A. Pengertian
Murabahah
Kata murabahah berasal dari kata ribhu (keuntungan).
Sehingga murabahah berarti saling menguntungkan. Jual beli murabahah secara
terminologi adalah pembiayaan saling
menguntungkan yang dilakukan oleh shahibul mal dengan pihak yang
membutuhkan melalui transaksi jual beli dengan penjelasan bahwa harga pengadaan
barang dan harga jual terdapat nilai lebih yang merupakan laba atau keuntungan
bagi shahib al-mal dan pengembaliannya dilakukan secara tunai atau diangsur.
Jual beli murabahah adalah pembelian oleh pihak satu untuk kemudian dijual
kepada pihak lain yang telah mengajukan permohonan pembelian terhadap suatu barang dengan
keuntungan atau tambahan harga yang transparan. Akad ini merupakan
salah satu bentuk natural certainty contracts, karena dalam murabahah
ditentukan berapa keuntungan yang ingin diperoleh.[1]
Murabahah berbeda dengan jual beli biasa (musawamah)
dimana dalam jual beli musawamah terdapat
proses tawar menawar (bargaining) antara penjual dan pembeli untuk
menentukan harga jual, dimana penjual juga tidak menyebutkan harga
beli dan keuntungan yang diinginkan.
Sedangkan murabahah, harga beli dan margin yang diinginkan harus dijelaskan kepada pembeli.[2]
B. Landasan
QS. An-Nisa’:29
$ygr'¯»t úïÏ%©!$# (#qãYtB#uä w (#þqè=à2ù's? Nä3s9ºuqøBr& Mà6oY÷t/ È@ÏÜ»t6ø9$$Î/ HwÎ) br& cqä3s? ¸ot»pgÏB `tã <Ú#ts? öNä3ZÏiB 4 wur (#þqè=çFø)s? öNä3|¡àÿRr& 4 ¨bÎ) ©!$# tb%x. öNä3Î/ $VJÏmu ÇËÒÈ
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu
saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan
perniagaan yang Berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah
kamu membunuh dirimu; Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.
QS. Al-Baqarah: 280
bÎ)ur c%x. rè ;ouô£ãã îotÏàoYsù 4n<Î) ;ouy£÷tB 4 br&ur (#qè%£|Ás? ×öyz óOà6©9 ( bÎ) óOçFZä. cqßJn=÷ès? ÇËÑÉÈ
Artinya: dan jika (orang yang berhutang itu) dalam
kesukaran, Maka berilah tangguh sampai Dia berkelapangan. dan menyedekahkan
(sebagian atau semua utang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.
Hadits dari Suhaib ar-Rumi r.a bahwa Rasulullah Saw.
Bersabda, tiga hal yang didalamnya terdapat keberkahan: jual beli secara
tangguh, muqaradhah (murabahah), dan mencampur gandum dengan tepung untuk
keperluan rumah tangga bukan untuk dijual”. (HR. Ibnu Majah)[3]
C. Rukun dan Syarat
Murabahah
Rukun dari akad murabahah yang harus dipenuhi dalam
transaksi ada beberapa, yaitu:
1.
Pelaku akad, yaitu ba’i (penjual) adalah pihak yang
memiliki barang unutk dijual, dan musytari (pembeli) adalah pihak yang
memerlukan dan akan membeli barang.
2.
Objek akad, yaitu mabi’ (barang dagangan) dan tsaman (harga)
3.
Sighah yaitu ijab dan qabul
Akad murabahah akan sah apabila memenuhi syarat berikut:
1.
Mengetahui harga pokok (harga beli), disyaratkan bahwa
harga beli harus diketahui oleh pembeli, karena hal itu merupakan keabsahan
jual beli murabahah.
2.
Adanya kejelasan margin (keuntungan) yang diinginkan
penjual, keuntungan harus dijelaskan nominalnya kepada pembeli atau dengan menyebutkan
presentase dari harga beli.
3.
Modal yang digunakan untuk membeli objek transaksi harus
merupakan barang mitsli, yaitu terdapat padanannya di pasaran, alangkah baiknya
jika menggunakan uang. Jika modal yang dipakai merupakan barang qimi/ghair mitsli, misalnya pakaian dan
marginnya uang, maka diperbolehkan.
4.
Akad jual beli pertama harus sah adanya, artinya
transaksi yang dilakukan penjual dan pemebli harus sah, jika tidak maka
transaksi yang dilakukan oleh penjual dengan pembeli hukumnya fasid/rusak dan
akadnya batal.[4]
D. Murabahah dalam Perbankan Syari’ah
Pembiayaan murabahah adalah transaksi jual beli, yaitu
bank syariah bertindak sebagai penjual dan nasabah sebagai pembeli, dengan
harga jual dari bank adalah harga beli dari pemasok ditambah keuntungan dalam
presentase tertentu bagi bank syariah sesuai dengan kesepakatan. Kepemilikan
barang akan berpindah kepada nasabah segera setelah perjanjian jual beli
ditandatangani dan nasabah akan membayar barang tersebut dengan cicilan tetap
yang besarnya sesuai kesepakatan sampai dengan pelunasannya.[5]
Bank-bank syari’ah pada umumnya mengadopsi murabahah
untuk memberikan pembiayaan jangka pendek kepada nasabah guna pembelian barang
meskipun mungkin si nasabah tidak memiliki uang untuk membayar. Ciri dasar
kontrak murabahah (sebagai jual beli dengan pembayaran tunda) adalah sebagai
berikut: (1) si pembeli harus memiliki pengetahuan tentang biaya-biaya terkait
dan tentang harga asli barang, dan batas laba (mark up) harus ditetapkan dalam
bentuk presentase dari total harga plus biaya-biayanya; (2) apa yang di jual
adalah barang atau komoditas dan dibayar
dengan uang; (3) apa yang diperjual belikan harus ada dan dimiliki oleh si
penjual dan si penjual harus mampu menyerahkan
barang itu kepda si pembeli dan; (4) pembayaran ditangguhkan.
Popularitas murabahah dalam operasi investasi perbankan
Islam (1) murabahah adalah suatu mekanisme investasi jangka pendek dan
dibandingkan dengan sistem profit and loss sharing (PLS), cukup memudahkan; (2)
mark up dalam murabahah dapat ditetapkan sedemikian rupa sehingga memastikan
bahwa bank dapat memperoleh keuntungan yang sebanding dengan keuntungan
bank-bank berbasis bunga yang menjadi saingan bank-bank Islam; (3) murabahah
menjauhkan ketidakpastian yang ada pada pendapatan dari bisnis-bisnis dengan
sistem PLS; (4) murabahah tidak memungkinkan bank-bank Islam untuk mencampuri manajemen
bisnis, karena bank bukanlah mitra si nasabah, sebab hubungan mereka dalam
murabahah adalah hubungan antara kreditur dan debitur.[6]
E. Prinsip-prinsip Pembiayaan Islam dalam Murabahah
Perbedaan
pokok antara bank konvensional dengan bank syariah terletak pada landasan falsafah yang dianutnya. Bank syariah tidak
melaksanakan sistem bunga dalam seluruh aktivitasnya, sedangkan bank konvensional
sebaliknya. Hal ini memiliki implikasi yang sangat dalam dan sangat berpengaruh pada aspek
operasional dan produk yang dikembangkan oleh bank Islam. Selain menghindari
transaksi bunga, maka transaksi yang dikembangkan adalah jual beli serta kemitraan
yang diimplementasikan dalam bentuk bagi hasil. Walaupun pola bagi hasil ini
merupakan produk unggulan bank syariah, namun jika meneliti kembali pokok-pokok
syariah dimana akidah yang berlaku untuk urusan muamalah adalah bahwasannya
semuanya diperbolehkan, kecuali yang dilarang. Berarti semua jenis transaksi
pada umumnya diperbolehkan, tidak mengandung unsur bunga (riba), spekulasi
(maysir), tipu menipu/menyembunyikan sesuatu (gharar) dan bathil.
Pada pembiayaan murabahah, nasabah yang mengajukan permohonan
harus memenuhi syarat sah perrjanjian, yaitu syarat subjektif harus berumur 21
tahun atau telah/pernah menikah, sehat jasmani dan rohani. Objek murabahah
tersebut juga harus tertentu dan jelas serta merupakan milik yang penuh dari
pihak bank. Dalam pelaksanaannya, pembelian objek murabahah tersebut dapat
dilakukan oleh pembelian murabahah tersebut sebagai wakil dari pihak bank
dengan akad wakalah atau perwakilan.[7]
F.
Bentuk Pembiayaan Murabahah
Bentuk pembiayaan murabahah memiliki beberapa ciri/elemen
dasar, dan yang paling utama adalah bahwa barang dagangan harus tetap dalam
tanggungan bank dan nasabah belum diselesaikan. Ciri/elemen pokok pembiayaan
murabahah selengkapnya menurut Usmani (1999) adalah sebagai berikut:
1.
Pembiayaan murabahah bukan pinjaman yang diberikan dengan
bunga. Pembiayaan murabahah adalah jual beli komoditas dengan harga tangguh
yang termasuk margin keuntungan di atas biaya perolehan yang disetujui bersama.
2.
Sebagai bentuk jual beli, dan bukan bentuk pinjaman,
pembiyaan murabahah harus memenuhi semua syarat-syarat yang diperlukan untuk jual beli yang sah.
3.
Murabahah tidak dapat digunakan sebagai bentuk
pembiayaan, kecuali ketika nasabah memerlukan dana untuk membeli suatu
barang/komoditas. Misalnya, jika nasabah menginginkan uang untuk membeli kapas
sebagai bahan baku pabrik pemisah biji kapas (ginning), bank dapat menjual
kapas kepada nasabah dalam bnetuk pembiyaan murabahah. Akan tetapi, ketika dana
diperlukan untuk tujuan-tujuan lain, seperti membayar komoditas yang sudah
dibeli, membayar rekening listrik, air, atau lainnya, atau untuk membayar gaji
karyawan, maka murabahah tidak dapat digunakan karena murabahah mensyaratkan
jual beli riil dari suatu komoditas, dan tidak hanya menyalurkan pinjaman.
4.
Pemberi pembiyaan harus telah memiliki komoditas/barang
sebelum dijual kepada nasabahnya.
5.
Komoditas/barang harus sudah dalam penguasaan pemberi
pembiayaan secara fisik atau konstruktif
6.
Cara terbaik untuk ber-murabahah yang sesuai dengan
syariah adalah bahwa pemberi pembiayaan membeli komoditas dan menyimpan dalam
kekuasaannya atau membeli komoditas melalui orang ketiga sebagai agennya
sebelum menjual kepada nasabah.
7.
Sejalan dengan prinsip-prinsip yang telah dikemukakan di
atas, lembaga keuangan syariah dapat menggunakan muabahah sebagai bnetuk pembiayaan
dengan mengadopsi prosedur sebagai berikut.
a.
Nasabah dan LKS menandatangani perjanjian umum ketika LKS
berjanji untuk menjual dan nasabah berjanji untuk membeli komoditas/barang
tertentu dari waktu ke waktu pada tingkat margin tertentu yang ditambahkan dari
biaya perolehan barang.
b.
Ketika komoditas tertentu dibutuhkan oleh nasabah, LKS
menunjuk nasabah sebagai agennya untuk membeli komoditas dimaksud atas nama
LKS, dan perjanjian keagenan ditanda tangani kedua belah pihak.
c.
Nasabah membeli komoditas/barang atas nama LKS dan
mengambil alih penguasaan barang sebagai agen LKS
d.
Nasabah mengonfirmasikan kepada LKS bahwa dia telah
membeli komoditas/barang atas nama LKS, dan pada saat yang sama menyampaikan
penawaran untuk membeli barang tersebut dari LKS.
e.
LKS menerima penawaran tersebut dan proses jual beli
selesai ketika kepemilikan dan risiko komoditas/barang telah beralih ke tangan
nasabah.
8.
LKS dapat meminta nasabah untuk menyediakan keamanan
sesuai permintaan untuk pembayaran yang tepat waktu dari harga tangguh.
9.
Jika terjadi default ‘wan prestasi’ oleh pembeli
(nasabah) dalam pembayaran yang jatuh waktu, harga tidak boleh dinaikkan.[8]
G.
Praktek Pembiayaan Murabahah di Indonesia
Karakteristik Pokok
|
Praktik di Indonesia
|
Tujuan Transaksi
|
Pembiayaan dalam rangka penyediaan fasilitas/barang
|
Proses Transaksi
|
Bank selaku penjual dapat mewakilkan kepada nasabah
untuk membeli barang dari produsen
untuk dijual kembali kepada nasabah tersebut.
|
Status kepemilikan pada saat akad
|
Barang belum jelas dimiliki penjual saat akad penjualan
dengan pembeli dilakukan
|
Perhitungan tingkat margin
|
1.
Perhitungan menggunakan benchmark atas rate yang berlaku dalam uang
2.
Perhitungan laba menggunakan presentase per annum dan dihitung
berdasarkan baki debet (outstanding) pembiayaan
|
Sifat pemesanan oleh nasabah
|
Tertulis dan mengikat
|
Pengunkapan harga pokok dan margin
|
Harus transparan
|
Tenor
|
Jangka panjang (1-5 tahun)
|
Cara pembayaran transaksi jual beli
|
Dengan cicilan (ta’jil)
|
Kolateral
|
Ada kolateral /jaminan tambahan
|
Beberapa kendala yang dihadapi perbankan syariah di
Indonesia dalam menetapkan murabahah.
Kendala
|
Alternatif Solusi
|
·
Terkena pajak karena termasuk jenis “jual beli”
·
Terkena pajak berganda karena 2 tahap transaksi
·
Klaim nasabah bahwa ia tidak berutang kepada bank
·
Tidak ada referensi biaya
|
·
Menggunakan seminimal mungkin kata “jual beli” dan mengaitkannya dengan
ketentuan perbankan (lex specialiste)
·
Melakukan 1 tahap transaksi; nasabah menerima barang lansung dari
pemsok/penjual
·
Memasukkan klausul dalam perjanjian yang berkaitan dengan undang-undang
khusus perbankan
·
Mengkredit rekening nasabah dan mendebetnya kembali untuk membayar kepada
penjual pertama setelah nasabah memberikan surat kuasa mendebet rekening
·
Menggunakan tingkat rata-rata bagi hasil puas
·
Menyusun indeks harga berbagai industri[9]
|
H.
Standardisasi Pembiayaan Murabahah pada Bank Syariah di
Indonesia
1.
Pada saat permohonan murabahah baru, bank perketentuan
internal diwajibkan untuk menerangkan esensi dari pembiayaan murabahah serta
kondisi penerapannya.
2.
Bank wajib meminta nasabah untuk mengisi formuulir
permohonan pembiyaan murabahah
3.
Dalam memproses permohonan pembiayaan murabahah dimaksud
bank wajib melakukan analisis
4.
Bank menyampaikan tanggapan atas permohonan dimaksud
sebagai tanda adanya kesepakatan pra akad
5.
Bank meminta uang muka pembelian kepada nasabah sebagai
tanda persetujuan kedua belah pihak untuk melakukan murabahah
6.
Bank harus melakukan pembelian barang kepada supplier
terlebih dahulu sebelum akad jual beli dengan nasabah dilakukan
7.
Bank melakukan pembayaran langsung kepada rekening
supplier
8.
Pada waktu penandatanganan akad murabahah antara nasabah
dan bank, pada akad kontrak tersebut wajib diinformasikan.
9.
Bank meyerahkan atau mengirimkan barang ke nasabah
Bank wajib memiliki standar prosedur untuk menetapkan
tindakan yang diambil dalam rangka recheduling
kewajiban yang belum terselesaikan.[10]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar