Kamis, 19 Januari 2017

PENGARUH GLOBALISASI DAN SUMBER DAYA MANUSIA TERHADAP PEMBANGUNAN EKONOMI DI INDONESIA



A.   Pendahuluan
Faktor produksi dasar terdiri atas tenaga kerja (labour), kapital (capital), sumber daya alam atau tanah (land), dan pengusaha atau wiraswasta (entrepreneurship). Satu hal yang perlu diketahui adalah adanya perbedaan antara tenaga kerja dan pengusaha. Atas jerih payah mereka, tenaga kerja mendapat imbalan dalam bentuk upah dan gaji. Adapun pengusaha mempunyai kemampuan untuk mengoordinasi dan menggerakan tenaga kerja, kapital, dan tanah untuk  menhasilkan barang dan jasa yang mempunyai nilai tambah. Kemampuan ini tidak dimiliki oleh tenaga kerja. Atas dasar ini maka pegusaha tidak mendapat imbalan berupa gaji tetapi berupa laba ekonomi (economic profits).
Dewasa ini, terdapat empat isu sentral yang dihadapi oleh para pengusaha indonesia yaitu proses globalisasi, permasalahan dan tantangan pegusaha Indonesia, kualitas sumber daya manusia, dan kondisi kewiraswastaan di Indonesia. Maka pada kesempatan kali ini saya akan membahas tentang “Pengaruh Globalisasi dan Sumber Daya Manusia Terhadap Pembangunan Ekonomi di Indonesia” agar kita lebih memahami tentang kualitas sumber daya manusia  dan pembangunan ekonomi di Indonesia.
Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas, maka permasalahan-permasalahan yang muncul adalah sebagaii berikut:
1.    Apa yang dimaksud globalisasi, sumber daya manusia, dan pembangunan ekonomi ?
2.    Bagaimana tantangan di era pasar globalisasi ?
3.    Bagaimana globalisasi dan pembangunan ekonomi rakyat ?
4.    Bagaimana sumber daya manusia di Indonesia ?
5.    Apa saja upaya pemerintah ?
B.   Pembahasan
1.    Pengertian Globalisasi, Sumber Daya Manusia, dan pembangunan Ekonomi
Globalisasi merupakan suatu berlangsungnya gerak arus barang, dimana jasa dan uang di dunia berlangsung secara dinamis, lengkap sesuai dengan prinsip ekonomi, dimana berbagai hambatan terhadap arus tersebut menjadi semakin berkurang. proteksionisme perdagangan, larangan invstasi, dan regulasi devisa serta moneter akan menjadi sebuah hambatan yang terus mengekang arus jasa dan kapital internasional. Menurut beberapa pihak menyatakan bahwa hal tersebut dapat menjadi peluang baru yang bisa dimanfaatkan demi keberhasilan pelaksanaan pembangunan nasional. Dan adapun Tujuan Pembangunan Globalisasi Ekonomi tak lain adalah bukan hanya menginginkan adanya perubahan dalam arti peningkatan PDB akan tetapu juga adanya perubahan struktura.[1]
M.T.E. Hariandja (2002, h 2) Sumber Daya Manusia merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam suatu perusahaan disamping faktor yang lain seperti modal. Oleh karena itu SDM harus dikelola dengan baik untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi organisasi.[2] Jadi Sumber Daya Manusia (SDM) adalah individu yang bekerja dan menjadi anggota suatu perusahaan atau institusi, atau penduduk yang sudah memasuki usia angkatan kerja, baik yang sudah bekerja maupun belum bekerja.
Sedangkan Sebelum decade 1960-an, pembangunan ekonomi didefinisikan sebagai kemampuan ekonomi nasional dimana keadaan ekonominya mula-mula relatif statis selama jangka waktu yang cukup lama untuk dapat menaikkan dan mempertahankan laju pertumbuhan GNP nya hingga mencapai angka 5 sampai 7 persen atau lebih per tahun. Pengertian ini sangat bersifat ekonomis. Namun demikian, pengertian pembangunan ekonomi mengalami perubahan karena pengalaman pada tahun 1950-an dan 1960-an yang tidak mampu memecahkan permasalahan-permasalahan pembangunan ekonomi secara mendasar di Negara Sedang Berkembang. Oleh karena itu, Todaro dan Smith menyatakan keberhasilan pembangunan ekonomi suatu Negara ditujukan oleh tiga nilai pokok yaitu, berkembangnya kemampuan masyarakat untuk untuk memenuhi kebutuhan pokoknya, meningkatnya harga rasa diri masyarakat sebagai manusia, meningkatnya kemampuan masyarakat untuk memilih yang merupakan salah satu dari hak asasi manusia.[3]
2.    Tantangan di Era Pasar Global
Tantangan ini terutama menekankan pada efisiensi di sektor pemerintahan, bisnis, dan infrastruktur. Menurut IMD world Competitiveness Yearbook 2004, pada umumnya daya saing Indonesia sangat rendah, di antara 60 negara yang masuk dalam surveinya, Indonesia menempati urutan ke-56. Adapun peringkat efisiensi pemerintahan sedikit lebih baik dari daya saing, walaupun masih berada pada urutan ke-54. Resiko politik, lemahnya penegakan hukum, kurangnya transparansi hukum, serta rendahnya SDM menjadi penyebab utama dari efisiensi pemerintahan yang masih sangat rendah.
Efisiensi bisnis juga dinilai masih rendah, dengan menempati urutan ke-56 dari 60 negara tersebut. Rendahnya efisiensi bisnis ini berawal dari rendahnya produktivitas kerja, budaya korporasi dalam kewiraswastaan, kurangnya pengalaman internasional dan dukungan finansial serta lemahnya corporate govornance. Di samping itu, riset dan pengalaman (research & development) yang sangat minim turut menghambat daya saing infrastruktur. Akibatnya, human development index  dan lingkungan hidup berada diurutan terbawah.[4] IMD melakukan survei mengenai kepercayaan investor, daya saing bisnis, dan infrastruktur terhadap negara 30 negara utama, termasuk Indonesia. Tabel di bawah inni memperlihatkan pada umumnya daya saing indonesia di antara ketiga puluh negara tersebut sangat rendah, yaitu rata-rata berkisar antara urutan ke-29 dan ke-30.
No.
Komponen Daya Saing
Peringkat
1.
Kepercayaan investor
Resiko politik
Credit rating
Diskriminasi dalam masyarakat
Sistem penegakan hukum
Penanganan ketenagakerjaan
Subsidi
Korupsi
29
29
29
29
29
29
29
29
2.
Daya Saing Bisnis
2.1 Kualitas SDM
2.2 Hubungan perburuhan
2.3 Praktek-prektek bisnis dan corporate governance
2.4 Nilai-nilai masyarakat
2.5 Kualitas wiraswasta dan marketing
2.6 Produktivitas secara keseluruhan
30
30
30
30
30
29
30
3.
Infrastruktur
3.1 Pendidikan dan kesehatan
3.2 Perlindungan hak paten dan cipta
3.3 Penegakan hukum dan lingkungan hidup
3.4 Biaya telekomunikasi internasional
3.5 Anggaran personalia riset dan pengembangan
3.6 Alih teknologi
3.7 Alih teknologi informasi
30
30
30
30
29
30
30
30

3.    Globalisasi dan Pembangunan Ekonomi Rakyat
Pembangunan di banyak negara berkembang PD-II ternyata tidak banyak membawa dampak yang menyentuh kepentingan golongan dhu’afa, baik yang berada di desa-desa maupun mereka yang berada di kota-kota. Beberapa gejala yang umum terlihat adalah, pertama pembangunan cenderung mengarah pada kegiatan produksi, penyediaan jasa dan memanfaatkan sumber alam yang lebih menguntungkan mereka yang lebih kuat ekonominya ketimbang golongan miskin atau kaum dhu’afa, tanpa dengan sengaja ada kebijaksanaan dan program –program pembangunan untuk mengangkat derajat golongan dhu’afa. Kedua, pembangunan industri dalam skala besar yang berlangsung di kota-kota tanpa disertai usaha peningkatan kemampuan dan penyertaan kepentingan gologan miskin sebagai salah satu kriteria dalam pemilihan dan pengelolaannya, malahan menjadi sebab timbulnya urbanisasi yang mengarah pada terjadinya pengangguran dan kriminalitas. Mereka datang ke kota tanpa ada persiapan yang memadai dan mengadu untung untuk mengharapkan yang tidak mungkin terjangkau. Di lain pihak, urbanisasi ini juga berarti hilangya modal dan tenaga-tenaga muda yang berpotensi dari desa-desa.[5]
Selain itu masalah etos kerja menjadi salah satu bahan pembicaraan yang ramai di masyarakat kita. Etos kerja ini erat kaitannya dengan wiraswasta. Jika kita sebagai bangsa tidak dapat menumbuhkan etos kerja yang baik, maka kemungkinan besar bangsa kita akan tetap tertinggal oleh bangsa-bangsa tetangga dalam lingkungan Asia Tenggara atau Asia Timur. Bangsa Indonesia yang mayoritas beragama islam (88%) adalah yang pertama-tama bertanggung jawab atas usaha pembinaan dan pengembangan etos kerja nasional.[6]
4.    Sumber Daya Manusia di Indonesia
Sumber daya manusia (SDM) di Indonesia tergolong sangat rendah, akibatnya dari sistem sentralisasi pemerintahan yang berlangsung selama 32 tahun. Rendahnya SDM ini berdampak negtaif pada produktifitas, kreativitas, daya saing, dan akutnya mentalitas birokrasi. Rendahnya kualitas SDM Indonesia tersebut mudah dipahami, karena mempunyai ciri-ciri berikiut.
a.    Kira-kira 20% dari SDM Indonesia berada di bawah garis kemiskinan (proverty line), sedangkan 70% SDM Indonesia hanya mengenyam pendidikan dasar (elementary school).
b.    Sekitar 1,25% memiliki tingkat pendidikan universitas dengan rincian sebagai berikut:14% di bidang teknologi, 19% di bidang sains, dan 67% di bidang ilmu sosial. Sebagai bahan perbandingan, sekitar 2,4% SDM Malaysia mempunyai latar belakang pendidikan universitas.
c.    Kurang lebih 80% sistem pendidikan Indonesia bersifat top down. Akibatnya, sistem pendidikan di Indonesia sulit untuk berkembang, kurang inovatif dan kurangnya daya kreasi
Berdasarkan indikator di atas, maka Indonesia perlu mempercepat peningkatan sumber daya manusianya, seiring dengan permintaan  pasar persaingan global[7].
Secara khusus, IMD mengadakan survei mengenai sumber daya manusia terhadap 30 negara-negara utama, termasuk Indonesia. Hasil survei tersebut menunjukan bahwa SDM Indonesia berkisar sekitar antara urutan  ke-21 dan ke-30, dengan rincian seperti yang tertera pada tabel di bawah ini.[8]
No.
Spesifikasi
Peringkat
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
Brain drain
Rasio murid terhadap guru (SD, SMP, dan SMA)
Budaya nasional
Presentase bebas buta huruf
Sikap terhadap globalisasi
Jumlah tenaga litbang
Kompetisi manajer senior
Produktivitas petani dan industri
Animo generasi muda terhadap Iptek
Kualitas pendidikan bidang ekonomi
Pelatihan & magang kerja
Pengalaman internasional
Tanggung jawab sosial
Sikap terhadap HSE
Image SDM Indonesia di luar negeri
Human development index
Qualified engineers
Produktivitas  SDM di bidang jasa
Kualitas SDM di bidang keuangan
Pendidikan ilmu pengetahuan di sekolah
Sistem pendidikan dalam menghadapi persaingan global
Labour relations
Motivasi pekerja
Kredibilitas manager Indonesia
Kualitas di bidang kewiraswastaan
Kemampuan pemasaran
Fleksibilitas & adaptasi SDM Indonesia
Anggaran pendidikan terhadap PDB
Produktivitas buruh Indonesia
Tersedianya tenaga ahli
Makalah IPTEK oleh SDM Indonesia
Tingkat alih teknologi
21
21
22
24
25
25
26
26
26
26
27
27
27
27
27
27
27
28
28
28
28
29
29
29
29
29
29
30
30
30
30
30
Masalah yang timbul dalam pengembangan sumber daya manusia, yaitu sebagai berikut.
1.    Masalah pertumbuhan ekonomi dan sumber daya manusia
Hal yang demikian ini terjadi antara lain karena tiitk tolak pemikiran dan cara-cara pendekatan mengenai modal pokok pembangunan didasarkan hanya pada tersedianya dana, khususnya dana Pemerintah yang berupa Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)  sebaliknya ada pula anggapan bahwa jumlah penduduk yang besar hanya merupakan beban pembangunan dan penciptaan kesempatan kerja dianggap hanya sebagaii masalah sampingan di dalam pembangunan tersebut.
2.    Jumlah penduduk sebagai modal pembangunan
Jumlah penduduk yang besar sebagai sumber daya manusia hendaklah dijadikan sebagai suatu keunggulan, bukan sebaliknya. Dalam GBHN Tahun 1988 dinyatakan: “jumlah penduduk yang sangat besar, apabila dapat dibina dan dikerahkan sebagai tenaga kerja yang efektif akan merupakan modal pembangunan yang besar yang sangat menguntungkan bagi usaha-usha pembangunan di segala bidang” (GBHN,Bab II, D2).[9]
3.    Permasalahan perencanaan sumber daya manusia di Negara-negara sedang berkembang
Salah satu alat penting di dalam mengatasi keterbelakanganuntuk memobilisir sumber-sumber daya yang ada adalah perencanaan pembangunan nasional yang telah dilaksanakan mulai dari dasawarsa 1950 dan 1960-an oleh Negara-negara yang sedang berkembang. Umumnya rencana pembangunan nasional tersebut dibagi atas rencana lima tahun. Perencanaan ekonomi yang masih bersifat agregrate. Perencanaan tenaga kerja mempunyai implikasi menyangkut pengembangan sumber daya manusia, serta menganalisa permintaan dan penawaran tenaga kerja guna menyusun kebijaksanaan di bidang ketenagakerjaan dan kesempatan kerja. Proyeksi perencanaan tenaga kerja dapat dilakukan dengan pengelompokan berdasarkan industri primer, sekunder, dan tersier.[10].
5.    Upaya Pemerintah
Perhatian pemerintah untuk mengembangkan PK dimana pebisnis pribumi dominan adalah cukup banyak, misalnya dengan pemberian modal dan perkreditan seperti KIK (Kredit Investsi Kecil), KMKP (Kredit Modal Kerja Permanen), KUK (Kredit usaha Kecil), KUT (Kredit Usaha Tani), KKU (Kredit Kleayakan Usaha), KKUD (Kredit Kopersi Unit Desa), KKPA (Kredit Koperasi Primer untuk anggotanya) dsb. Disamping itu, pemerintah telah mengeluarkan sejumlah KEPRES untuk membnatu pebisnispribumi memperoleh kesempatan berusaha  seperti KEPPRES No. 31 tahun 1995, KEPPRES No. 16 tahun 1994, KEPPRES No. 29 tahun 1984, KEPPRES No. 14A tahun 1974. Dibuat pola bapak angkat dengan pihak BUMN, dengan berbagai kelompok seperti JIMBARAN dan BKPK KUNAS. Di samping itu, kelompok kecil ini dalam GBHN telah ditetapkan sebagai prioritas untuk ditingkatkan. Tidak saja kredit dan perlindungan yang telah diberikan pemerintah, tetapi juga aspek managamen dan pemasaran yang dilaksanakan oleh Departemen Teknis yang terkait. Munculnya sejumlah pusat-pusat kerajianan dan ukiran, anyaman dsb adalah usaha untuk ke arah sana. Kesemuanya itu merupakan campur tangan pemerintah untuk mengoreksi pasar (faktor produksi, output, uang, dsb) ke arah yang diinginkan.[11]
C.   Penutup
1.    Kesimpulan
a.    Globalisasi merupakan suatu berlangsungnya gerak arus barang, dimana jasa dan uang di dunia berlangsung secara dinamis, lengkap sesuai dengan prinsip ekonomi. Sumber Daya Manusia (SDM) adalah individu yang bekerja dan menjadi anggota suatu perusahaan atau institusi, atau penduduk yang sudah memasuki usia angkatan kerja, baik yang sudah bekerja maupun belum bekerja. Pembangunan ekonomi didefinisikan sebagai kemampuan ekonomi nasional dimana keadaan ekonominya mula-mula relatif statis selama jangka waktu yang cukup lama untuk dapat menaikkan dan mempertahankan laju pertumbuhan GNP nya hingga mencapai angka 5 sampai 7 persen atau lebih per tahun.
b.    Tantangan ini terutama menekankan pada efisiensi di sektor pemerintahan, bisnis, dan infrastruktur. Menurut IMD world Competitiveness Yearbook 2004, pada umumnya daya saing Indonesia sangat rendah, di antara 60 negara yang masuk dalam surveinya, Indonesia menempati urutan ke-56.
c.    Pembangunan di banyak negara berkembang PD-II ternyata tidak banyak membawa dampak yang menyentuh kepentingan golongan dhu’afa, baik yang berada di desa-desa maupun mereka yang berada di kota-kota.
d.    Sumber daya manusia (SDM) di Indonesia tergolong sangat rendah, akibatnya dari sistem sentralisasi pemerintahan yang berlangsung selama 32 tahun. Rendahnya SDM ini berdampak negtaif pada produktifitas, kreativitas, daya saing, dan akutnya mentalitas birokrasi.
e.    Perhatian pemerintah untuk mengembangkan PK dimana pebisnis pribumi dominan adalah cukup banyak, misalnya dengan pemberian modal dan perkreditan seperti KIK (Kredit Investsi Kecil), KMKP (Kredit Modal Kerja Permanen), KUK (Kredit usaha Kecil), KUT (Kredit Usaha Tani), KKU (Kredit Kleayakan Usaha), KKUD (Kredit Kopersi Unit Desa), KKPA (Kredit Koperasi Primer untuk anggotanya) dsb.
2.    Saran
Demikianlah tugas penyusunan makalah ini. Harapan kami dengan adanya makalah ini bisa menjadikan kita untuk lebih memahami tentang Teori Biaya Islam. Serta dengan harapan semoga dapat difahami dan bermanfaat bagi para pembaca. Kritik dan saran sangat kami harapkan, mengingat makalah masih jauh dari kesempurnaan.


DAFTAR PUSTAKA
Arsyad, Lincolin.2015. Ekonomi Pembangunan Edisi 5. Yogyakarta:UPP STIM YKPN.
Hartono, Toni.2008. Mekanisme Ekonomi dalam Konteks Ekonomi Indonesia. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Rahardjo, Muhammad Dawam.1997. Pembangunan Ekonomi Nasional: Suatu pendekatan Pemerataan, Keadilan dan Ekonomi Kerakyatan. Jakarta: PT Intermasa.
Barthos, Basir.2012. Manajemen Sumber Daya Manusia Suatu Pendekatan Makro. Jakarta:PT Bumi Aksara.




            

1 komentar: