Kamis, 19 Januari 2017

APLIKASI KONTRAK MURABAHAH DI LKS: PENERAPANNYA DALAM BANK ISLAM DI INDONESIA

A.    Pengertian Murabahah
Kata murabahah berasal dari kata ribhu (keuntungan). Sehingga murabahah berarti saling menguntungkan. Jual beli murabahah secara terminologi adalah pembiayaan saling  menguntungkan yang dilakukan oleh shahibul mal dengan pihak yang membutuhkan melalui transaksi jual beli dengan penjelasan bahwa harga pengadaan barang dan harga jual terdapat nilai lebih yang merupakan laba atau keuntungan bagi shahib al-mal dan pengembaliannya dilakukan secara tunai atau diangsur. Jual beli murabahah adalah pembelian oleh pihak satu untuk kemudian dijual kepada pihak lain yang telah mengajukan permohonan  pembelian terhadap suatu barang dengan keuntungan atau tambahan harga yang transparan. Akad ini merupakan salah satu bentuk natural certainty contracts, karena dalam murabahah ditentukan berapa keuntungan yang ingin diperoleh.[1]
Murabahah berbeda dengan jual beli biasa (musawamah) dimana dalam jual beli musawamah terdapat  proses tawar menawar (bargaining) antara penjual dan pembeli untuk menentukan harga jual, dimana penjual juga tidak menyebutkan harga beli dan keuntungan  yang diinginkan. Sedangkan murabahah, harga beli dan margin yang diinginkan harus  dijelaskan kepada pembeli.[2]
B.     Landasan
QS. An-Nisa’:29
$ygƒr'¯»tƒ šúïÏ%©!$# (#qãYtB#uä Ÿw (#þqè=à2ù's? Nä3s9ºuqøBr& Mà6oY÷t/ È@ÏÜ»t6ø9$$Î/ HwÎ) br& šcqä3s? ¸ot»pgÏB `tã <Ú#ts? öNä3ZÏiB 4 Ÿwur (#þqè=çFø)s? öNä3|¡àÿRr& 4 ¨bÎ) ©!$# tb%x. öNä3Î/ $VJŠÏmu ÇËÒÈ  
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang Berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu; Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.
QS. Al-Baqarah: 280
bÎ)ur šc%x. rèŒ ;ouŽô£ãã îotÏàoYsù 4n<Î) ;ouŽy£÷tB 4 br&ur (#qè%£|Ás? ׎öyz óOà6©9 ( bÎ) óOçFZä. šcqßJn=÷ès? ÇËÑÉÈ  
Artinya: dan jika (orang yang berhutang itu) dalam kesukaran, Maka berilah tangguh sampai Dia berkelapangan. dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.
Hadits dari Suhaib ar-Rumi r.a bahwa Rasulullah Saw. Bersabda, tiga hal yang didalamnya terdapat keberkahan: jual beli secara tangguh, muqaradhah (murabahah), dan mencampur gandum dengan tepung untuk keperluan rumah tangga bukan untuk dijual”. (HR. Ibnu Majah)[3]
C.    Rukun dan Syarat Murabahah
Rukun dari akad murabahah yang harus dipenuhi dalam transaksi ada beberapa, yaitu:
1.      Pelaku akad, yaitu ba’i (penjual) adalah pihak yang memiliki barang unutk dijual, dan musytari (pembeli) adalah pihak yang memerlukan dan akan membeli barang.
2.      Objek akad, yaitu mabi’ (barang dagangan) dan tsaman  (harga)
3.      Sighah yaitu ijab dan qabul
Akad murabahah akan sah apabila memenuhi syarat berikut:
1.      Mengetahui harga pokok (harga beli), disyaratkan bahwa harga beli harus diketahui oleh pembeli, karena hal itu merupakan keabsahan jual beli murabahah.
2.      Adanya kejelasan margin (keuntungan) yang diinginkan penjual, keuntungan harus dijelaskan nominalnya kepada pembeli atau dengan menyebutkan presentase dari harga beli.
3.      Modal yang digunakan untuk membeli objek transaksi harus merupakan barang mitsli, yaitu terdapat padanannya di pasaran, alangkah baiknya jika menggunakan uang. Jika modal yang dipakai merupakan barang  qimi/ghair mitsli, misalnya pakaian dan marginnya uang, maka diperbolehkan.
4.      Akad jual beli pertama harus sah adanya, artinya transaksi yang dilakukan penjual dan pemebli harus sah, jika tidak maka transaksi yang dilakukan oleh penjual dengan pembeli hukumnya fasid/rusak dan akadnya batal.[4]
D.    Murabahah dalam Perbankan Syari’ah
Pembiayaan murabahah adalah transaksi jual beli, yaitu bank syariah bertindak sebagai penjual dan nasabah sebagai pembeli, dengan harga jual dari bank adalah harga beli dari pemasok ditambah keuntungan dalam presentase tertentu bagi bank syariah sesuai dengan kesepakatan. Kepemilikan barang akan berpindah kepada nasabah segera setelah perjanjian jual beli ditandatangani dan nasabah akan membayar barang tersebut dengan cicilan tetap yang besarnya sesuai kesepakatan sampai dengan pelunasannya.[5]
Bank-bank syari’ah pada umumnya mengadopsi murabahah untuk memberikan pembiayaan jangka pendek kepada nasabah guna pembelian barang meskipun mungkin si nasabah tidak memiliki uang untuk membayar. Ciri dasar kontrak murabahah (sebagai jual beli dengan pembayaran tunda) adalah sebagai berikut: (1) si pembeli harus memiliki pengetahuan tentang biaya-biaya terkait dan tentang harga asli barang, dan batas laba (mark up) harus ditetapkan dalam bentuk presentase dari total harga plus biaya-biayanya; (2) apa yang di jual adalah barang atau komoditas  dan dibayar dengan uang; (3) apa yang diperjual belikan harus ada dan dimiliki oleh si penjual dan si penjual harus mampu menyerahkan  barang itu kepda si pembeli dan; (4) pembayaran ditangguhkan.
Popularitas murabahah dalam operasi investasi perbankan Islam (1) murabahah adalah suatu mekanisme investasi jangka pendek dan dibandingkan dengan sistem profit and loss sharing (PLS), cukup memudahkan; (2) mark up dalam murabahah dapat ditetapkan sedemikian rupa sehingga memastikan bahwa bank dapat memperoleh keuntungan yang sebanding dengan keuntungan bank-bank berbasis bunga yang menjadi saingan bank-bank Islam; (3) murabahah menjauhkan ketidakpastian yang ada pada pendapatan dari bisnis-bisnis dengan sistem PLS; (4) murabahah tidak memungkinkan bank-bank Islam untuk mencampuri manajemen bisnis, karena bank bukanlah mitra si nasabah, sebab hubungan mereka dalam murabahah adalah hubungan antara kreditur dan debitur.[6]
E.     Prinsip-prinsip Pembiayaan Islam dalam Murabahah
Perbedaan pokok antara bank konvensional dengan bank syariah terletak pada landasan falsafah yang dianutnya. Bank syariah tidak melaksanakan sistem bunga dalam seluruh aktivitasnya, sedangkan bank konvensional sebaliknya. Hal ini memiliki implikasi yang sangat dalam dan sangat berpengaruh pada aspek operasional dan produk yang dikembangkan oleh bank Islam. Selain menghindari transaksi bunga, maka transaksi yang dikembangkan adalah jual beli serta kemitraan yang diimplementasikan dalam bentuk bagi hasil. Walaupun pola bagi hasil ini merupakan produk unggulan bank syariah, namun jika meneliti kembali pokok-pokok syariah dimana akidah yang berlaku untuk urusan muamalah adalah bahwasannya semuanya diperbolehkan, kecuali yang dilarang. Berarti semua jenis transaksi pada umumnya diperbolehkan, tidak mengandung unsur bunga (riba), spekulasi (maysir), tipu menipu/menyembunyikan sesuatu (gharar) dan bathil.
Pada pembiayaan murabahah, nasabah yang mengajukan permohonan harus memenuhi syarat sah perrjanjian, yaitu syarat subjektif harus berumur 21 tahun atau telah/pernah menikah, sehat jasmani dan rohani. Objek murabahah tersebut juga harus tertentu dan jelas serta merupakan milik yang penuh dari pihak bank. Dalam pelaksanaannya, pembelian objek murabahah tersebut dapat dilakukan oleh pembelian murabahah tersebut sebagai wakil dari pihak bank dengan akad wakalah atau perwakilan.[7]
F.     Bentuk Pembiayaan Murabahah
Bentuk pembiayaan murabahah memiliki beberapa ciri/elemen dasar, dan yang paling utama adalah bahwa barang dagangan harus tetap dalam tanggungan bank dan nasabah belum diselesaikan. Ciri/elemen pokok pembiayaan murabahah selengkapnya menurut Usmani (1999) adalah sebagai berikut:
1.      Pembiayaan murabahah bukan pinjaman yang diberikan dengan bunga. Pembiayaan murabahah adalah jual beli komoditas dengan harga tangguh yang termasuk margin keuntungan di atas biaya perolehan yang disetujui bersama.
2.      Sebagai bentuk jual beli, dan bukan bentuk pinjaman, pembiyaan murabahah harus memenuhi semua syarat-syarat yang diperlukan untuk jual beli yang sah.
3.      Murabahah tidak dapat digunakan sebagai bentuk pembiayaan, kecuali ketika nasabah memerlukan dana untuk membeli suatu barang/komoditas. Misalnya, jika nasabah menginginkan uang untuk membeli kapas sebagai bahan baku pabrik pemisah biji kapas (ginning), bank dapat menjual kapas kepada nasabah dalam bnetuk pembiyaan murabahah. Akan tetapi, ketika dana diperlukan untuk tujuan-tujuan lain, seperti membayar komoditas yang sudah dibeli, membayar rekening listrik, air, atau lainnya, atau untuk membayar gaji karyawan, maka murabahah tidak dapat digunakan karena murabahah mensyaratkan jual beli riil dari suatu komoditas, dan tidak hanya menyalurkan pinjaman.
4.      Pemberi pembiyaan harus telah memiliki komoditas/barang sebelum dijual kepada nasabahnya.
5.      Komoditas/barang harus sudah dalam penguasaan pemberi pembiayaan secara fisik atau konstruktif
6.      Cara terbaik untuk ber-murabahah yang sesuai dengan syariah adalah bahwa pemberi pembiayaan membeli komoditas dan menyimpan dalam kekuasaannya atau membeli komoditas melalui orang ketiga sebagai agennya sebelum menjual kepada nasabah.
7.      Sejalan dengan prinsip-prinsip yang telah dikemukakan di atas, lembaga keuangan syariah dapat menggunakan muabahah sebagai bnetuk pembiayaan dengan mengadopsi prosedur sebagai berikut.
a.       Nasabah dan LKS menandatangani perjanjian umum ketika LKS berjanji untuk menjual dan nasabah berjanji untuk membeli komoditas/barang tertentu dari waktu ke waktu pada tingkat margin tertentu yang ditambahkan dari biaya perolehan barang.
b.      Ketika komoditas tertentu dibutuhkan oleh nasabah, LKS menunjuk nasabah sebagai agennya untuk membeli komoditas dimaksud atas nama LKS, dan perjanjian keagenan ditanda tangani kedua belah pihak.
c.       Nasabah membeli komoditas/barang atas nama LKS dan mengambil alih penguasaan barang sebagai agen LKS
d.      Nasabah mengonfirmasikan kepada LKS bahwa dia telah membeli komoditas/barang atas nama LKS, dan pada saat yang sama menyampaikan penawaran untuk membeli barang tersebut dari LKS.
e.       LKS menerima penawaran tersebut dan proses jual beli selesai ketika kepemilikan dan risiko komoditas/barang telah beralih ke tangan nasabah.
8.      LKS dapat meminta nasabah untuk menyediakan keamanan sesuai permintaan untuk pembayaran yang tepat waktu dari harga tangguh.
9.      Jika terjadi default ‘wan prestasi’ oleh pembeli (nasabah) dalam pembayaran yang jatuh waktu, harga tidak boleh dinaikkan.[8]
G.    Praktek Pembiayaan Murabahah di Indonesia
Karakteristik Pokok
Praktik di Indonesia
Tujuan Transaksi
Pembiayaan dalam rangka penyediaan fasilitas/barang
Proses Transaksi
Bank selaku penjual dapat mewakilkan kepada nasabah untuk membeli barang  dari produsen untuk dijual kembali kepada nasabah tersebut.
Status kepemilikan pada saat akad
Barang belum jelas dimiliki penjual saat akad penjualan dengan pembeli dilakukan
Perhitungan tingkat margin
1.      Perhitungan menggunakan benchmark atas rate yang berlaku dalam uang
2.      Perhitungan laba menggunakan presentase per annum dan dihitung berdasarkan baki debet (outstanding) pembiayaan
Sifat pemesanan oleh nasabah
Tertulis dan mengikat
Pengunkapan harga pokok dan margin
Harus transparan
Tenor
Jangka panjang (1-5 tahun)
Cara pembayaran transaksi jual beli
Dengan cicilan (ta’jil)
Kolateral
Ada kolateral /jaminan tambahan
Beberapa kendala yang dihadapi perbankan syariah di Indonesia dalam menetapkan murabahah.
Kendala
Alternatif Solusi
·    Terkena pajak karena termasuk jenis “jual beli”
·    Terkena pajak berganda karena 2 tahap transaksi
·    Klaim nasabah bahwa ia tidak berutang kepada bank
·    Tidak ada referensi biaya
·    Menggunakan seminimal mungkin kata “jual beli” dan mengaitkannya dengan ketentuan perbankan (lex specialiste)
·    Melakukan 1 tahap transaksi; nasabah menerima barang lansung dari pemsok/penjual
·    Memasukkan klausul dalam perjanjian yang berkaitan dengan undang-undang khusus perbankan
·    Mengkredit rekening nasabah dan mendebetnya kembali untuk membayar kepada penjual pertama setelah nasabah memberikan surat kuasa mendebet rekening
·    Menggunakan tingkat rata-rata bagi hasil puas
·    Menyusun indeks harga berbagai industri[9]

H.    Standardisasi Pembiayaan Murabahah pada Bank Syariah di Indonesia
1.      Pada saat permohonan murabahah baru, bank perketentuan internal diwajibkan untuk menerangkan esensi dari pembiayaan murabahah serta kondisi penerapannya.
2.      Bank wajib meminta nasabah untuk mengisi formuulir permohonan pembiyaan murabahah
3.      Dalam memproses permohonan pembiayaan murabahah dimaksud bank wajib melakukan analisis
4.      Bank menyampaikan tanggapan atas permohonan dimaksud sebagai tanda adanya kesepakatan pra akad
5.      Bank meminta uang muka pembelian kepada nasabah sebagai tanda persetujuan kedua belah pihak untuk melakukan murabahah
6.      Bank harus melakukan pembelian barang kepada supplier terlebih dahulu sebelum akad jual beli dengan nasabah dilakukan
7.      Bank melakukan pembayaran langsung kepada rekening supplier
8.      Pada waktu penandatanganan akad murabahah antara nasabah dan bank, pada akad kontrak tersebut wajib diinformasikan.
9.      Bank meyerahkan atau mengirimkan barang ke nasabah
Bank wajib memiliki standar prosedur untuk menetapkan tindakan yang diambil dalam rangka recheduling  kewajiban yang belum terselesaikan.[10]


                [1] Mardani, Fiqh Ekonomi Syariah, (Jakarta: Kencana, 2012) hal 136
                [2] Dimyauddin Djuwaini, Pengantar Fiqh Muamalah, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010) hal 104-105
                [3] Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia, Himpunan Fatwa Keuangan Syaria: Murabahah, (Jakarta: Erlangga, 2014) hal 60-62
                [4] Dimyauddin Djuwaini, Pengantar Fiqh Muamalah,.....hal 108-109
                [5] Zainuddin Ali, Hukum Perbankan Syariah, (Jakarta: Sinar Grafika, 2010), hal 30
                [6] Muhammad, Teknik Perhitungan Bagi Hasil dan Profit Margin pada Bank Syariah, (Yogyakarta: UII Press Yogyakarta, 2004) hal 93-94
                [7] Adrian Sutedi, Perbankan Syariah: Tinjauan dan beberapa segi hukum, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2009), hal 123
                [8] Ascarya, Akad dan Produk Bank Syariah, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2008), hal 85-88
                [9] Ibid, hal 221-222
                [10] Ibid, hal 237-238

Tidak ada komentar:

Posting Komentar