Kamis, 19 Januari 2017

STRATEGI PENGELOLAAN DANA WAKAF

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Berawal dari pengetahuan sejarah yang sangat fenomenal, dapat diketahui bahwa perekonomian islam sangat berkembang pesat melalui sektor wakaf. Dalam perwakafan pada zaman dahulu melalui nadzir-nadzir yang professional wakaf dapat dijadikan sumber penghasilan suatu negara.
Dalam sistem perkonomian islam yang sekarang dapat kita saksikan bersama, wakaf memang belum banyak dieksplorasikan sebagai peran penting layaknya pada zaman dahulu islam berkembang sebagai peran yang sangat penting perekonomian suatu negara. Padahal kalau kita lihat sejarah pada zaman dahulu wakaf mempunyai peranan yang sangat penting dalam berbagai kegiatan-kegiatan, utamanya kegiatan sosial, ekonomi, dan kebudayaan masayarakat islam.
Sesungguhnya investasi dana wakaf adalah untuk orang itu sendiri memperoleh pahala dari Allah SWT dan dapat pembangunan ekonomi umat. Yang lebih penting lagi investasi dana wakaf tersebut ialah untuk mengoptimalkan fungsi harta wakaf yang berguna sebagai prasarana untuk meningkatkan kualitas hidup dan kehidupan yang layak pada sumber daya insani.
B.Rumusan Masalah
1.      Bagaimana pembentukan institusi wakaf ?
2.      Bagaimana sistem pengelolaan dana wakaf ?
3.      Bagaimana membuka jaringan kerjasama wakaf ?
4.      Bagaimana meningkatkan political will pemerintah ?
C.    Tujuan
1.      Untuk memahami tentang pembentukan institusi wakaf
2.      Untuk mengetahui tentang system pengelolaan dana wakaf
3.      Untuk mengetahui tentang membuka jaringan kerjasama wakaf
4.      Untuk mengetahui tentang meningkatkan political will pemerintah

BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pembentukan Institusi Wakaf
Penerimaan wakaf berdasarkan literatur sejarah dilakukan oleh institusi baitul mal. Baitul mal merupakan institusi dominan dalam sebuah pemerintahan Islam ketika itu. Baitul mal lah yang berperan secaara kongkrit menjalankan program-program  pembangunan melalui devisi-devisi kerja yang ada dalam lembaga ini, di samping tugas utamanya sebagai bendahara negara (treasury house).
Di Indonesia lembaga yang khusus mengelola wakaf yaitu Badan Wakaf Indonesia yang mempunyai fungsi sangat strategis yang dibentuk diharapkan dapat membantu, baik dalam pembinaan maupun pengawasan terhadap para Nazhir untuk dapat melakukan pengelolaan wakaf secara produktif. Pembentukan BWI bertujuan untuk menyeleggarakan administrasi pengelolaan secara nasional, mengelola sendiri harta wakaf yang dipercayakan kepadanya, khususnya yang berkaitan dengan tanah wakaf produktif strategis dan promosi program yang dilakukan oleh BWI dalam rangka sosialisasi kepada umat Islam pada umumnya BWI ini seharusnya profesional independen dan pemerintah sebagai hanya regulator, fasilitator, motivator dan public service[1]. Badan wakaf dibentuk berdasarkan amanat UU No. 41/2004. BWI merupakan lembaga independen yang dibentuk untuk memajukan dan mengembangkan perwakafan nasional[2].
B.     Sistem Pengelolaan Dana Wakaf
Dalam konteks wakaf, maka pembiayaan proyek wakaf bertujuan untuk mengoptimalkan fungsi harta wakaf sebagai prasarana untuk meningkatkan kualitas hidup dan kehidupan sumber daya insani[3]. Untuk mengelola wakaf tunai, harus ada sistem yang diterapkan. Paling tidak, ada pola (standar pelaksanaan) yang dibakukan agar dana yang akan dan sudah dikumpulkan dengan diberdayakan secara maksimal. Standar atau pola tersebut terkait dengan hal-hal berikut:
1.      Memberi peran perbankan syariah
Ada beberapa alternatif peran dan posisi perbankan syariah dalam pengelolaan wakaf tunai. Menuruut tim penyusun makalah dari biro perbankan syariah bank Indonesia (BI) yang berjudul: “Peranan Perbankan Syariah dalam Wakaf Tunai”, yaitu:
a.       Bank syariah sebagai nazhir  penerima, penyalur dan pengelolaan dana wakaf
b.      Bank syariah sebagai nazhir penerima dan penyalur dana wakaf
c.       Bank syariah sebagai pengelola (fund manager) dana wakaf
d.      Bank syariah sebagai kustodi
e.       Bank syariah sebagai kasir badan wakaf Indonesia[4]
2.      Posisi LKS dalam peraturan perundang-undangan wakaf
Jika seseorang mewakafkan sebagian uangnya dapat dilakukan melalui LKS yang ditunjuk oleh menteri sebagai LKS penerima wakaf uang (LKS-PWU). LKS yang ditunjuk  oleh menteri berdasarkan saran dan pertimbangan dari BWI. Saran dan pertimbangan yang dikeluarkan oleh BWI tersebut setelah mempertimbangkan saran instansi tersebut.[5]
3.      Membentuk lembaga investasi dana
Adapun jenis investasi yang harus digalang hanya dapat dilakukan pada instrumen keuangan yang sesuai dengan syariat Islam dan tidak mengandung unsur riba. Sebagai contoh kerjasama antara nazhir  wakaf dengan pihak pengelola investasi adalah Dompet Dhuafa Republika dengan Batasa (BTS) Capital.[6]
4.      Menjalin kemitraan usaha
Untuk mnedukung keberhasilan pengembangan aspek  produktif dari dana wakaf tunai, perlu diarahkan model pengelolaan dana tersebut kepada sektor usaha yang produktif dengan lembaga usaha yang memiliki reputasi yang baik.[7]
5.      Memberi peran lembaga penjamin syariah
Sebagai sebuah konsep yang masih baru dalam Islam, pengelolaan wakaf tunai harus betul-betul savety (aman) karena terkait dengan keabadian benda wakaf yang tidak boleh berkurang. Untuk itu, dalam upaya memayungi agar usaha-usaha pemberdayaan dana wakaf tunai tidak berkurang, apalagi hilang karena lost dalam uusahanya, maka diperlukan lembaga penjamin syariah. Lembaga penjamin syraiah ini harus menggunakan kejelasan kontrak  akan menentukan sah atau tidaknya secara syariah.[8]
Bentuk pengelolan dana wakaf yang sudah terkumpul melalui penerbitan sertifikat wakaf tunai (SWT), baik yang dilakukan oleh perbankan syariah atau oleh lembaga nazhir wakaf tunai dapat diberdayakan dengan menjalin kerjasama strategis yang melibatkan langsung pengelola (nazhir) tanah-tanah wakaf strategis, jika dirasa dana yang terkumpul sudah mencukupi.
Tentu saja jalinan kerjasama ini harus memiliki komitmen bersama agar tanah-tanah atau bangunan yang strategis dapat diberdayakan untuk kepentingan  peningkatan keuntungan ekonomi. Namun seluruh jenis kerjasama tersebut harus melibatkan  lembaga penjamin syariah yang menjadi benteng terakhir agar upaya pengelolaan wakaf tunai jika mengalami kerugian dapat ditanggulangi. Karena prinsip dari dana wakaf itu sendiri harus terjaga keutuhannya dan tidak boleh berkurang sedikitpun apalagi habis[9].
C.     Membuka Jaringan Kerjasama Wakaf
Upaya pengembangan wakaf secara tradisional, bahkan internasional harus dilakukan. Secara internasional sebenarnya sudah dilakukan, khususnya dilingkungan negara-negara anggota OKI yang diprakasi oleh IDB yang berpusat di Jeddah. Secara khusus, pengembangan wakaf ini dilakukan oleh sebuah divisi yang disebut Islamic  Economics Cooperation and Development Devision (IECD). Devisi ini merupakan salah satu dari devisi teknis dari islamic research and training institute (IRTI). Lembaga ini selain melakukan pengkajian dan pelatihan, juga memberikan bantuan teknis  dan finansial, termasuk untuk pengembangan wakaf. Namun demikian, suatu jaringan kerjasama yang lebih fleksibel dan efektif diperlukan untuk tingkat nsaional, regional maupun internasional.
Oleh karena itu, hal-hal yang bisa dilakukan dalam rangka membangun jaringan dan kerjasama wakaf adalah dengan membentuk:
1.      Jaringan lembaga-lembaga wakaf
2.      Jaringan kepakaran wakaf
3.      Jaringan permodalan, investasi dan pengembangan
4.      Jaringan informasi dan komunikasi[10]
D.    Meningkatkan Political Will Pemrintah
Setelah regulasi perundangan wakaf sudah tertangani secara baik dan pola kemitraan dengan beberapa pihak yang terkait dengan pemberdayaan wakaf sudah terjalin, maka satu hal lagi yang harus dilakukan dalam rangka mengembangkan wakaf tunai adalah adanyya political will pemerintah dalam meregulasi peraturan perundangan yang terkait, seperti UU moneter dan keuangan, perpajakan, perdagangan, perindustrian,  dan lain-lain. Hal ini dilakukan dalam rangka memback up  secara utuh  agar wakaf dapat dikelola secara profesional.
Selain masalah peraturan perundangan yang terkait dengan pemberdayaan wakaf, aspek anggaran juga harus mendapat perhatian. Kalau selama ini anggran untuk pengembangan wakaf masih belum memadai, maka di masa depan harus bisa dinaikan secara signifikan. Hal ini terkait dengan pembenahan secara menyeluruh terhadap infrastruktur maupun suprastruktur pasca diundangkan UU wakaf.[11]
























BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Dari pemaparan di atas maka dapat disimpulkan :
1.      Penerimaan wakaf berdasarkan literatur sejarah dilakukan oleh institusi baitul mal. Baitul mal lah yang berperan secaara kongkrit menjalankan program-program  pembangunan melalui devisi-devisi kerja yang ada dalam lembaga ini, di samping tugas utamanya sebagai bendahara negara (treasury house).
2.      Untuk mengelola wakaf tunai, harus ada sistem yang diterapkan. Paling tidak, ada pola (standar pelaksanaan) yang dibakukan agar dana yang akan dan sudah dikumpulkan dengan diberdayakan secara maksimal.
3.      Oleh karena itu, hal-hal yang bisa dilakuakn dalam rangka membangun jaringan dan kerjasama wakaf adalah dengan membentuk: Jaringan lembaga-lembaga wakaf, Jaringan kepakaran wakaf, Jaringan permodalan, investasi dan pengembangan, dan Jaringan informasi dan komunikasi.
4.      Setelah regulasi perundangan wakaf sudah tertangani secara baik dan pola kemitraan dengan beberapa pihak yang terkait dengan pemberdayaan wakaf sudah terjalin, maka satu hal lagi yang harus dilakukan dalam rangka mengembangkan wakaf tunai adalah adanyya political will pemerintah dalam meregulasi peraturan perundangan yang terkait, seperti UU moneter dan keuangan, perpajakan, perdagangan, perindustrian,  dan lain-lain. Hal ini dilakukan dalam rangka memback up  secara utuh  agar wakaf dapat dikelola secara profesional.
B.     Saran
Demikianlah tugas penyusunan makalah ini. Harapan kami dengan adanya makalah ini bisa menjadikan kita untuk lebih memahami tentang Strategi Pengelolaan Dana Wakaf. Serta dengan harapan semoga dapat difahami dan bermanfaat bagi para pembaca. Kritik dan saran sangat kami harapkan, mengingat makalah masih jauh dari kesempurnaan.



                [1] Direktorat Pemberdayaan Wakaf, Strategi pengembangan Wakaf Tunai di Indonesia, (Jakarta: Departemen Agama, 2007), hal 31-33
                [2] Abdul Ghofur Anshori, Hukum dan Praktik Perwakafan di Indonesia, (Yogyakarta: Pilar Media, 2005), hal 67
                [3] Direktorat Pemberdayaan wakaf, Pedoman Pengelolaan Wakaf Tunai, (Jakarta: Departemen Agama, 2007) hal 78
                [4] Direktorat Pemberdayaan Wakaf, Strategi pengembangan Wakaf Tunai...hal 36-43
                [5] Ibid, hal 44
                [6] Ibid, hal 51
                [7] Ibid, hal 55
                [8] Ibid, hal 57-58
                [9] Achmad Djunaidi dan Thobieb Al-Asyhar, Menuju Era Wakaf Produktif, (Depok: Mumtaz Publishing, 2007), hal 103
                [10] Direktorat Pemberdayaan Wakaf, Strategi pengembangan Wakaf Tunai...62-66
                [11] Ibid, hal 67

Tidak ada komentar:

Posting Komentar