BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
belakang
Kajian ilmiah
tentang konsep fikih ulama lokal terhadap isu-isu kontemporer, seperti krisis
lingkungan sangat diperlukan. Dalam memahami dan menetapkan hukum, ulama dapat
memberikan jawaban dan pedoman dalam pelaksanaan ajaran islam yang benar dalam
dunia praktis.
Salah satu problem yang dihadap oleh masyarakat dunia saat ini adalah masalah kerusakan
lingkungan, termasuk di dalamnya pemanasan global (global warming) akibat efek
rumah kaca.
B.
Rumusan
Masalah
1. Apa pengertian fiqih
bi’ah (lingkungan) ?
2. Bagaimana pendapat
Al-Qur’an dan As-Sunnah tentang lingkungan hidup ?
3. Bagaimana konsep
lingkungan tentang pelestarian lingkungan ?
4. Bagaimana
landasan normatif lingkungan hidup ?
5. Apa
saja konsep-konsep lingkungan hidup dalam fikih ?
6. Apa maksut dari
ontologi fiqih lingkungan ?
7. Apa maksut dari
aksiologi fiqih lingkungan ?
C.
Tujuan
Masalah
1.
Menjelaskan fiqih Bi’ah
(Lingkungan).
2.
Menjelaskan pendapat Al-Qur’an
dan As-Sunnah mengenai lingkungan hidup
3.
Menjelaskan konsep lingkungan
tentang pelestarian lingkungan.
4.
Menjelaskan landasan
normatif lingkungan hidup
5.
Mendiskripsikan konsep-konsep
lingkungan hidup dalam fikih
6.
Menjelaskan maksut dari ontologi fiqih lingkungan
7.
Menjelaskan maksut dari aksiologi fiqih lingkungan
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Fiqih
Bi’ah (Lingkungan)
Fiqih
Bi’ah (lingkungan) adalah kerangka berfikir konstruktif
umat Islam dalam memahami lingkungan alam, bumi tempat mereka hidup dan
berkehidupan. Membangun pemahaman masyarakat tentang pentingnya memelihara
konservasi air dan tanah dengan melindungi hutan dari eksploitasi, dari
penebangan hutan dan pembalakan liar adalah termasuk kewajiban agamawan.
Melindungi seluruh ekosistem hutan yang ada di dalamnya adalah bagian yang
dianjurkan agama. Menjadikan semua upaya itu sebagai kewajiban moral terhadap
sesama makhluk Tuhan yang bernilai ibadah.
Sebaliknya, mengabaikan
lingkungan sama maknanya dengan melakukan tindakan tercela yang dilarang keras
oleh agama. Pelakunya melanggar sunnatullah, mengingkari eksistensi
kemakhlukan, kemanusiaan dan sekaligus melawan keharmonisan alam ciptaan Tuhan
yang bersahaja ini.Paradigma berfikir konstruktif dengan menjadikan ajaran
agama sebagai landasannya inilah yang dimaksudkan dengan ‘paradigma fiqih
lingkungan’, tentu dalam pengertiannya yang luas dan terbuka. Akhirnya, agama
diharapkan memainkan perannya yang signifikan bagi upaya penyelamatan
lingkungan. Sekali lagi, tentu melalui penafsiran yang lebih cerdas, arif dan terbuka bagi segenap
interpretasi persoalan-persoalan baru dan aktual.[1]
B. Al-Qur’an dan
As-Sunnah Tentang Lingkungan Hidup
Adapun
As-Sunnah lebih banyak menjelaskan lingkungan hidup secara rinci dan detail.
Karena Al-Qur’an hanya meletakkan dasar dan prinsipnya secara global, sedangkan
As-Sunnah berfungsi menerangkan dan menjelaskannya dalam bentuk hukum-hukum,
pengarahan pada hal-hal tertentu dan berbagai penjelasan yang lebih rinci.
1.
Lingkungan Sebagai Suatu Sistem
Suatu
sistem terdiri atas komponen-komponen yang bekerja secara teratur sebagai suatu
kesatuan. Atau seperangkat unsur yang secara teratur saling berkaitan sehingga
membentuk suatu totalitas. Lingkungan
terdiri atas unsur biotik (manusia, hewan, dan tumbuhan) dan abiotik (udara,
air, tanah, iklim dan lainnya). Allah SWT berfirman :
“Dan Kami telah
menghamparkan bumi dan menjadikan padanya gunung-gunung dan Kami tumbuhkan
padanya segala sesuatu menurut ukuran. Dan Kami telah menjadikan untukmu di
bumi keperluan-keperluan hidup, dan (Kami menciptakannya pula) makhluk-makhluk
yang kamu sekali-kali bukan pemberi rezeki kepadanya.” (QS. 15 : 19-20)
Hal ini senada dengan
pengertian lingkungan hidup, yaitu sistem yang merupakan kesatuan ruang dengan
semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup termasuk manusia dan perilakunya
yang menentukan perikehidupan serta kesejahteraan manusia dan makhluk hidup
lainnya. Atau bisa juga dikatakan sebagai suatu
sistem kehidupan dimana terdapat campur tangan manusia terhadap tatanan
ekosistem.
2.
Pembangunan Lingkungan Hidup
Lingkungan hidup
sebagai sumber daya yang dapat dimanfaatkan manusia guna memenuhi kebutuhan
hidupnya. Allah SWT berfirman :
“Dialah
yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, maka berjalanlah di segala
penjurunya, dan makanlah sebagian dari rizki-Nya. Dan
hanya kepada-Nya lah kamu (kembali setelah) dibangkitkan.” (QS. 67 : 15)
Akan tetapi, lingkungan
hidup sebagai sumber daya mempunyai regenerasi dan asimilasi yang terbatas.
Selama eksploitasi atau penggunaannya di bawah batas daya regenerasi atau
asimilasi, maka sumber daya terbaharui dapat digunakan secara lestari. Akan tetapi
apabila batas itu dilampaui, sumber daya akan mengalami kerusakan dan fungsinya
sebagai faktor produksi dan konsumsi atau sarana pelayanan akan mengalami
gangguan.
Oleh karena itu,
pembangunan lingkungan hidup pada hakekatnya untuk pengubahan lingkungan hidup,
yakni mengurangi resiko lingkungan dan atau memperbesar manfaat lingkungan.
Sehingga manusia mempunyai tanggung jawab untuk memelihara dan memakmurkan alam
sekitarnya. Allah SWT berfirman :
“Dan kepada Tsamud
(Kami utus) saudara mereka Shaleh. Shaleh berkata : “Hai kaumku, sembalah
Allah, sekali-kali tidak ada bagimu Tuhan selain Dia. Dia telah menciptakan
kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu pemakmurnya, karena itu mohonlah
ampunan-Nya, kemudian bertobatlah kepada-Nya. Sesungguhnya Tuhanku amat dekat
(rahmat-Nya) dan lagi memperkenankan (do’a hamba-Nya).” (QS. 11 : 61)
Upaya memelihara dan
memakmurkan tersebut bertujuan untuk melestarikan daya dukung lingkungan yang
dapat menopang secara berkelanjutan pertumbuhan dan perkembangan yang kita
usahakan dalam pembangunan. Walaupun lingkungan berubah, kita usahakan agar
tetap pada kondisi yang mampu untuk menopang secara terus-menerus pertumbuhan
dan perkembangan, sehingga kelangsungan hidup kita dan anak cucu kita dapat
terjamin pada tingkat mutu hidup yang makin baik. Konsep pembangunan ini lebih
terkenal dengan pembangunan lingkungan berkelanjutan.[2]
C.
Konsep Islam Tentang Pelestarian Lingkungan
Lingkungan hidup adalah kesatuan
ruangan dengan semua benda, daya, keadaan dan makhluk hidup, termasuk
didalamnya manusia dan perilakunya yang mempengaruhi keberlangsungan
perikehidupan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lainnya. Semua
makhluk hidup sebenamya bertempat
tinggal didalam suatu lingkungan yang semuanya merupakan struktur dasar ekosistem.
Dalam
sudut lingkungan hidup, pokok perhatian dewasa ini berkisar pada beberapa aspek
yang dirasakansebagai tekanan krisis yang membahayakan kelangsungan hidup
manusia khususnya manusia Indonesia. Dalam
suasana keadaan sekarang, dengan melihat ke masa depan, seakan-akan menonjol
tiga persoalan dasar yang
berkaitan dengan lingkungan hidup yaitu:
a.
Perusakan dan perampokan hutan di Indonesia yang mencapai
600.000 hektar pertahun dan terus meningkat intensitasnya hingga tahun 1990-an
menjadi 1, 2 juta hektar pertahun dan sekarang sudah mencapai 2 juta hinggi 2,4
juta hektar pertahun atau dalam perkiraannya setiap satu menit hutan Indonesia
hilang seluas enam kali lapangan sepak bola. Jika hal ini terus dilakukan maka
pada tahun 2010, hutan
dataran rendah di daerah Sumatra dan Kalimantan akan habis. Dan untuk saat
sekarang hutan dataran rendah di sudah dibilang
nyaris habis. Akibatnya bisa dipastikan, jika hutan di dataran rendah habis maka akan terjadi
penambangan hutan di dataran tinggi dan itu akan sangat membahayakan manusia. Indonesia boleh
bangga dengan gelar nomor tiga setelah Brazil dan Republik Demokrasi Konggo untuk kategori luas
hutan tropis, tetapi nampak hanya semu dan kamuflase belaka.
b. Perusakan
sumber daya laut. Luas laut Indonesia yang sebesar 70% atau 2/3 dari
dataran nusantara juga
sudah dirusak ekosistemnya. Penangkapan ikan di laut dengan menggunakan bom dan
racun hingga rnenyebarkan berbagai residu
telah mengakibatkan rusaknya terumbu karang, polusi laut dan meracuni makanan ikan yang ada di laut.
Akibatnya, setelah racun itu menyebar maka akan membahayakan
dan mematikan ikan dan mahluk hidup laut lainnya.
c. Komersialisasi
berbagai sumber daya alam yang menyangkut hajat hidup orang banyak yang
seharusnya digunakan sebaik-baiknya untuk kesejahteraan rakyat. Berbagai
eksploitasi terhadap waduk, mata air,
dan tanah-tanah adat yang mengandung tambang yang kemudian dikuasi oleh
perusahaan, baik dalam
negeri maupun asing, telah mengakibatkan langkanya sumber daya air dan rusaknya
sumber daya alam Indonesia serta menyengsarakan
rakyat sekitarnya.
Oleh karena itu, perlu
ditempuh langkah-Iangkah antisipasinya agar kerusakan yang terjadi didaratan dan lautan itu tidak semakin parah.
Diantaranya adalah:
a.
Perlu ada
program reboisasi yang tidak hanya berupa proyek tetapi betul-betul
diaplikasikan dilapangan.
Siapa saja yang melakukan pelanggaran dan penyalahgunanaan dana dan program
reboisasi harus dihukum
dengan berat. Disamping itu perlu juga dikembangkan hutan rakyat, hutan
lindung, hutan cagar alam dan lainnya.
b. Perlu
dijaga kelestarian sumber daya laut dengan membuat cagar laut, konservasi laut
dan lainnya. Serta melarang
dan menindak dengan tegas kepada para pengguna alat yang membahayakan seperti bom atau obat-obatan beracun untuk
menangkap ikan dan lainnya yang akan memusnahkan ikan dan makhluk hidup laut hingga ke
anak-anaknya.
c.
Dilarangnya
komersialisasi aset-aset sumber daya alam yang menyangkut hajat hidup orang
banyak seperti waduk, mata air, sungai, dan
lainnya karena akan menyengsarakan hidup rakyat banyak.
d. Menindak
tegas aparat, pebisnis, cukong dan siapapun saja yang melakukan perusakan dan
eksploitasi hutan, laut dan
sumber daya alam lainnya diluar batas rasional dan proporsionalitasnya.[3]
D.
Landasan
Normatif Lingkungan Hidup
Landasan normatif adalah sumber-sumber norma ajaran islam yang tersimpul
dalam Al-qur’an dan Al-hadits. Kedua sumber itu kemudian menjadi rumus-rumus
pengujian yang disepakati. Para sahabat
berijmak bahwa kedua sumber itu sebagai dasar normatif ajaran islam tidak
diragukan. Melalui dasar normatif itu, tradisi awal penetapan hukum Islam
dilakukan dengan metode deduksi.
Fikih lingkungan hidup dalam
prespektif ajaran Islam adalah sebuah keniscayaan karena ayat-ayat
Al-Quran dan al-hadits yang berdimensi
hukum, baik secara implisit maupun eksplisit membicarakan tentang lingkungan
hidup.
1.
Lingkungan Hidup dalam Al-Quran
Dengan tujuan
untuk menjelaskan makna pesan yang terdapat dalam setiap ayat Al-Quran, metode
deduktif adalah tradisi dalam tafsir Al-Quran. Oleh karena itu, uraian
konsep-konsep lingkungan hidup dalam bagian ini mengacu kepada ayat Al-Quran
dan pandangan para mufasirnya.
Al-Quran
menjelaskan isyarat konsep-konsep lingkungan dalam perspektif kosmologis yang
sangat umum dalam paradigma teologis daan etis. Al-Quran juga menjelaskan
paradigma kerusakan alam sebagai akibat perilaku destruktif manusia yang
digambarkan dalam untaian sejarah beberapa bangsa. Di samping itu, Al-Quran
juga menegaskan kemungkinan beberapa sanksi bagi perusak alam atau lingkungan.
Sesuai dengan posisinya sebagai petunjuk, ungkapan-ungkapan Al-Quran tentang
lingkunagan hidup lebih bersifat petunjuk yang umum yang terbuka untuk
dikembangkan melalui ijthad menuju hukukm fikih yang lebih aplikatif
a.
Semesta alam sebagai tanda keberadaan dan kasih sayang
Allah
Dalam
beberapa ayat Al-Quran ditegaskan bahwa semesta alam diciptakan oleh Allah
sebagai bukti kasih sayang-Nya kepada manusia. Allah merekayasa,
menciptakan, mengatur, mengarahkan
semesta alam, serta menciptakannya untuk manusia. Semesta alam dijadikan ayat
atau tanda keberadaan dan kemahakuasaan Tuhan, bahkan secara metafor, alam yang
sedang dilihat “wajah”-Nya. Dari ayat-ayat tentang hal tersebut tergambar
konsep kosmologi Islam pandangan Islam tentang penciptaan alam. Dengan kesdaran
bahwa alam adaalh ciptaan Allah, maka memelihara alam dan menjaga
kelestariaannya adalah bagan dari konsekuensi keyakinan tauhid tersebut.
Sebaliknya, perilaku destruktif terhadap alam dianggap sebagai sikap “kufur”
terhadap tuhan.
b.
Penciptaan air sebagai dasar kehidupan
Dalam
Q.S. al-Anbiya (21): 30, Allah berfirman:
Dan apakah orang-orang kafir tidak mengetahui bahwasannya
langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami
pisahkan antara keduanya. Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup.
Maka mengapakah mereka juga tiada juga yang beriman ?
Penggalan
ayat “dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup” menggambarkan
urgensi air dalam kehidupan. Para ulama memberikan beberapa penjelasan tentang
penggalan ayat ini, ada yang menafsirkan bahwa segala yang hidup
memerlukan air, pemeliharaan kehidupan segala sesuatu adalah dengan air dan
Allah pancarkan sperma dari sulbi segala yang hidup. Quraish Shihab, dengan
mengutip tafsir al-Muntakhab, menegaskan bahwa berdasarkan hasil
penelitian dalam ilmu sitiologi dinyatakan bahwa air adalah komponen terpenting
dalam pembentukan sel yang merupakan satuan bangunan pada setiap makhluk hidup,
baik hewan maupun tumbuhan. Dalam biokimia dinyatakan bahwa air adalah unsur
yang sangat penting pada setiap interaksi dan perubahan yang terjadi di dalam
tubuh makhluk hidup. Air dapat berfungsi sebagai media, faktor pembantu, abgian
dari proes interaksi, atau bahkan dari sebuah proses interaksi itu sendiri.
Adapun fisiologi menyimpulkkan bahwa air sangat dibutuhkan agar masing-masing
organ dapat berfungsi dengan baik.
c. Penciptaan
matahari, bulan, siang, dan malam sebagai penopang kehidupan
Dalam Q.S Ibrahim (14):33, Allah
berfirman:
Dan
Dia telah menundukkan (pula) bagimu matahri dan bulan yang terus menerus
beredar (dalam orbitnya); dan telah menundukkan bagimu malam dan siang.
Menurut al-Baqa’I, ayat tersebut
menjelaskan bahwa perputaran matahari, bulan, serta pergantian siang dan malam
sangat menentukan kehidupan. Melalui perputaran matahari dan bulan yang
simetris, semua yang dibutuhkan manusia, seperti tumbuhan, buah, dan binatang
dapat berproses dengan sempurna.
d. Kerusakan
alam akibat tindakan destruktif manusia
Dalam ayat ini, Allah menegaskan
bahwa kerusakan alam disebabkan oleh tingkah laku manusia yang berperilaku
zalim. Zalim adalah perbuatan menentang ajaran Allah, baik yang berkaitan
dengan aspek keyakinan, amupun tingkah laku.
Dalam Q.S. ar-Rum (30): 9, Allah
berfirman:
Dan
Dia telah menundukan untukmu apa yang dilangit dan apa yang di bumi semuanya,
(sebagai rahmat) daripada-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar
terdapat tanda-tanda (kekusaan Allah) bagi kaum yang berfikir.
e. Sanksi
ancaman perusak lingkungan
Ungkapan Al-Qur’an tentang sanksi
perusak ligkungan terbagi dalam dua bentuk.
Pertama, sanksi hukuman dalam bentuk akibat kerusakan yang akan memnimpa
manusia itu sendiri. Kedua, sanksi dalam bentuk ancaman fisik.
Dalam Q.S al-Rum (30):41, Allah
berfirman:
Telah
Nampak di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya
Allah merasakan kepada mereka sebahagiaan dari (akibat) perbuatan mereka, agar
mereka kembali (ke jalan yang benar).
Az-Zamahsyari menafsirkan ayat
tersebut bahwa orang-orang yang berbuat kerusakan di muka bumi akan diberi oleh
Allah sebab-sebab kerusakan hidupnya sebelum ia menerima siksa di akhirat.
2. Lingkungan Hidup dalam Hadits Nabi
Berbeda dengan ayat Al-Qur’an yang mengutarakan konsep-konsep-konsep
ekologi dalam perspektif yang masih umum, al-Hadits menegaskan dalam bentukbentuk
yang yang lebih khusus. Penjelasan al-Hadits berkaitan dengan berbagai elemen
lingkungan, seperti tumbuh-tumbuhan/penjelasan, air, kehidupan binatang, ladang
dan udara. Berikut ini akan diuraikan hadits-hadits tersebut:
a. Ajaran
Rosul tentang etika terhadap tumbuh-tumbuhan (flora)
b. Ajaran
Rosul tentang kebersihan ekologi air
c. Ajaran
Rosul tentang etika terhadap udara
d. Ajaran
Rosul tentang ladang
e. Ajaran
Rosul tentang konservasi lahan dan air[4]
E. Konsep-konsep Lingkungan Hidup dalam Fikih
Istilah fikih lingkungan belum begitu familiar di
kalangan umat Islam kecuali pada abad ke-20 ini. Konse-konsep yang bernuansa
fikih lingkungan dalam fikih klasik misalnya tentang taharah, ihya al-mawat,
iqta’, hima, harim, ihram, etika perang, kewajiban memberikan nafkah kepada
binatang piaraan, anjuran untuk menanam (penghijauan), dan
sebagainya.Konsep-konsep ini menjadi penting karena secara langsung atau tidak
langsung dapat menyahuti isu-isu krisis lingkungan yang sedang terjadi.
Dari karya-karya ulama dan intelektual tersebut dapat
ditarik beberapa konsep dasar fikih lingkungan sebagai berikut.
1. Konsep
ri’ayah al-bi’ah sebagai konsep intregal ajaran Islam
2. Konsep
kewajiban kolektif (fardu kifayah) dalam menjaga dan memperbaiki lingkungan
hidup
3. Kewajiban-kewajiban
ekologis meliputi semua komponen, mulai dari kewajiban menjaga keseimbangan
ekosistem, kewajiban menjaga kelestarian keanekaragaman hayati, hingga
kewajiban pemanfaatan sumberdaya alam dan lingkungan lestari
F. Ontologi Fikih Lingkungan: Kesatuan Kalam,Fikih, dan
Tasawuf
Secara generik, fikih lungkungan dimaknai sebagai hasil
ijtihad ulama tentang hukum yang mengatur perilaku mukallaf dalam interaksinya
dengan lingkungan. Dalam konteks kesadaran lingkungan, fkih tampaknya tidak
cukup dipahami semata-mata dalam konteks fikih, tetapi memerlukan keterlibatan
ilmu lain, kalam/tauhid dan tasawuf/etika sebagai pengawalnya. Tauhid
memberikan penekanan pada kesadaran bertuhan yang telah menciptakan alam
(lingkungan). Kesadaran lingkungan daalm perspektif tauhid dibahas dalam tema
ecotauhid. Tasawuf/etika memiliki peran penting dalam membangun kesadaran yang
sangat tinngi dalam membangun kesadaran yang sangat tinggi dalam melaksanakan
ajaran Tuhan. Kesadaran lingkungan dalam perspektif tasawuf dibahas dalam tema
ecosofi.
1. Ekotauhid
Ekotauhid diartikan dalam hal ini sebagai
serangkaian premis yang membahas interelasi antara agama dan alam dalam
perspektif tauhid (ketuhanan). Dalam sejarah pemikiran, istilah ini muncul dari
kritik Lyn White terhadap teologi Kristiani yang mengajarkan tentang penguasaan
alam yang terlampaui eksploitatif sehingga mengakibatkan kerusakan lingkungan.
Dalam ajaran Islam, tauhid adalah sentral
dalam beragama. Konsep tauhid menciptakan cara pendang setiap Muslim ynag
menyatukan semua gerak manusia, lahir dan batin, untuk kebaikan dan kepasrahan
kepada Tuhan. Dalam kaitan ini, kaitan bahwa iman itu terbagi tiga dan saling
bersinergi (diakui dengan lidah, diyakini dengan hati, dan diamalkan dalam
perbuatan) menjadi landasan tauhid yang sebenarnya.
2. Ecosofi
(Membangun akhlak Lingkungan)
Konservasi lingkungan dapat pula didekati
melalui akar-akar kearifan yang bersumber dari tradisi filsafat dalam
hubunganya dengan lingkungan yang dalam hal ini dimaksudkan sebagai
kerifan-kearifan yang berakar dari tradisi tasawuf. Meski antara filsafat dan
ekologi memiliki dasar-dasar pijakan yang berbeda tetapi yang dicari adalah
titik-titik temu dari keduanya yang dapat mendorong spirit konservasi terhadap
lingkungan berupa nilai-nilai moral etika, kearifan, cinta, dan kebijkan.
Penghubungan antara perspektif tasawuf dan
masalah konservasi lingkungan terjadi karaena di dalam tasawuf terdapat
aspek-aspek yang sangat konstruktif bagi konservasi lingkungan. Aspek-aspek itu
antara lain: zuhd, zikr dan fikr, dan hubb.
3. Etika
Lingkungan
Dalam konteks konsep dan implementasi,
fikih lingkungan sebagai seperangkat aturran tentang perilaku ekologis yang
dirumuskan berdasar dalil dengan tujuan menciptakan keaslahatan dan kelestarian lingkungan, untuk menopang
pandangan dunia, tampaknya lebih tepat bila dilihat dari perspektif etika Islam
tentang linkungan hidup. Etika tidak hanya berbicara tentang
kewajiban-kewajiban sebagai sebuah keharusan berperilaku, seperti yang ada
dalam tradisi fikih, tetapi etika juga mengajarkan bahwa setiap perilaku yang
diwajibkan berorientasi kepada tujuan dari perilaku tersebut. Dengan demikian,
fikih lingkungan yang diproyeksikan sebagai etika lingkungan menurut menurut
ajaran Islam akan mampu memberikan kesadaran yang lebih mendalam tentang
pentingnya konservasi lingkungna hidup.
Prinsip-prinsip dasar etika lingkungan
yang terkandung dalm Al-Quran
dan la-Hadits dapat dirinci sebagai berikut
1. Prinsip
kepemilikan mutlak
2. Prinsip
pengelolaan dengan amanah
3. Prinsip
penggunaan yang hemat
4. Prinsip
tanggung jawab risiko[5]
G. Aksiologi Fikih Lingkungan: Reorientasi Fardu
Kifayah
Konsep fardu
kifayah erta kaitannya dengan masalh-masalah sosial, seperti ekonomi, keamanan,
maka konservasi lingkungan hidup dapat dikategorikan sebagai fardu kifayah yang
realisasinya memerlukan rancangan program dengna melibatkan banyak pihak.
Dalam doktrin fardu kifayah untuk
hukum konservasi lingkugan, paling tidak ada tiga implikasi logis yang akan
diwujudkannya.
Pertama, semua pihak mendapat beban
yang sama untuk bersama-sama, sesuai
profesi dan kadar amanah yang diemban, untuk berbuat mengamankan dan
memperbaiki lingkungan.
Kedua, sebaik apapun program
konservasi yang dirancang oleh pemerintah, tanpa dirasakan masyarakat sebagai
kewajiban bersama untuk mewujudkannya, maka program tersebut berpeluang hanya
sebagai hiasan kertas belaka.
Ketiga, kerja konservasi lingkungan
adalah bagian dari panggilan syariat yang akan mendatangkan manfaat dan pahala,
dan settiap kelalaian untuk mewujudkannya sama dengan melanggar ajaran Allah
SWT yang akan mendatangkan laknat dan bencana.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari
pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa
·
Fiqih Bi’ah (lingkungan) adalah kerangka berfikir konstruktif
umat Islam dalam memahami lingkungan alam, bumi tempat mereka hidup dan
berkehidupan.
·
Al-Qur’an dan As-Sunnah Tentang Lingkungan Hidup
Adapun As-Sunnah lebih banyak
menjelaskan lingkungan hidup secara rinci dan detail. Karena Al-Qur’an hanya
meletakkan dasar dan prinsipnya secara global, sedangkan As-Sunnah berfungsi menerangkan
dan menjelaskannya dalam bentuk hukum-hukum, pengarahan pada hal-hal tertentu
dan berbagai penjelasan yang lebih rinci.
· Lingkungan hidup sebagai sumber daya yang dapat
dimanfaatkan manusia guna memenuhi kebutuhan hidupnya.
· Lingkungan hidup
adalah kesatuan ruangan dengan semua benda, daya, keadaan dan makhluk hidup,
termasuk didalamnya manusia dan perilakunya yang mempengaruhi keberlangsungan
perikehidupan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lainnya.
· Lingkungan
Hidup dalam Hadits Nabi :
Ajaran
Rosul tentang etika terhadap tumbuh-tumbuhan (flora)
Ajaran
Rosul tentang kebersihan ekologi air
Ajaran
Rosul tentang etika terhadap udara
Ajaran
Rosul tentang lading
Ajaran
Rosul tentang konservasi lahan dan air
· Landasan
normatif adalah sumber-sumber
norma ajaran islam yang tersimpul dalam Al-qur’an dan Al-hadits.
·
B.
Saran
Mengingat
bahwa kondisi yang akan datang dipenuhi dengan ketidakpastian, maka diperlukan pertimbangan-pertimbangan
tertentu karena di dalam studi kelayakan fiqih lingkungan terdapat berbagai aspek
yang harus dikaji dan diteliti kelayakannya sehingga hasil daripada studi tersebut
digunakan untuk memutuskan apakah sebaiknya studi kelayakan bisa
dipraktekan. Hal tersebut di atas adalah menunjukan bahwa dalam studi
kelayakan fiqih lingkungan akan melibatkan banyak tim dari berbagai ahli yang
sesuai dengan bidang atau aspek masing-masing.
Daftar
Pustaka
Abta,Asyhari. Fiqih Lingkunga.2006 (Jakarta:Conservation
International Indonesia)
Sukarni.Fikih Lingkungan Hidup.2011 (Jakarta:Kementrian
Agama RI)
Saya Ibu Queen Daniel, A pemberi pinjaman uang, saya meminjamkan uang kepada indaividu atau perusahaan yang ingin mendirikan sebuah bisnis yang menguntungkan, yang menjadi periode utang lama dan ingin membayar. Kami memberikan segala jenis pinjaman Anda dapat pernah memikirkan, Kami adalah ke kedua pinjaman pribadi dan Pemerintah, dengan tingkat suku bunga kredit yang terjangkau sangat. Hubungi kami sekarang dengan alamat email panas kami: (queendanielloanfirm@gmail.com) atau (queendanielloanfirm@yahoo.com) Kebahagiaan Anda adalah perhatian kami.
BalasHapus