuk ilmu pengetahuan, dimasukkan didalamnya (khususnya bagian fisika). Sekarang dengan tegas dibedakan antara filsafat dan ilmu pengetahuan. Maka pembagian filsafat seperti yang dikemukakan Aristoteles masih harus disesuaikan dengan perkembangan zaman.[27]

F.        Karya-Karya Aristoteles
1.    Karya-karya yang mengumpulkan bahan-bahan yang dapat digunakan dalam risalah-risalah ilmiah.
Menurut kesaksian masa kuno, Aristoteles mengarang banyak karya yang memuatdokumentasi ilmiah. Kiranya dapat diandiakan bahwa sebagian karya-karya itu disusun oleh Aristoteles sendiri dan sebagian oleh murid-muridnya di bawah pimpinannya. Agaknya kebanyakan karya ini berasal dari periode Aristoteles mengajar dalam Lykeion. Hampir semua karya itu sekarang sudah tidak ada lagi. Yang masih disimpan adalah karya yang biasanya ditunjukan dengan nama Latin Historia animalium (Penyelidikan mengenai binatang-binatang). Suatu karya lain yang bernama Athenaion politeia ditemukan pada tahun 1890 dalam padang pasir di Mesir. Karya tersebut merupakan satu bagian saja dari suatu karya raksasa yang mengumpulkan undang-undang dasar dari 158 negara Yunani.
2.    Karya-karya yang sifatnya lebih kurang populer yang diterbitkan oleh Aristoteles sendiri
Karya-karya ini sebagian besar ditulis ketika Aristoteles berada di academia dan kebnayakan berupa dialog. Karya-karya ini dibaca ramai dalam masa kuno, tetapi sekarang semua sudah hilang.Dari beberapa karya ini kita masih mempunyai fragmen-fragmen. Menurut  kesaksian masa kuno, yang dibenarkan oleh fragmne-fragmen yang masih ada, semua karya dikarang dengan bahasa memikat hati.
a.    Eudemos atau perihal jiwa
Dialog ini  mengambil dilog Plato yang bernama Phaidon sebagai contohnya. Seperti judulny asudah menyatakan, dialog ini membicarakan persoalan-persoalan menegnai jiwa. Aristoteles disini tanpa ragu –ragu menerima beberapa pokok ajaran Plato.
b.    Protreptikos
Protreptikos mempertentangkan pengetahuan teoritas yang diutamakan dalam academia dengan pragmatis yang dipraktekan dalam sekolah Isokrates , saingan academia. Biarpun dalam karya ini terdapat cukup banyak gagasan yang mengingatkan kita akan Plato, namun kita menjumpai juga beberapa pikiran Aristotelian yang khas.
c.    Perihal Filsafat
Dialog ini terdiri dari tiga buku. Buku I menyajikan uraian mengenai perkembangan umat mnausia. Buku II memberikan suatu kritik tajam atas ajaran Plato mengenai ide-ide. Buku III memuat pendapatnya tentang Allah dan susunan kosmos.[28]
3.    Karya-karya yang mengumpulkan bahan-bahan yang dapat digunakan dalam risalah-risalah ilmiah.
Menurut kesaksian masa kuno, Aristoteles mengarang banyak karya yang memuatdokumentasi ilmiah. Kiranya dapat diandiakan bahwa sebagian karya-karya itu disusun oleh Aristoteles sendiri dan sebagian oleh murid-muridnya di bawah pimpinannya. Agaknya kebanyakan karya ini berasal dari periode Aristoteles mengajar dalam Lykeion. Hampir semua karya itu sekarang sudah tidak ada lagi. Yang masih disimpan adalah karya yang biasanya ditunjukan dengan nama Latin Historia animalium (=Penyelidikan mengenai binatang-binatang). Suatu karya lain yang bernama Athenaion politeia ditemukan pada tahun 1890 dalam padang pasir di Mesir. Karya tersebut merupakan satu bagian saja dari suatu karya raksasa yang mengumpulkan undang-undang dasar dari 158 negara Yunani.
4.    Karya-karya yang dikarang Aristoteles sehubungan dengan karya-karyanya.
Karya-karya ini pasti tidak dikarang untuk diterbitkan. Buku ini terdiri dari cacatan yang dibuat Aristoteles untuk kuliah-kuliahnya. Sesudah kematian Aristoteles , murid-muridnya menyusun buku-buku dengan bahasa ynag sudah ada. Konon Theophratos mewasiatkan manuskrip-manuskrip Aristoteles kepada anggota Lykeion lain yang bernama Neleus dan Skepsis. Pengikut-pengikut Neleus menyembunyikan manuskrip-manuskrip itu dalam suatu gudang di bawah tanah. Disitu Apellikon, seorang perwira dlam tentara raja Pontos ynag bernama Mithridates, menemukna manuskrip-manuskrip itu dalam keadaan kurang baik. Ia membawa semua naskah itu ke Athena kira-kira pada tahun 100SM. Pada tahun 84SM. Konsul Romawi yang bernama Sulla membawa manuskrip-manuskrip Aristotelles kep Roma dan menyuruh sarjana-sarjana menerbtkan karya-karya itu. Penerbitan itu dilaksanakan oleh Andronikos dari Rhodos sekitar tahun 40 SM.
Karya-karya Aristoteles secara sistematis, maka karya tersebut dibedakan menurut delapan pokok. Karena hampir semua karangan tersebut sejarah filsafat menyebutkan karya-karya Aristoteles dengan nama Latin. [29]
Aristoteles banyak menghasilkan karya-karya hasil penelitian dan pemikiran-pemikiran filsafat. Tetapi banyak karyanya yang hilang. Didalam dunia filsafat Aristoteles terkenal sebagai bapak logika.logikanya disebut logika tradisional karena nantinya berkembang apa yang disebut logika modern. Logika Aristoteles itu sering juga disebut “logika formal”. Bila orang-orang sophis banyak yang menganggap manusia tidak akan mampu memperoleh kebenaran, Aristoteles dalam mhetaphysics menyatakan bahwa manusia dapat mencapai kebenaran.
Secara umum karya-karyanya dapat dikelompokkan  dalam delapan pokok bahasan, yaitu:
a.    Logika, terdiri dari:
1)   Categoric (kategori-kategori).
2)   De Interpretatione (perihal penafsiran).
3)   Analytics priora (analitika logika yang lebih dahulu).
4)   Analytica posteiora (analitika logika yang kemudian).
5)   Topica.
6)   De Sophostics Elenchis (tentang cara berargumen kaum Sophis).
b.    Filsafat Alam, terdiri dari:
1)   Phisica.
2)   De caelo (perihal langit).
3)   De generatione et corruptione (timbul-hilangnya mahluk-mahluk jasmani).
4)   Meteorologica (ajaran tentang badan-badan jagad raya).
c.    Psikologi, terdiri dari:
1)   De anima (perihal jiwa).
2)   Parva naturalia (karangan-karangan kecil tentang pokok-pokok alamiah).
d.   Biologi, terdiri dari:
1)   De partibus anemalium (perihal bagian-bagian binatang).
2)   De mutu animalium (perihal gerak binatang).
3)   De incessu animalium (tentang binatang yang berjalan).
4)   De generatione animalium (perihal kejadian binatang-binatang).
e.    Metafisika, oleh Aristoteles dinamakan sebagai filsafat pertama atau theologia.
f.     Etika, terdiri dari:
1)   Ethica nicomachea.
2)   Magna moralia (karangan besar tentang moral).
3)   Ethica eudemia
g.    Politik dan ekonomi, terdiri dari:
1)   Politics.
2)   Economics.
h.    Retorika dan poetika, terdiri dari:
1)   Rhetorica.
2)   Poetica.
Menurut Aristoteles pandangan filsafat tentang etika adalah sarana untuk mencapai kebahagiaan. Sebagai hal tertinggi dalam kehidupan, etika dapat mendidik manusia supaya memiliki sikap yang pantas dalam segala perbuatan. Sedangkan ilmu metafisika diharapkan lebih melakukan pengkajian pada persoalan tentang hakikat segala sesuatu. Menurut Aristoteles, ilmu metafisika inilah yang paling utama dari filsafat atau intinya filsafat.
Berkaitan dengan filsafat praktis, cabang ini mencakup dua macam ilmu. Pertama, ilmu etika yang mengatur kesusilaan dan kebahagiaan dalam hidup perseorangan. Kedua, ilmu ekonomi yang mengatur kesusilaan dan kemakmuran dalam keluarga dan masyarakat.[30]
5.    Perkembangan dalam karya-karya Aristoteles
Para ahli beranggapan bahwa karya karangan Aristoteles yang dimiliki, mencerminkan secara sistemtis pelajaran Lykeion. Buku-buku yang masih dimilki, tidak keluar dari tangan Aristoteles dalam bentuk yang kita kenal sekarang ini. Murid-murid Aristoteles telah munyusun karya-karya itu dengan mengumpulkan semua bahan yang menyangkut suatu pokok tetentu.
a.    W. Jaeger
Sarjana yang untuk pertama kalinya memusatkan perhatian para ahli kepada perkembangan dalam karya-karya Arisstoteles adalah orang Jerman yang bernama Werner Jaeger (1888-1961). Pada tahun 1923 ia menerbitkan bukunya Aristoteles. Grundlegung einer Geschichte seiner Entwicklung (=Aristoteles. Pendasaran sejarah perkembangannya),yang mengubah secara radikal pandangan para ahli menegenai filsafat Aristoteles. Pada tahun 1912, ia menerbitkan suatu karangan kecil yang melukiskan pendapatnya mengenai perkembangan buku Aristoteles yang berjudul Metaphysica.
Menurut W. Jaeger perkembangan filsafat Aristoteles meliputi tiga zaman sebagai berikut.
1)   Dalam zaman pertama, diwaktu Aristoteles berada dalam Akademia, ia menganut filsafat Plato, termasuk juga ajarannya mengenai ide-ide.
2)   Zaman kedua mencakup waktu Aristoteles berada di Assos, Mytilene  dan di dalam istana di Pella. Dalam periode ini Aristoteles berbalik dari gurunya Plato, antara lain dengan mengkritik ajaran-ajaran mengenai ide-ide, dan membentuk filsafatnya sendiri.
3)   Dalam zaman ketiga Aristoteles mengajar dalam Lykeion di Athena. Sekarang minatnya berbalik dari filsafat spekulatifdan terutama di pusatkan kepada penyelidiknan empiris.

b.    F. Nuyens
Diantara para ahli yang telah meneruskan penyelidikan Jaeger tentubleh disebut sarjana Belanda ynag bernama F. Nuyens. Ia mencari satu norma yang memungkinkan untuk menetukan perkembanganfilsafat Aristoteles dalam seluruh karyanya. Norma yang diususlkan ialah pendapat  Aristoteles tentang hubungan mengenai hubungan antara jiwa dan tubuh. Ketig apendapat itu masing-masing dengan suatu periode dalam perkembangan filsafat Aristoteles. [1] pertama menganut suatu dualisme dengan menganggap jiwa bertentngan dengan tubuh. [2] Kemudian ia menekankan kerja sama antar jiwa dan tubuh; tubuh dipandang sebagai alat yang dipergunakan oleh jiwa. [3] Akhirnya. Ia melukiskan jiwa sebagai entelekheia tubuh; kesatuan jiwa dan tubuh sangat ditekankan; jiwa tidak dianggap lagi sebagai baka.[31]
6.    Penyebab
Menurut Aristoteles tugas ilmu pengetahuan ialah mencari penyebab-penyebab objek yang diselidiki. Aristoteles berpendapat bahwa tiap-tiap kejadian mempunyai empat penyebab. Dua penyebab menetukan  kejadian dari luar dan karena itu bersifat lahiriah. Dua penyebab lain bersifat intern. Kedua penyebab intern sebetulnya sudah disebut , ketika kita menguraikan analisis Aristoteles mengenai perubahan.
Untuk mengartikan suatu kejadian, keempat penyebab berikut ini harus dibedakan.
a.    Penyebab efisien (“efficient cause”): inilah factor yang menjalankan kejadian. Misalnya, tukang kayu yang membikin sebuah kursi.
b.    Penyebab final (“final cause”): inilah tujuan yang menjadi arah seluruh kejadian. Misalnya, kursi dibikin supaya supaya orang dapat duduk di atasnya.
c.    Penyebab material (“material cause”): inilah bahan dari mana bneda dibikin. Misalnya, kursi dibuat dari kayu.
d.   Penyebab formal (“formal cause”): inilah bentuk yang menyusun bahan. Misalnya, bentuk “kursi” ditambah pada kayu, sehingga kayu meenjadi sebuah kursi.[32]
7.    Kritik atas Plato
Diantara semua karya Aristoteles, terutama dalam Metaphysica terdapat kritik Aristoteles atas ajaran gurunya  mengenai ide-ide atau bentuk-bentuk. Dalam satu argumen Aristoteles menjelaskan bahwa Plato dan murid-muridnya memperduakan realitas dengan cara berlebihan, karena tidak ada gunanya untuk menerima bentuk-bentuk yang berdiri sendiri disamping banyak benda yang kongkret.
Suatu Argumen lain menandaskan bahwa ide atau bentuk mau tidak mau bersifat individual dan tidak mungkin bersifat umum, sebagaimana dikehendaki Plato.
Aristoteles sendiri berpendirian bahwa setiap bentuk tertuju kepada materi dan tidak dapat dilepaskan daripadanya. Bentuk itu merupakan esensi suatu benda. Aristoteles menyetujui pendapat Plato bahwa ilmu pengetahuan  berbicara tentang umum dan bukan tentang yang individual. Aristoteles Matematika umpamanya membahas bukan suatu segitiga tertentu, melainkan segitiga pada umumnya, terlepas dari sifat-sifat yang individual. Tetapi esensi itu tidak berdiri sendiri. Yang ada dalam kenyataan hanya benda-benda konkret saja. Tetapi rasio manusia seakan-akan melepaskan esensi dari benda-benda konkret. Proses ini disebut abstraksi..[33]
                     
BAB III
PENUTUP
A.  Kesimpulan
Aristoteles adalah murid guru Plato, Dengan kecerdasannya yang luar biasa, ia hampir menguasai berbagai ilmu yang berkembang pada masanya.  Menurut Aristoteles filsafat adalah ilmu (pengetahuan) yang meliputi kebenaran yang terkandung didalamnya ilmu-ilmu metafisika, logika, retorika, etika, ekonomi, politik dan estetika (filsafat keindahan).
Dengan kepiawanannya sebagai pemikir tentang filsafat, yang menggunakan logika bahasa dengan observasi atau pendekatan secara empiris terhadap apa yang ia kaji. ia sangat berpengaruh  pada zamannya. Baik itu pemikirannya tentang ekonomi, sosial, dan budaya. Terlebih dengan penelitan-penelitian ilmiahnya. Ia membuat sejarah sebagai pemikir filsafat yang realisme. Yang mana selalu menjadi kajian ilmu sebagai acuan atau refernsi bagi seseorang yang belajar ilmu filsafat.

B.  Saran
Demikian penyusunan makalah ini. Harapan kami dengan adanya makalah ini bisa menjadikan kita lebih memahami seberapa urgensinya perencanaan atau organizing dalam kehidupan. Serta dengan harapan semoga dapat difahami dan bermanfaat bagi para pembaca. Kritik dan saran sangat kami harapkan, mengingat makalah masih jauh dari kesempurnaan.









DAFTAR PUSTAKA

Tafsir,  Ahmad, Filsafat Umum: akal dan hati sejak Thales sampai Capra.
 Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2012.
Salam,   Burhanudin,   Pengantar  Filsafat.   Jakarta:   Bumi   Aksara,   2012.
Osbonne,  Richard,  Filsafat: Untuk Pemula. Yogyakarta:  Penerbit  Kanisius,
 2001.
Soedarsono,  Ilmu Filsafat: Suatu Pengantar.  Jakarta:  Rineka  Cipta, 2008.
Mustansyir, Rizal,  Filsafat   Aalitik:  Sejarah, Perkembngan   dan  Peranan
 Para Tokohnya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007.
Maksum, Ali, Pengantar Filsafat: dari masa klasik hingga
 postmodernisme.Jogjakarta: Ar-Ruuz Media, 2008.



[1] Soedarsono,Ilmu Filsafat: suatu pengantar,(Rineka Cipta: Jakarta,2008),hal.10-11
[2] Hatta,1966:1:3
[3] Langeveld,1961:9
[4] Ahmad Tafsir, Filsafat Umum:akar dan hati sejak Thales sampai Capra,(PT remaja Rosdakarya:Bandung,2012),hal. 9-10
[5] Ali Maksum, Pengantar Filsafat,(Ar-Ruuz Media:Jogjakarta,2008), hal.81
[6] Ahmad Tafsir, Filsafat Umum:akar dan hati........... hal.60
[7] Ibid hal.81
[8] Ibid hal. 59-60
[9] The Liang Gie, Kamus Logika (Dictionary of logic), hal. 21
[10] Poedjawijatna, Logika Filsafat Berpikir, hlm. 27
[11] Rizal Mustansyir, Filsafat Analitik: Sejarah, Perkembangan dan Peranan Para Tokohnya,(Pustaka Pelajar:Yogyakarta),2007
[12] Mayer:155
[13] Mayer:159
[14] Ibid:192
[15] Ahmad Tafsir, Filsafat Umum:akal dan hati .......hal.61-62
[16] Ali Maksum, Pengantar Filsafat:dari masa klasik hingga postmodernisme,(Ar-Ruuz:Jogjakarta,2008),hal.85
[17] Ali Maksum, Pengantar Filsafat:dari masa klasik .......... hal.86
[18] Ali Maksum, Pengantar Filsafat:dari masa klasik .......... hal.87-88
[19] Ibid hal.89
[20] Ali Maksum, Pengantar Filsafat:dari masa klasik .......... hal.90-93
[21] Ibid hal.62
[22] Burhanuddin, Pengantar Filsafat ,(Bumi Aksara: Bandung,2012),hal.121
[23] Richard Osbonne, Filsafat Untuk Pemula, (Kanisius:Yogyakarta,2001),hal.18
[24] Richard Osbonne, Filsafat Untuk Pemula........hal 18-19
[25] Ibid, hal.20
[26] Ibid, hal.20
[27] Burhanuddin, Pengantar.....hal.125-126
[28] Bertenz, Sejarah Filsafat Yunani, (Yogyakarta:Kanisius, 1999), hal.157-160
[29] Bertenz, Sejarah Filsafat Yunani..............hal. 157-160
[30] Ali Maksum, Pengantar Filsafat......hal.82-84
[31] Bertenz, Sejarah Filsafat Yunani...................hal. 163-166
[32] Bertenz, Sejarah Filsafat Yunani.........hal 173-174
[33] Ibid, hal.187-188

Tidak ada komentar:

Posting Komentar