Rabu, 25 Januari 2017

Kepemilikan Dalam Islam

A.    Pengertian Kepemilikan
Menurut Muhammad H. Behesti, kepemilikan merupakan pemberian yang bersifat sosial dan diakui suatu hak kepada seseorang, atau suatu kelompok masyarakat.[1] Sedangkan Milik atau hak milik sebagiamana yang dianut oleh  KUH Perdata pasal  570 adalah  “hak untuk menikmati kegunaan sesuatu kebendaan dengan leluasa, dan untuk berbuat bebas terhadap kebendaan itu dengan kedaulatan sepenuhnya, asal tidak bersalahan dengan undang-undang atau peraturan umum yang telah ditetapkan oleh suatu kekuasaan yang berhak menetapkannya, dan tidak menganggu hak orang lain, kesemuanya itu dengan  tak mengurangi kemungkinan akan pencabutan hak itu demi kepentingan umum berdasar atas ketentuan undang-undang dan dengan pembayaran ganti rugi.[2]
Sedangkan Para ahli fikih telah mendefinisikan milik (al-milk) dengan berbagai batasan, namun substansinya hampir sama, di antaranya:
“Kekhususan eksklusifitas terhadap sesuatu yang memberi otoritas pada pemililknya untuk menggunakannya, kecuali apabila terdapat halangan-halangan syara’”, dan definisi al-Qarafi (w. 684 H/1285 M):
“hukum syara’ tertentu pada suatu benda  atau manfaat jasa, dimana orang memiliki hukum tersebut memiliki otoritas untuk menggunakan yang ia miliki tersebut”.
Dari definisi diatas memberi implikasi bahwa kepemilikan akan sesuatu harus atas dasar hukum syara’, dan bahwa pemilik tersebut mempunyai hak eksklusifitas atas miliknya, dan bahwa otoritas seseorang terhadap milik dapat dicabut apabila terdapat alasan-alasan syara’, seperti orang dianggap tidak cakap bertindak hukum,gila, bodoh, zalim, dan kanak-kanak.[3]
Islam mengakui hak milik pribadi dan menghargai para pemiliknya, selama harta itu diperoleh  lewat jalan yang halal. Islam memperingatkan setiap orang yang merongrong hak milik orang lain dengan azab yang pedih, terlebih lagi kalau  pemilik harta itu adalah kaum lemah, seperti anak yatim atau wanita.[4]
“Dan janganlah kamu mendekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih baik (bermanfaat) sampai ia dewasa dan penuhilah janji, sesungguhnya janji itu pasti diminta pertanggungjawabannya.” (al-Isra’:34)
B.     Asas-asas Kepemilikan

C.    Sebab-sebab Kepemilikan
Menurut Imam Ghazali, ada dua cara pemilikan harta. Cara yang pertama adalah cara yang diridhai oleh pemiliknya, sedangkan cara yang kedua tidak diridhai oleh pemiliknya. Adapun cara yang diridhai terbagi dua: antara yang diperoleh bukan dari pemiliknya, seperti barang tambang, dan yang diperoleh dari pemiliknya. Contoh cara yang tidak diridhai adalah warisan. Yang mendapat harta dari pemiliknya bisa dengan sikap rela hati atau dengan jalan paksa. Yang diambil secara ridha terbagi dua: diperoleh dengan menggantikannya dengan yang lain, misal jual beli, atau diperoleh tanpa menggantikannya, misalnya hadiah atau wasiat. Yang diambil secara paksa  juga terbagi dua: diambil karena hilangnya hak kepemilikan, seperti harta rampasan perang, dan karena ada hak manusia di dalam hartanya, seperti pengambilan zakat.[5]
D.    Jenis-jenis Kepemilikan dalam Islam
Pengelompokan kepemilikan dalam Islam dapat dipetakan menjadi empat macam tipe yaitu kepemilikan umum, kepemilikan khusus (individu), kepemilikan mutlak (absolut), dan kepemilikan relatif (sementara).[6]
1.      Kepemilikan Umum adalah kepemilikan secara kolektif atau hak milik sosial. Artinya, kepemllikan itu tidak dikuasai oleh orang, namun dikuasai oleh orang banyak atau masyarakat secara bersama-sama.
2.      Kepemilikan khusus (individu) adalah setiap individu memiliki hak untuk menikmati hak miliknya, menggunakannya secara produktif, memindahkannya dan melindungi dari penyia-nyiaan (pemubaziran).
3.      Kepemilikan Mutlak adalah pemilik hakiki semua kekayaan (harta benda) di alam semesta ini adalah Allah swt. Karena Allah swt yang menciptakan segala segala sesuatu, maka hanya Dia-lah yang memiliki kekuasaan penuh untuk mengontrol apa yang diciptakan-Nya itu.
4.      Kepemilikan Relatif adalah sekalipun harta itu milik Allah swt, namun kepemilikan  manusia diakui secara de jure karena Allah swt sendiri telah mengaruniakan padanya kekayaan dan Dia mengakui kepemilikan tersebut.
E.     Kepemilikan dalam Sistem Ekonomi Islam
Menurut An-Nabhaniy sistem ekonomi Islam ditegakan di atas tiga pilar utama yaitu:
1.      Konsep Kepemilikan
Islam memiliki pandangan yang khas tentang harta. Bahwa harta pada hakikatnya adalah milik Allah. Seseorang yang ingin memiliki sesuatu harus memiliki proses perpindahan yang sesuai dengan syariah Islam. Akan tetapi Islam pun mengakui kepemilikan umum dan individu sebagaimana yang telah dijelaskan di atas.
2.      Pemanfaatan Kepemilikan
Kejelasan konsep kepemilikan sangat berpengaruh terhadap konsep pemanfaatan hak milik. Yakni sesungguhnya siapa yang berhak mengelola memanfaatkan harta tersebut. Pemanfaatan harta dibagi dua:
a.       Pengembangan harta adalah upaya-upaya yang berhubungan dengan cara dan sarana yang dapat menumbuhkan  pertambahan harta. Caranya antara lain harus ditempuh dengan bekerja (aktivitas bisnis).
b.      Infak  harta adalah  pemanfaatan harta dengan atau tanpa kompensasi atau perolehan balik. Islam mendorong umatnya untuk menginfakan hartanya untuk kepentingan umum yang lain, terutama pihak yang sangat membutuhkan.
3.      Konsep Pendistribusian Kekayaan
Islam telah menetapkan sistem distribusi kekayaan di antara manusia dengan cara sebagai berikut:
a.       Mekanisme pasar adalah bagian terpenting dari konsep distribusi. Akan tetapi mekanisme ini akan berjalan dengan alami dan otomatis jika konsep kepemilikan dan pemanfaatan harta berjalan sesuai dengan hukum Islam.
b.      Bentuk transfer dan subsidi, untuk menjamin keseimbangan ekonomi bagi pihak yang tidak mampu bergabung dengan mekanisme pasar karena alasan-alasan tertentu seperti cacat, idiot dan sebagainya maka Islam menjamin kebutuhan mereka dengan berbagai cara sebagai berikut:
1.      Wajibnya muzzaki membayar zakat yang diberikan kepada mustahik
2.      Setiap warga negara berhak memanfaatkan pemilikan umum. Negara boleh mengolah dan mendistribusikannya secara cuma-cuma  atau dengan harga murah.
3.      Pembagian harta seperti tanah, barang dan uang sebagai modal kepada yang memerlukan.
4.      Pemberian harta waris kepada ahli waris
5.      Larangan menimbun emas dan perak walaupun dikeluarkan zakatnya.
Pada umumnya perintah etis dan hukum (syariat) yang berkaitan dengan kepemilikan dalam Islam, antara lain:
1.      Memanfaatkan harta benda sebanyak-banyaknya tanpa memberi pengaruh yang merugikan kepentingan masyarakat
2.      Membayar zakat
3.      Membelanjakan harta benda di jalan Allah swt
4.      Tidak mengambil bunga
5.      Menghindari kecurangan dalam urusan bisnis, penimbunan atau monopoli[7]



[1] Muhammad Djakfar, Hukum Bisnis Membangun Wacana Integrasi Perundangan  Nasional dengan Syariah, (Malang: UIN Malang Press, 2009), hal 65
[2] Muhammad dan Alimin, Etika dan Perlindungan Konsumen, (Yogyakarta: BPFE Yogyakarta, 2004), hal 150
[3] Ibid, hal 151
[4] Yusuf Qardhawi, Norma dan Etika Ekonomi Islam, (Jakarta: Gema Insani, 1997), hal 87
[5] Yusuf Qardhawi, Norma dan Etika Ekonomi Islam...hal 89
[6] Muhammad Djakfar, Hukum Bisnis Membangun Wacana Integrasi... hal 76
[7] Ibid, hal 87-89

Tidak ada komentar:

Posting Komentar