Kamis, 19 Januari 2017

Pasar Modal Syariah

A.    Perkembangan Pasar Modal Syariah
 Sebenarnya perkembangan pasar modal sudah sejak lama dikenal di Indonesia, yaitu pada zaman penjajahan Belanda. Hal ini terlihat dari didirikannya bursa efek Batavia yang diselenggarakan oleh Vereniging Voor de Effecttenhandel pada tanggal 14 desember 1912, meskipun diketahui bahwa tujuan awalnya untuk menghimpun danaguna kepentingan mengembnagkan sector perkebunan yang ada di Indonesia. Investor yang berperan pada saat itu adalah orang-orang Hindia Belanda dan orang-orang Eropa lainnya.
Perkembangan pasar modal ini cukup pesat, sehingga di buka juga Bursa Efek Surabaya pada tanggal 11 Januari 1925 dan bursa efek di semarang pada tanggal 1 Agustud 1925. Terjadinya gejolak politik di Eropa pada awal tahun 1939 ikut mempengaruhi perdagangan efek yang ada di Indonesia. Akibatnya pemerintah Belanda menutup bursa efek di Surabaya dan Semarang. Sehingga yang tinggal adalah Bursa Efek Jakarta. Tetapi bursa efek jakarta inipun akhirnya tutup karena Perang Dunia Kedua, yang sekaligus menandai berhentinya aktivitas pasar modal di indonesia.[1]
Menurut Kamaruddin Ahmad dalam bukunya yang berjudul Dasar-dasar Manajemen Investasi dan Portofolio mengatakan sejarah pasar modal di Indonesia di bagi menjadi beberapa periode :
1.      Periode 1926-1929
Pasar modal ini mulai masuk dikalangan perbankan Belanda untuk turut serta berbagai makelar. Semua anggota bursa adalah pengusaha Belanda dan pemodalnya adalah perorangan, pensiunan, lembaga investasi, dan perusahaan yang dikuasai Belanda. Sehingga praktek bursa efek pada saat itu hanya untuk kepantingan masyarakat Belanda.
Pada saat berlangsung perang dunia II sekitar tahun 1939. Bursa Surabaya dan Semarang ditututp menyusul kemudian Bursa efek Jakarta, hingga aktivitas pasar modal di Indonesia terhenti.
Tahun 1950 Pemerintah Indonesia mengeluarkan obligasi, ini mendorong untuk mengaktifkan kembali pasar modal di Indonesia. Dengan UU Darurat No. 13 tanggal 1 september 1951, yang berubah menjadi UU No. 15/1952 tentang Bursa dan Keputusan Menteri Keuangan No. 18973/UU tanggal 1 november 1951. Hingga tanggal 3 juni 1952 dibuka kembali bursa efek Jakarta, setelah terhenti selama kurang lebih 12 tahun. Dengan dibukanya kembali Bursa Efek Jakarta aktivitas pasar modal semkain berkembang, hanya keadaan ini berlangsung sampai tahun 1958.
Mulai tahun 1958 aktivitasnya lesu dan mundur. Hal ini disebabkan Warga Negara Belanda meninggalkan Indonesia dan juga karena nasionalisasi perusahaan Belanda. Kelesuan ini berlangsung hingga berakhirnya Orde Lama.
2.      Periode 1967-1976
Dengan demikian berkembangnya perekonomian, mulai Orde Baru semakin banyak pula kebutuhan pendanaan pembangunan. Sehingga pemerintah pada thaun 1971 memperkenal kan deposito dan Tabanas serta Taska. Bersamaan dengan itu Bank Indonesia mengeluarkan Sertifikat Bank Indonesia. Pada tahun 1974, bank-bank diberi kesempatan untuk mengadakan interbank call money market.
Di smaping pengerahan di atas, pemrintah juga mempersiapkan untuk dibentuknya pasar modal dengan membentuk tim Persiapan Uang dan Modal. Akhirnya dengan Keppres No. 52/1976, ditetapkan pendirian pasar modal, membentuk BPPM dan Bapepam, serta membentuk badan pemecah saham dalam sertifikat yang dilakuakan oleh PT Danareksa.
Untuk menggairahkan  Pasar Modal di Indonesia dan untuk menciptakan pasar modal yang sehat, maka pemrintah telah melakukan berbagai deregulasi seperti Paket Kebijaksanaan Desember 1987. Paket desember 1988, dan paket januari 1990, yang pada prinsipnya merupakan langkah-langkah penyesuaian peraturan-peraturan yang bersifat mendorong tumbuhnya pasar modal sehat.
3.      Paket kebijaksanaan desember 1987
Paket kebijaksanaan ini memuat emapt perubahan mendasar di bidang pasar modal antara lain :
a.       Meyederhanakan proses penerbitan obligasi/saham
b.      Investor asing diperkenankan berpartisipasi di pasar modal
c.       Pengenalan saham atas unjuk
d.      Memperkenalkan bursa parallel[2]
Sebagaimana pasar modal memainkan peranan penting dalam sistem finansial konvensional, peran mereka dalam sistem finansial Islam juga sama pentingnya. Apabila pasar modal konvensional memiliki rekam sejarah yang kukuh dan panjang, pasar modal Islam masih berada dalam tahap awal pengembangan.
Kebutuhan akan pasar modla telah disadari pada tahap awal pengembangan industri finansial Islam, tetapi tidak banyak kemajuan yang dibuat. Sepanjang 1980 dan 1990-an, institusi finansial Islam memobilisasi dana secara sukses melalui peningkatan simpanan, yang kemudian diinvestasikan dalam instrumen finansial baru, yang sebagian besar di dominasi oleh komoditas atau pembiayaan perdagangan. Karena terbatasnya  peluang investasi, kurangnya aset likuid dan berbagai keterbatasan lain, komposisi aset institusi finansial tetap statis dan berfokus pada instrumen jangka pendek.
Pada akhir 1990-an, pasar finansial Islam telah menyadari bahwa pengembangan pasar modal adalah penting untuk bertahan dan untuk pertumbuhan ke depan. Pada saat yang sama, gelombang deregulasi dan liberalisasi pasar modal di beberapa negara mengarah kepada kerja sama yang erat antara institusi finansial Islam dan konvensional untuk menemukan solusi bagi likuiditas  dan manajemen portofolio.[3]
B.     Instrumen Pasar Modal Syariah
ada berbagai macam instrumen  pasar modal, menurut Obaidullah instrumen penting  yang dapat diperdagangkan sebagai hasil pemikiran menurut hukum Islam, di antaranya:
1.      Dana mudharabah (mudharabah fund)
Dana mudharabah merupakan instrumen keuangan bagi investor  untuk pembiayaan bersama proyek berdasarkan  prinsip bagi hasil. Instrumen ini diperbolehkan menurut hukum Islam.
2.      Saham biasa pereusahaan (common stock)
Saham biasa diterbitkan  oleh perusahaan yang didirikan untuk kegiatan bisnis yang sesuai dengan Islam.
3.      Obligasi muqarabah (muqarabah bond)
Obligasi ini diterbitkan untuk  pembiayaan proyek  yang menghasilkan  uang atau proyek yang terpisah dari kegiatan umum perusahaan.
4.      Obligasi bagi hasil (profit sharing bond)
Obligasi yang diterbitkan oleh perusahaan yang aktivitas bisnisnya sesuai dengan syariat Islam dan berdasarkan prinsip bagi hasil.
5.      Saham preferen
Saham ini memiliki hak-hak istimewa seperti deviden tetap dan prioritas dalam likuidasi. Karena ada unsur pendapatan tetap (seperti bunga), maka dilarang menurut hukum Islam. Namun ini masih menjadi bahan perdebatan.[4]
Secara umum instrumen dapat dibagi menjadi 3 macam, yaitu:
1.      Instrumen utang (debt instrumen) yang termasuk dalam instrumen ini  adalah obligasi
2.      Instrumen penyertaan (equity instrument), yang termasuk dalam instrumen ini adalah saham
3.      Instrumen lain (other instrumen), yang termasuk dalam instrumen ini seperti options, warrant dan right.[5]
C.    Spekulasi di Pasar Modal
pasar modal merupakan salah satu tonggak penting dalam perekonomian dunia saat ini, banyak industri dan perusahaan yang menggunakan institusi pasar modal sebagai media untuk menyerap investasi dan media untuk memperkuat posisi keuangannya. Secara faktual, pasar modal telah menjadi  financial nerve centre (saraf finansial dunia) dunia ekonomi modern.
Sebagaimana institusi modern, pasar modal tidak terlepas dari berbagai kelemahan, dan kesalahan. Salah satunya adalah tindakan spekulasi. Pada umumnya proses-proses transaksi bisnis yang terjadi dikendalikan oleh spekulan. Mereka selalu memperhatikan perubahan pasar,  membuat berbagai analisis dan perhitungan, serta mengambil tindakan spekulasi di dalam pembelian  maupun penjualan saham. Aktivitas inilah yang membuat pasar tetap aktif.
Hakikat aktivitas spekulasi dapat dirinci sebagai berikut:
Pertama, spekulasi sesungguhnya bukan merupakan investasi, meskipun di antara keduanya ada kemiripan. Perbedaan yang sangat mendasar di antara keduanya terletak pada spirit yang menjiwainya, bukan pada bentuknya. Para spekulan membeli sekuritas untuk mendapatkan keuntungan dengan menjualnya kembali di masa mendatang. Sedangkan para investor membeli sekuritas dengan tujuan untuk berpartisipasi secara langsung dalam bisnis.
Kedua, spekulasi telah meningkatkan unearned income bagi sekelompok orang dalam masyarakat, tanpa mereka memberi kontribusi apapun, baik yang bersifat positif maupun produktif. Bahkan, mereka telah mengambil keuntungan  di atas biaya masyarakat, yang bagaimanapun juga sangat sulit  untuk bisa dibenarkan secara ekonomi, sosial, maupun moral.
Ketiga¸ spekulasi merupakan sumber penyebab terjadinya krisis keuangan. Fakta menunjukan bahwa aktivitas para spekulan inilah yang menimbulkan krisis di Wall Street tahun 1929 yang mengakibatkan depresi yang luar biasa bagi perekonomian dunia tahun 1930-an.
Keempat, spkeluasi adalah outcome dari sikap mental ingin cepat kaya. Jika seseorang  telah terjebak pada sikap mental ini, maka ia akan berusaha dengan menghalalkan segala macam cara tanpa memperdulikan rambu-rambu agama dan etika.
Karena itu Islam secara tegas melarang tindakan spekulasi ini, karena secara diametral bertentangan dengan nilai-nilai illahiyah dan insaniyah.[6]
D.    Keberadaan  Pasar Modal Syariah di Indonesia
Sedangkan perkembangan pasar modal di indonesia secara umum ditandai  oleh berbagai  indikator di antaranya adalah semakin maraknya para pelaku pasar modal syariah yang mengeluarkan  efek-efek syariah selain saham-saham dalam Jakarta syariah indexs. Dalam perjalanan perkembangan  pasar modal syariah di Indonesia telah mengalami kemajuan, sebagai gambaran bahwa setidaknya terdapat beberapa perkembangan dan kemajuan pasar modal syariah yang patut di catat hingga tahun 2004, diantaranya adalah telah diterbitkannya 6 (enam) Fatwa Dewan Pengawas Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) yang berkaitan dengan industri pasar modal. Adapun keenam fatwa dimaksud adalah:
1.    No. 05/DSN-MUI/IV/2000 tentang jual beli saham
2.    No.20/DSN-MUI/IX/2000 tentang pedoman pelaksanaan investasi untuk reksadana syariah
3.    No. 32/DSN-MUI/IX/2002 tentang obligasi syariah
4.    No. 33/DSN-MUI/IX/2002 tentang obligasi syariah mudharabah
5.    No.40/DSN-MUI/IX/2003 tentang pasar modal dan pedoman umum penerapan prinsip syariah di bidang pasar modal
6.    No. 41/DSN-MUI/III/2004 tentang obligasi syariah ijarah
Fatwa-fatwa tersebut di atas  mengatur prinsip-prinsip syariah di bidang pasar modal yang meliputi bahwa  suat efek di pandang telah memenuhi prinsip-prinsip syariah apabila telah memperoleh pernyataan kesesuaian syariah secara tertulis dari DSN-MUI.[7]



[1] Panji Anoraga, Puji Pakarti, Pengantar Pasar Modal, (Jakarta:PT Rineka Cipta, 2003) hal 30
[2] Kamaruddin, Dasar-dasar Manajemen investasi dan portofolio, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2004) hal 21-24
[3] Zamir Iqbal Abbas Mirakhor, Pengantar Keuangan Islam, (Jakarta: Kencana, 2008), hal 217-219
[4] Muhamad, Manajemen Keuangan Syariah, (Yogyakarta: UPP STIM YKPN, 2014) hal 554-555
[5] Warkum Sumitro, Asas-asas Perbankan Islam dan Lembaga-lembaga Terkait, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004)  hal 200
[6] Muhamad, Manajemen Keuangan Syariah......hal 549
[7] Muhamad, Manajemen Keuangan Syariah......hal 568

Tidak ada komentar:

Posting Komentar