A.
Perkembangan
Pasar Modal Syariah
Sebenarnya
perkembangan pasar modal sudah sejak lama dikenal di Indonesia, yaitu pada
zaman penjajahan Belanda. Hal ini terlihat dari didirikannya bursa efek Batavia
yang diselenggarakan oleh Vereniging Voor de Effecttenhandel pada
tanggal 14 desember 1912, meskipun diketahui bahwa tujuan awalnya untuk
menghimpun danaguna kepentingan mengembnagkan sector perkebunan yang ada di Indonesia. Investor yang berperan
pada saat itu adalah orang-orang Hindia Belanda dan orang-orang Eropa lainnya.
Perkembangan pasar modal ini cukup pesat, sehingga di
buka juga Bursa Efek Surabaya pada tanggal 11 Januari 1925 dan bursa efek di
semarang pada tanggal 1 Agustud 1925. Terjadinya gejolak politik di Eropa pada
awal tahun 1939 ikut mempengaruhi perdagangan efek yang ada di Indonesia.
Akibatnya pemerintah Belanda menutup bursa efek di Surabaya dan Semarang.
Sehingga yang tinggal adalah Bursa Efek Jakarta. Tetapi bursa efek jakarta
inipun akhirnya tutup karena Perang Dunia Kedua, yang sekaligus menandai
berhentinya aktivitas pasar modal di indonesia.[1]
Menurut
Kamaruddin Ahmad dalam bukunya yang
berjudul Dasar-dasar Manajemen Investasi dan Portofolio mengatakan sejarah
pasar modal di Indonesia di bagi menjadi beberapa periode :
1.
Periode 1926-1929
Pasar modal ini mulai masuk dikalangan perbankan Belanda
untuk turut serta berbagai makelar. Semua anggota bursa adalah pengusaha
Belanda dan pemodalnya adalah perorangan, pensiunan, lembaga investasi, dan
perusahaan yang dikuasai Belanda. Sehingga praktek bursa efek pada saat itu
hanya untuk kepantingan masyarakat Belanda.
Pada saat berlangsung perang dunia II sekitar tahun 1939.
Bursa Surabaya dan Semarang ditututp menyusul kemudian Bursa efek Jakarta,
hingga aktivitas pasar modal di Indonesia terhenti.
Tahun 1950 Pemerintah Indonesia mengeluarkan obligasi,
ini mendorong untuk mengaktifkan kembali pasar modal di Indonesia. Dengan UU
Darurat No. 13 tanggal 1 september 1951, yang berubah menjadi UU No. 15/1952
tentang Bursa dan Keputusan Menteri Keuangan No. 18973/UU tanggal 1 november
1951. Hingga tanggal 3 juni 1952 dibuka kembali bursa efek Jakarta, setelah
terhenti selama kurang lebih 12 tahun. Dengan dibukanya kembali Bursa Efek
Jakarta aktivitas pasar modal semkain berkembang, hanya keadaan ini berlangsung
sampai tahun 1958.
Mulai tahun 1958 aktivitasnya lesu dan mundur. Hal ini
disebabkan Warga Negara Belanda meninggalkan Indonesia dan juga karena
nasionalisasi perusahaan Belanda. Kelesuan ini berlangsung hingga berakhirnya
Orde Lama.
2.
Periode 1967-1976
Dengan demikian berkembangnya perekonomian, mulai Orde
Baru semakin banyak pula kebutuhan pendanaan pembangunan. Sehingga pemerintah
pada thaun 1971 memperkenal kan deposito dan Tabanas serta Taska. Bersamaan
dengan itu Bank Indonesia mengeluarkan Sertifikat Bank Indonesia. Pada tahun
1974, bank-bank diberi kesempatan untuk mengadakan interbank call money
market.
Di smaping pengerahan di atas, pemrintah juga
mempersiapkan untuk dibentuknya pasar modal dengan membentuk tim Persiapan Uang
dan Modal. Akhirnya dengan Keppres No. 52/1976, ditetapkan pendirian pasar
modal, membentuk BPPM dan Bapepam, serta membentuk badan pemecah saham dalam
sertifikat yang dilakuakan oleh PT Danareksa.
Untuk menggairahkan
Pasar Modal di Indonesia dan untuk menciptakan pasar modal yang sehat,
maka pemrintah telah melakukan berbagai deregulasi seperti Paket Kebijaksanaan
Desember 1987. Paket desember 1988, dan paket januari 1990, yang pada
prinsipnya merupakan langkah-langkah penyesuaian peraturan-peraturan yang
bersifat mendorong tumbuhnya pasar modal sehat.
3.
Paket kebijaksanaan desember 1987
Paket kebijaksanaan ini memuat emapt perubahan mendasar
di bidang pasar modal antara lain :
a.
Meyederhanakan proses penerbitan obligasi/saham
b.
Investor asing diperkenankan berpartisipasi di pasar
modal
c.
Pengenalan saham atas unjuk
d.
Memperkenalkan bursa parallel[2]
Sebagaimana pasar modal memainkan peranan penting dalam
sistem finansial konvensional, peran mereka dalam sistem finansial Islam juga
sama pentingnya. Apabila pasar modal konvensional memiliki rekam sejarah yang
kukuh dan panjang, pasar modal Islam masih berada dalam tahap awal pengembangan.
Kebutuhan akan pasar modla telah disadari pada tahap awal
pengembangan industri finansial Islam, tetapi tidak banyak kemajuan yang
dibuat. Sepanjang 1980 dan 1990-an, institusi finansial Islam memobilisasi dana
secara sukses melalui peningkatan simpanan, yang kemudian diinvestasikan dalam
instrumen finansial baru, yang sebagian besar di dominasi oleh komoditas atau
pembiayaan perdagangan. Karena terbatasnya
peluang investasi, kurangnya aset likuid dan berbagai keterbatasan lain,
komposisi aset institusi finansial tetap statis dan berfokus pada instrumen
jangka pendek.
Pada akhir 1990-an, pasar finansial Islam telah menyadari
bahwa pengembangan pasar modal adalah penting untuk bertahan dan untuk
pertumbuhan ke depan. Pada saat yang sama, gelombang deregulasi dan
liberalisasi pasar modal di beberapa negara mengarah kepada kerja sama yang
erat antara institusi finansial Islam dan konvensional untuk menemukan solusi
bagi likuiditas dan manajemen
portofolio.[3]
B.
Instrumen
Pasar Modal Syariah
ada berbagai macam
instrumen pasar modal, menurut
Obaidullah instrumen penting yang dapat
diperdagangkan sebagai hasil pemikiran menurut hukum Islam, di antaranya:
1.
Dana mudharabah (mudharabah fund)
Dana mudharabah
merupakan instrumen keuangan bagi investor
untuk pembiayaan bersama proyek berdasarkan prinsip bagi hasil. Instrumen ini
diperbolehkan menurut hukum Islam.
2.
Saham biasa pereusahaan (common stock)
Saham biasa
diterbitkan oleh perusahaan yang
didirikan untuk kegiatan bisnis yang sesuai dengan Islam.
3.
Obligasi muqarabah (muqarabah bond)
Obligasi ini
diterbitkan untuk pembiayaan proyek yang menghasilkan uang atau proyek yang terpisah dari kegiatan
umum perusahaan.
4.
Obligasi bagi hasil (profit sharing bond)
Obligasi yang
diterbitkan oleh perusahaan yang aktivitas bisnisnya sesuai dengan syariat
Islam dan berdasarkan prinsip bagi hasil.
5.
Saham preferen
Saham ini memiliki
hak-hak istimewa seperti deviden tetap dan prioritas dalam likuidasi. Karena ada
unsur pendapatan tetap (seperti bunga), maka dilarang menurut hukum Islam.
Namun ini masih menjadi bahan perdebatan.[4]
Secara umum
instrumen dapat dibagi menjadi 3 macam, yaitu:
1.
Instrumen utang (debt instrumen) yang termasuk dalam
instrumen ini adalah obligasi
2.
Instrumen penyertaan (equity instrument), yang termasuk
dalam instrumen ini adalah saham
3.
Instrumen lain (other instrumen), yang termasuk dalam
instrumen ini seperti options, warrant dan right.[5]
C.
Spekulasi
di Pasar Modal
pasar modal
merupakan salah satu tonggak penting dalam perekonomian dunia saat ini, banyak
industri dan perusahaan yang menggunakan institusi pasar modal sebagai media
untuk menyerap investasi dan media untuk memperkuat posisi keuangannya. Secara
faktual, pasar modal telah menjadi financial
nerve centre (saraf finansial dunia) dunia ekonomi modern.
Sebagaimana
institusi modern, pasar modal tidak terlepas dari berbagai kelemahan, dan
kesalahan. Salah satunya adalah tindakan spekulasi. Pada umumnya proses-proses
transaksi bisnis yang terjadi dikendalikan oleh spekulan. Mereka selalu
memperhatikan perubahan pasar, membuat
berbagai analisis dan perhitungan, serta mengambil tindakan spekulasi di dalam
pembelian maupun penjualan saham.
Aktivitas inilah yang membuat pasar tetap aktif.
Hakikat aktivitas
spekulasi dapat dirinci sebagai berikut:
Pertama, spekulasi sesungguhnya bukan merupakan investasi,
meskipun di antara keduanya ada kemiripan. Perbedaan yang sangat mendasar di
antara keduanya terletak pada spirit yang menjiwainya, bukan pada bentuknya.
Para spekulan membeli sekuritas untuk mendapatkan keuntungan dengan menjualnya
kembali di masa mendatang. Sedangkan para investor membeli sekuritas dengan
tujuan untuk berpartisipasi secara langsung dalam bisnis.
Kedua, spekulasi telah meningkatkan unearned income bagi
sekelompok orang dalam masyarakat, tanpa mereka memberi kontribusi apapun, baik
yang bersifat positif maupun produktif. Bahkan, mereka telah mengambil
keuntungan di atas biaya masyarakat,
yang bagaimanapun juga sangat sulit untuk
bisa dibenarkan secara ekonomi, sosial, maupun moral.
Ketiga¸ spekulasi merupakan sumber penyebab terjadinya krisis
keuangan. Fakta menunjukan bahwa aktivitas para spekulan inilah yang
menimbulkan krisis di Wall Street tahun 1929 yang mengakibatkan depresi yang
luar biasa bagi perekonomian dunia tahun 1930-an.
Keempat, spkeluasi adalah outcome dari sikap mental ingin cepat
kaya. Jika seseorang telah terjebak pada
sikap mental ini, maka ia akan berusaha dengan menghalalkan segala macam cara
tanpa memperdulikan rambu-rambu agama dan etika.
Karena itu Islam
secara tegas melarang tindakan spekulasi ini, karena secara diametral
bertentangan dengan nilai-nilai illahiyah dan insaniyah.[6]
D.
Keberadaan Pasar Modal Syariah di Indonesia
Sedangkan perkembangan pasar modal di indonesia secara
umum ditandai oleh berbagai indikator di antaranya adalah semakin
maraknya para pelaku pasar modal syariah yang mengeluarkan efek-efek syariah selain saham-saham dalam
Jakarta syariah indexs. Dalam perjalanan perkembangan pasar modal syariah di Indonesia telah
mengalami kemajuan, sebagai gambaran bahwa setidaknya terdapat beberapa
perkembangan dan kemajuan pasar modal syariah yang patut di catat hingga tahun
2004, diantaranya adalah telah diterbitkannya 6 (enam) Fatwa Dewan Pengawas
Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) yang berkaitan dengan
industri pasar modal. Adapun keenam fatwa dimaksud adalah:
1.
No. 05/DSN-MUI/IV/2000 tentang jual beli saham
2.
No.20/DSN-MUI/IX/2000 tentang pedoman pelaksanaan
investasi untuk reksadana syariah
3.
No. 32/DSN-MUI/IX/2002 tentang obligasi syariah
4.
No. 33/DSN-MUI/IX/2002 tentang obligasi syariah
mudharabah
5.
No.40/DSN-MUI/IX/2003 tentang pasar modal dan pedoman
umum penerapan prinsip syariah di bidang pasar modal
6.
No. 41/DSN-MUI/III/2004 tentang obligasi syariah ijarah
Fatwa-fatwa tersebut di atas mengatur prinsip-prinsip syariah di bidang
pasar modal yang meliputi bahwa suat
efek di pandang telah memenuhi prinsip-prinsip syariah apabila telah memperoleh
pernyataan kesesuaian syariah secara tertulis dari DSN-MUI.[7]
[1] Panji
Anoraga, Puji Pakarti, Pengantar Pasar Modal, (Jakarta:PT Rineka Cipta,
2003) hal 30
[2] Kamaruddin, Dasar-dasar
Manajemen investasi dan portofolio, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2004) hal
21-24
[3] Zamir Iqbal
Abbas Mirakhor, Pengantar Keuangan Islam, (Jakarta: Kencana, 2008), hal
217-219
[4] Muhamad, Manajemen
Keuangan Syariah, (Yogyakarta: UPP STIM YKPN, 2014) hal 554-555
[5] Warkum
Sumitro, Asas-asas Perbankan Islam dan Lembaga-lembaga Terkait,
(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004)
hal 200
[6] Muhamad, Manajemen
Keuangan Syariah......hal 549
[7] Muhamad, Manajemen
Keuangan Syariah......hal 568
Tidak ada komentar:
Posting Komentar