A.
Pendahuluan
Faktor produksi
dasar terdiri atas tenaga kerja (labour), kapital (capital),
sumber daya alam atau tanah (land), dan pengusaha atau wiraswasta (entrepreneurship).
Satu hal yang perlu diketahui adalah adanya perbedaan antara tenaga kerja dan
pengusaha. Atas jerih payah mereka, tenaga kerja mendapat imbalan dalam bentuk
upah dan gaji. Adapun pengusaha mempunyai kemampuan untuk mengoordinasi dan
menggerakan tenaga kerja, kapital, dan tanah untuk menhasilkan barang dan jasa yang mempunyai
nilai tambah. Kemampuan ini tidak dimiliki oleh tenaga kerja. Atas dasar ini
maka pegusaha tidak mendapat imbalan berupa gaji tetapi berupa laba ekonomi (economic
profits).
Dewasa ini, terdapat empat isu sentral yang dihadapi oleh para pengusaha
indonesia yaitu proses globalisasi, permasalahan dan tantangan pegusaha
Indonesia, kualitas sumber daya manusia, dan kondisi kewiraswastaan di
Indonesia. Maka pada kesempatan kali ini saya akan membahas tentang “Pengaruh
Globalisasi dan Sumber Daya Manusia Terhadap Pembangunan Ekonomi di Indonesia” agar
kita lebih memahami tentang kualitas sumber daya manusia dan pembangunan ekonomi di Indonesia.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan
uraian diatas, maka permasalahan-permasalahan yang muncul adalah sebagaii
berikut:
1.
Apa yang dimaksud globalisasi, sumber daya manusia, dan
pembangunan ekonomi ?
2.
Bagaimana
tantangan di era pasar globalisasi ?
3.
Bagaimana
globalisasi dan pembangunan ekonomi rakyat ?
4.
Bagaimana sumber
daya manusia di Indonesia ?
5.
Apa saja upaya pemerintah ?
B.
Pembahasan
1.
Pengertian Globalisasi, Sumber Daya
Manusia, dan pembangunan Ekonomi
Globalisasi merupakan suatu berlangsungnya
gerak arus barang, dimana jasa dan uang di dunia berlangsung secara dinamis,
lengkap sesuai dengan prinsip ekonomi, dimana berbagai hambatan terhadap arus
tersebut menjadi semakin berkurang. proteksionisme perdagangan, larangan
invstasi, dan regulasi devisa serta moneter akan menjadi sebuah hambatan yang
terus mengekang arus jasa dan kapital internasional. Menurut beberapa pihak
menyatakan bahwa hal tersebut dapat menjadi peluang baru yang bisa dimanfaatkan
demi keberhasilan pelaksanaan pembangunan nasional. Dan adapun Tujuan
Pembangunan Globalisasi Ekonomi tak lain adalah bukan hanya menginginkan adanya
perubahan dalam arti peningkatan PDB akan tetapu juga adanya perubahan
struktura.[1]
M.T.E. Hariandja (2002, h 2) Sumber Daya Manusia merupakan
salah satu faktor yang sangat penting dalam suatu perusahaan disamping faktor
yang lain seperti modal. Oleh karena itu SDM harus dikelola dengan baik untuk
meningkatkan efektivitas dan efisiensi organisasi.[2] Jadi Sumber Daya Manusia
(SDM) adalah individu yang bekerja dan menjadi anggota suatu perusahaan atau
institusi, atau penduduk yang sudah memasuki usia angkatan kerja, baik yang
sudah bekerja maupun belum bekerja.
Sedangkan Sebelum decade 1960-an, pembangunan ekonomi
didefinisikan sebagai kemampuan ekonomi nasional dimana keadaan ekonominya
mula-mula relatif statis selama jangka waktu yang cukup lama untuk dapat
menaikkan dan mempertahankan laju pertumbuhan GNP nya hingga mencapai angka 5
sampai 7 persen atau lebih per tahun. Pengertian ini sangat bersifat ekonomis.
Namun demikian, pengertian pembangunan ekonomi mengalami perubahan karena
pengalaman pada tahun 1950-an dan 1960-an yang tidak mampu memecahkan
permasalahan-permasalahan pembangunan ekonomi secara mendasar di Negara Sedang
Berkembang. Oleh karena itu, Todaro dan Smith menyatakan keberhasilan pembangunan
ekonomi suatu Negara ditujukan oleh tiga nilai pokok yaitu, berkembangnya
kemampuan masyarakat untuk untuk memenuhi kebutuhan pokoknya, meningkatnya
harga rasa diri masyarakat sebagai manusia, meningkatnya kemampuan masyarakat
untuk memilih yang merupakan salah satu dari hak asasi manusia.[3]
2.
Tantangan di Era
Pasar Global
Tantangan ini terutama menekankan pada efisiensi di sektor pemerintahan,
bisnis, dan infrastruktur. Menurut IMD world Competitiveness Yearbook
2004, pada umumnya daya saing Indonesia sangat rendah, di antara 60 negara yang
masuk dalam surveinya, Indonesia menempati urutan ke-56. Adapun peringkat
efisiensi pemerintahan sedikit lebih baik dari daya saing, walaupun masih
berada pada urutan ke-54. Resiko politik, lemahnya penegakan hukum, kurangnya
transparansi hukum, serta rendahnya SDM menjadi penyebab utama dari efisiensi
pemerintahan yang masih sangat rendah.
Efisiensi bisnis juga dinilai masih rendah, dengan menempati urutan ke-56
dari 60 negara tersebut. Rendahnya efisiensi bisnis ini berawal dari rendahnya
produktivitas kerja, budaya korporasi dalam kewiraswastaan, kurangnya
pengalaman internasional dan dukungan finansial serta lemahnya corporate
govornance. Di samping itu, riset dan pengalaman (research &
development) yang sangat minim turut menghambat daya saing infrastruktur.
Akibatnya, human development index dan lingkungan hidup berada diurutan terbawah.[4] IMD melakukan
survei mengenai kepercayaan investor, daya saing bisnis, dan infrastruktur
terhadap negara 30 negara utama, termasuk Indonesia. Tabel di bawah inni
memperlihatkan pada umumnya daya saing indonesia di antara ketiga puluh negara
tersebut sangat rendah, yaitu rata-rata berkisar antara urutan ke-29 dan ke-30.
No.
|
Komponen Daya
Saing
|
Peringkat
|
1.
|
Kepercayaan
investor
Resiko politik
Credit rating
Diskriminasi
dalam masyarakat
Sistem
penegakan hukum
Penanganan
ketenagakerjaan
Subsidi
Korupsi
|
29
29
29
29
29
29
29
29
|
2.
|
Daya Saing
Bisnis
2.1 Kualitas
SDM
2.2 Hubungan
perburuhan
2.3 Praktek-prektek
bisnis dan corporate governance
2.4 Nilai-nilai
masyarakat
2.5 Kualitas
wiraswasta dan marketing
2.6
Produktivitas secara keseluruhan
|
30
30
30
30
30
29
30
|
3.
|
Infrastruktur
3.1 Pendidikan
dan kesehatan
3.2
Perlindungan hak paten dan cipta
3.3 Penegakan
hukum dan lingkungan hidup
3.4 Biaya
telekomunikasi internasional
3.5 Anggaran
personalia riset dan pengembangan
3.6 Alih
teknologi
3.7 Alih
teknologi informasi
|
30
30
30
30
29
30
30
30
|
3.
Globalisasi dan
Pembangunan Ekonomi Rakyat
Pembangunan di banyak negara berkembang PD-II ternyata tidak banyak membawa
dampak yang menyentuh kepentingan golongan dhu’afa, baik yang berada di
desa-desa maupun mereka yang berada di kota-kota. Beberapa gejala yang umum
terlihat adalah, pertama pembangunan cenderung mengarah pada kegiatan produksi,
penyediaan jasa dan memanfaatkan sumber alam yang lebih menguntungkan mereka
yang lebih kuat ekonominya ketimbang golongan miskin atau kaum dhu’afa, tanpa
dengan sengaja ada kebijaksanaan dan program –program pembangunan untuk mengangkat
derajat golongan dhu’afa. Kedua, pembangunan industri dalam skala besar yang
berlangsung di kota-kota tanpa disertai usaha peningkatan kemampuan dan
penyertaan kepentingan gologan miskin sebagai salah satu kriteria dalam
pemilihan dan pengelolaannya, malahan menjadi sebab timbulnya urbanisasi yang
mengarah pada terjadinya pengangguran dan kriminalitas. Mereka datang ke kota
tanpa ada persiapan yang memadai dan mengadu untung untuk mengharapkan yang
tidak mungkin terjangkau. Di lain pihak, urbanisasi ini juga berarti hilangya modal
dan tenaga-tenaga muda yang berpotensi dari desa-desa.[5]
Selain itu masalah etos kerja menjadi salah satu bahan pembicaraan yang
ramai di masyarakat kita. Etos kerja ini erat kaitannya dengan wiraswasta. Jika
kita sebagai bangsa tidak dapat menumbuhkan etos kerja yang baik, maka
kemungkinan besar bangsa kita akan tetap tertinggal oleh bangsa-bangsa tetangga
dalam lingkungan Asia Tenggara atau Asia Timur. Bangsa Indonesia yang mayoritas
beragama islam (88%) adalah yang pertama-tama bertanggung jawab atas usaha
pembinaan dan pengembangan etos kerja nasional.[6]
4.
Sumber Daya
Manusia di Indonesia
Sumber daya manusia (SDM) di Indonesia tergolong sangat rendah, akibatnya
dari sistem sentralisasi pemerintahan yang berlangsung selama 32 tahun.
Rendahnya SDM ini berdampak negtaif pada produktifitas, kreativitas, daya
saing, dan akutnya mentalitas birokrasi. Rendahnya kualitas SDM Indonesia tersebut mudah dipahami,
karena mempunyai ciri-ciri berikiut.
a.
Kira-kira 20%
dari SDM Indonesia berada di bawah garis kemiskinan (proverty line),
sedangkan 70% SDM Indonesia hanya mengenyam pendidikan dasar (elementary
school).
b.
Sekitar 1,25%
memiliki tingkat pendidikan universitas dengan rincian sebagai berikut:14% di
bidang teknologi, 19% di bidang sains, dan 67% di bidang ilmu sosial. Sebagai
bahan perbandingan, sekitar 2,4% SDM Malaysia mempunyai latar belakang
pendidikan universitas.
c.
Kurang lebih 80%
sistem pendidikan Indonesia bersifat top down. Akibatnya, sistem
pendidikan di Indonesia sulit untuk berkembang, kurang inovatif dan kurangnya
daya kreasi
Berdasarkan indikator di atas, maka Indonesia perlu mempercepat peningkatan
sumber daya manusianya, seiring dengan permintaan pasar persaingan global[7].
Secara khusus, IMD mengadakan survei mengenai sumber daya manusia terhadap
30 negara-negara utama, termasuk Indonesia. Hasil survei tersebut menunjukan
bahwa SDM Indonesia berkisar sekitar antara urutan ke-21 dan ke-30, dengan rincian seperti yang
tertera pada tabel di bawah ini.[8]
No.
|
Spesifikasi
|
Peringkat
|
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
|
Brain drain
Rasio murid
terhadap guru (SD, SMP, dan SMA)
Budaya nasional
Presentase
bebas buta huruf
Sikap terhadap
globalisasi
Jumlah tenaga
litbang
Kompetisi
manajer senior
Produktivitas
petani dan industri
Animo generasi
muda terhadap Iptek
Kualitas
pendidikan bidang ekonomi
Pelatihan &
magang kerja
Pengalaman
internasional
Tanggung jawab
sosial
Sikap terhadap
HSE
Image SDM
Indonesia di luar negeri
Human
development index
Qualified
engineers
Produktivitas SDM di bidang jasa
Kualitas SDM di
bidang keuangan
Pendidikan ilmu
pengetahuan di sekolah
Sistem
pendidikan dalam menghadapi persaingan global
Labour
relations
Motivasi
pekerja
Kredibilitas
manager Indonesia
Kualitas di
bidang kewiraswastaan
Kemampuan
pemasaran
Fleksibilitas
& adaptasi SDM Indonesia
Anggaran
pendidikan terhadap PDB
Produktivitas
buruh Indonesia
Tersedianya
tenaga ahli
Makalah IPTEK
oleh SDM Indonesia
Tingkat alih
teknologi
|
21
21
22
24
25
25
26
26
26
26
27
27
27
27
27
27
27
28
28
28
28
29
29
29
29
29
29
30
30
30
30
30
|
Masalah yang timbul
dalam pengembangan sumber daya manusia, yaitu sebagai berikut.
1.
Masalah pertumbuhan ekonomi dan sumber daya manusia
Hal
yang demikian ini terjadi antara lain karena tiitk tolak pemikiran dan cara-cara
pendekatan mengenai modal pokok pembangunan didasarkan hanya pada tersedianya
dana, khususnya dana Pemerintah yang berupa Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara (APBN) sebaliknya ada pula
anggapan bahwa jumlah penduduk yang besar hanya merupakan beban pembangunan dan
penciptaan kesempatan kerja dianggap hanya sebagaii masalah sampingan di dalam
pembangunan tersebut.
2. Jumlah penduduk
sebagai modal pembangunan
Jumlah
penduduk yang besar sebagai sumber daya manusia hendaklah dijadikan sebagai
suatu keunggulan, bukan sebaliknya. Dalam GBHN Tahun 1988 dinyatakan: “jumlah
penduduk yang sangat besar, apabila dapat dibina dan dikerahkan sebagai tenaga
kerja yang efektif akan merupakan modal pembangunan yang besar yang sangat
menguntungkan bagi usaha-usha pembangunan di segala bidang” (GBHN,Bab II, D2).[9]
3.
Permasalahan perencanaan sumber daya manusia di
Negara-negara sedang berkembang
Salah
satu alat penting di dalam mengatasi keterbelakanganuntuk memobilisir
sumber-sumber daya yang ada adalah perencanaan pembangunan nasional yang telah
dilaksanakan mulai dari dasawarsa 1950 dan 1960-an oleh Negara-negara yang
sedang berkembang. Umumnya rencana pembangunan nasional tersebut dibagi atas
rencana lima tahun. Perencanaan ekonomi yang masih bersifat agregrate.
Perencanaan tenaga kerja mempunyai implikasi menyangkut pengembangan sumber
daya manusia, serta menganalisa permintaan dan penawaran tenaga kerja guna
menyusun kebijaksanaan di bidang ketenagakerjaan dan kesempatan kerja. Proyeksi
perencanaan tenaga kerja dapat dilakukan dengan pengelompokan berdasarkan
industri primer, sekunder, dan tersier.[10].
5.
Upaya Pemerintah
Perhatian pemerintah untuk mengembangkan PK dimana pebisnis pribumi dominan
adalah cukup banyak, misalnya dengan pemberian modal dan perkreditan seperti
KIK (Kredit Investsi Kecil), KMKP (Kredit Modal Kerja Permanen), KUK (Kredit
usaha Kecil), KUT (Kredit Usaha Tani), KKU (Kredit Kleayakan Usaha), KKUD
(Kredit Kopersi Unit Desa), KKPA (Kredit Koperasi Primer untuk anggotanya) dsb.
Disamping itu, pemerintah telah mengeluarkan sejumlah KEPRES untuk membnatu
pebisnispribumi memperoleh kesempatan berusaha
seperti KEPPRES No. 31 tahun 1995, KEPPRES No. 16 tahun 1994, KEPPRES
No. 29 tahun 1984, KEPPRES No. 14A tahun 1974. Dibuat pola bapak angkat dengan
pihak BUMN, dengan berbagai kelompok seperti JIMBARAN dan BKPK KUNAS. Di
samping itu, kelompok kecil ini dalam GBHN telah ditetapkan sebagai prioritas
untuk ditingkatkan. Tidak saja kredit dan perlindungan yang telah diberikan
pemerintah, tetapi juga aspek managamen dan pemasaran yang dilaksanakan oleh
Departemen Teknis yang terkait. Munculnya sejumlah pusat-pusat kerajianan dan
ukiran, anyaman dsb adalah usaha untuk ke arah sana. Kesemuanya itu merupakan
campur tangan pemerintah untuk mengoreksi pasar (faktor produksi, output, uang,
dsb) ke arah yang diinginkan.[11]
C.
Penutup
1.
Kesimpulan
a.
Globalisasi merupakan suatu berlangsungnya gerak
arus barang, dimana jasa dan uang di dunia berlangsung secara dinamis, lengkap
sesuai dengan prinsip ekonomi. Sumber Daya Manusia (SDM)
adalah individu yang bekerja dan menjadi anggota suatu perusahaan atau
institusi, atau penduduk yang sudah memasuki usia angkatan kerja, baik yang
sudah bekerja maupun belum bekerja. Pembangunan ekonomi didefinisikan sebagai
kemampuan ekonomi nasional dimana keadaan ekonominya mula-mula relatif statis
selama jangka waktu yang cukup lama untuk dapat menaikkan dan mempertahankan
laju pertumbuhan GNP nya hingga mencapai angka 5 sampai 7 persen atau lebih per
tahun.
b.
Tantangan ini
terutama menekankan pada efisiensi di sektor pemerintahan, bisnis, dan
infrastruktur. Menurut IMD world Competitiveness Yearbook 2004, pada
umumnya daya saing Indonesia sangat rendah, di antara 60 negara yang masuk
dalam surveinya, Indonesia menempati urutan ke-56.
c.
Pembangunan di
banyak negara berkembang PD-II ternyata tidak banyak membawa dampak yang
menyentuh kepentingan golongan dhu’afa, baik yang berada di desa-desa maupun
mereka yang berada di kota-kota.
d.
Sumber daya
manusia (SDM) di Indonesia tergolong sangat rendah, akibatnya dari sistem sentralisasi
pemerintahan yang berlangsung selama 32 tahun. Rendahnya SDM ini berdampak
negtaif pada produktifitas, kreativitas, daya saing, dan akutnya mentalitas
birokrasi.
e.
Perhatian
pemerintah untuk mengembangkan PK dimana pebisnis pribumi dominan adalah cukup
banyak, misalnya dengan pemberian modal dan perkreditan seperti KIK (Kredit
Investsi Kecil), KMKP (Kredit Modal Kerja Permanen), KUK (Kredit usaha Kecil),
KUT (Kredit Usaha Tani), KKU (Kredit Kleayakan Usaha), KKUD (Kredit Kopersi
Unit Desa), KKPA (Kredit Koperasi Primer untuk anggotanya) dsb.
2.
Saran
Demikianlah tugas penyusunan makalah ini. Harapan kami
dengan adanya makalah ini bisa menjadikan kita untuk lebih memahami tentang Teori
Biaya Islam. Serta
dengan harapan semoga dapat difahami dan bermanfaat bagi para pembaca. Kritik
dan saran sangat kami harapkan, mengingat makalah masih jauh dari kesempurnaan.
DAFTAR PUSTAKA
Arsyad, Lincolin.2015. Ekonomi Pembangunan
Edisi 5. Yogyakarta:UPP STIM YKPN.
Hartono, Toni.2008. Mekanisme Ekonomi dalam Konteks Ekonomi Indonesia. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya.
Rahardjo, Muhammad Dawam.1997. Pembangunan
Ekonomi Nasional: Suatu pendekatan Pemerataan, Keadilan dan Ekonomi Kerakyatan. Jakarta: PT Intermasa.
Barthos,
Basir.2012. Manajemen
Sumber Daya Manusia Suatu Pendekatan Makro. Jakarta:PT Bumi Aksara.
sangat membantu, terima kasih!
BalasHapus